Pandemi virus Corona, Covid-19 mengguncang peradaban, dan nilai serta rasa kemanusiaan berada di simpang sejuta tanda tanya. Bentuknya seperti apakah corona itu?
Apakah padat, cair, gas, atau sejenis hama nakal yang merasa tidak nyaman dengan kehidupan? Pemunculannya telah menyeret manusia ke dalam permainannya yang misterius tetapi nyata akibat yang ditimbulkannya. Conon ada banyak tipe corona, tetapi covid-19 yang 'lebih kejam.'
Tindakan-tindakan yang sudah lazim dilakukan sebagai makhluk sosial beradab, seperti makan, berpapasan, bersapaan, bersalaman, dan sebagainya, serba diatur serta dibatasi.
Dia memang mahluk gaib yang tiada tetapi ada, membuat manusia waspada satu sama lain, menjaga jarak, mencurigai, serta menuduh sebagai penyebar virus mematikan itu.
Secara wajar sesuai naluri akal sehat, semua orang ingin hidup lebih lama atau takut mati. Kalau seseorang dilahirkan hanya untuk mati, maka sia-sialah semua perjuangan ibu-bapaknya sejak si manusia dalam kandungan.
Sia-sialah kerja para medis; dokter, bidan, perawat, analis, apoteker, atau mungkin dukun, tukang pijat atau urut demi penyelamatan hidup seseorang. Virus yang nihil tapi akibatnya ada merusak tatanan logika dan segala usaha manusia.
Langkah-langkah yang sudah ditempuh beberapa pemimpin negara untuk membatasi mobilitas manusia serta barang dari atau ke suatu tempat, hanyalah tindakan pencegahan 'makhluk gaib' itu menyebar lebih luas. Tetapi itupun hanya berdasarkan perkiraan atau dugaan saja berdasarkan analisa akal sehat manusia. Sehingga penanganan terhadap virus itu pun merupakan unsur rekaan bukan kepastian atau dalil yang memiliki kepastian hukum empiris.
"Makhluk virus" itu sungguh misterius pembawa mala petaka bagi dunia, jadi bukan untuk manusia saja. Mulai dari Dusun, Kampung, Desa, Rt, Rw, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Privinsi, dan Negara mengunci diri terhadap dunia luar. Semua dihimbau diam di tempat, gerak keluar rumah tetap harus menutup diri terhadap kontak dengan orang lain.
Atau negatinya harus mencurigai diri sebab berpotensi menyebarkan virus atau mencurigai orang lain sebagai pembawa virus. Situasi ini sungguh menyiksa bagi mereka yang biasa beraktivitas di luar rumah.
Anak-anak sekolah mulai Play Group (PG), Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA/K) atau Sekolah Menengah Kejuruan, serta Perguruan Tinggi (PT) semua menahan diri serta 'terkunci.'
Ibu-ibu rumah tangga terpaksa menahan diri terhadap masakan dan hidangan favorit, semua anggota keluarga terpaksa menyesuaikan diri dan terpaksa mengkomsumsi makanan yang mungkin terasa asing bagi lidah. Semua terpaksa menjadi baru karena si dia, virus korona.