"Pengalaman adalah guru dari semua hal." - Julius Caesar
Belajar merupakan suatu tindakan yang harus dan secara terus menerus kita lakukan. Bahkan terdapat hadis riwayat Ibnu Majah yang cukup populer, yakni "Tholabul 'ilmi faridhotun 'ala kulli muslim", artinya: Menuntut ilmu adalah kewajiban untuk setiap muslim. Demikian juga terdapat kutipan "Uthlubul ilma minal mahdi ilal lahdi", artinya: Carilah ilmu dari ayunan, hingga liang lahat. Maka dapat disimpulkan bahwa setiap dari kita, tidak mengenal usia, baik laki-laki maupun perempuan wajib untuk menuntut ilmu (belajar).
Belajar dapat dilakukan oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Belajar tidak melulu ketika kita duduk di bangku sekolah. Melalui pengalaman atau kejadian yang kita jumpai di lingkungan sekitar pun juga disebut dengan belajar. Seperti halnya konsep dari Contextual Teaching and Learning (CTL) atau pembelajaran kontekstual. CTL adalah pembelajaran yang di mana guru menyampaikan pengetahuan bersifat umum, di dalamnya timbul sebuah permasalahan yang mengakibatkan perdebatan. Melalui hal ini anak didik dapat membangun makna dari pengetahuan tersebut berdasarkan dengan pengalamannya.
CTL juga merupakan pembelajaran yang menekankan agar anak didik dapat aktif ketika proses pembelajaran berlangsung, kemudian agar anak mampu untuk mengonstruksi informasi, materi pembelajaran, dan sebagainya sesuai dengan keadaan, lingkungan maupun pengalamannya. Untuk mengetahui lebih dalam tentang CTL, berikut ini merupakan ciri-ciri dari CTL:
- Fokus pada pemecahan masalah
- Mengetahui bahwa pada pembelajaran harus ada berbagai konteks
- Memandu serta menggiring anak didik dalam pembelajaran sehingga anak mampu menjadi pelajar mandiri
- Menekankan pengajaran sesuai pengalaman kehidupan anak didik yang berbeda
- Memacu anak didik untuk dapat belajar bersama
- Memakai penilaian autentik
Sama dengan strategi pembelajaran lainnya, CTL memiliki tujuan antara lain, mendorong anak didik untuk mengetahui hakikat dari bahan atau materi pelajaran yang diterima sebab pelajaran yang diterima oleh anak tidak jauh dari fakta di kehidupan mereka. Selanjutnya CTL mengajak anak didik untuk selalu aktif dalam proses pembelajaran sebab ketika proses pembelajaran anak tidak hanya mengingat, mencatat, maupun mendengar. CTL juga bertujuan agar anak didik dapat berpikir kritis serta mandiri sehingga untuk kedepannya anak didik dapat menyaring dan memilah pengetahuan yang diterima. Tidak hanya itu, melalui CTL anak akan lebih leluasa dalam menjelaskan berbagai informasi yang terbilang rumit kemudian anak didik mampu memahami suatu informasi dengan cermat dan baik.
Perlu diketahui bahwa dalam penerapan startegi CTL ini terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh, yakni:
- Modelling: langkah di mana guru menyampaikan kompetensi serta tujuan, bimbingan dan juga motivasi.
- Inquiry: yakni tahap mengidentifikasi, analisis, atau observasi.
- Questioning: yakni langkah eksplorasi, membimbing, evaluasi, inquiry, dan generalisasi.
- Learning community: kegiatan pada tahap ini adalah anak didik belajar kelompok, bekerja sama dalam menyelesaikan permaslaahan yang ada.
- Constructivisme: yakni anak didik membuat pengertian dengan mandiri, mengkonstruksi pengetahuan, teori, dan pemahaman yangg diterima.
- Reflection: tahap ini anak didik diminta mengulas kembali materi di sesi akhir pertemuan.
- Authentic Assessment: yakni proses akhir dari pembelajaran, di mana anak didik dinilai secara objektif agar anak mampu mewujudkan kompetensi yang sudah diberikan di awal pembelajaran.
Penerapan CTL juga terdapat kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan dari CTL antara lain, anak didik mampu menemukan potensi terbaik pada dirinya, anak dapat bertindak efektif ketika bekerja sama dengan temannya, anak memiliki daya pikir kreatif dan kritis dalam mendapatkan informasi, anak didik dapat mengetahui manfaat dari apa yang dipelajari, anak juga tidak bergantung pada guru dalam mendapat informasi.
Sedangkan kekurangan dari CTL yaitu, guru akan mengalami kesulitan ketika memusatkan materi pembelajaran sebab CTL menekankan pada kebutuhan setiap anak, di sisi lain kemampuan setiap anak didik dalam satu kelas berbeda-beda. CTL cenderung mengembangkan soft skill anak didik sehingga anak dengan tingkat inteligensi tinggi namun susah dalam mengungkapkan suatu hal akan sedikit sulit dalam mengikuti pembelajaran dengan CTL, pada CTL ini anak didik dituntut agar aktif ketika mencari fakta maupun pengetahuan sendiri sehingga peran guru dalam proses pembelajaran menjadi kurang.
Salam hangat, semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H