[caption id="attachment_208850" align="aligncenter" width="309" caption="Nike Ardilla di puncak ketenarannya (nikeardilla.net)"][/caption] Beberapa hari lalu, ketika asyik berselancar di dunia maya, saya menemukan beberapa artikel yang membahas tentang musisi perempuan paling terkenal di dunia, Madonna. Penyanyi legendaris berusia 54 tahun itu, pada masa kejayaannya kerap dijuluki sebagai diva di atas panggung. Selain suara merdu yang membuat Madonna mencapai puncak kepopuleran pada dekade 1980-an hingga 1990-an, ia juga dikenal sebagai artis yang ramah pada penggemar dan juga media. Tak pelak, pelantun tembang legendaris Don't Cry For Me Argentina itu, menjadi idola seluruh kalangan, baik tua maupun muda. Mengenai arti kata diva, saya jadi teringat pada satu dekade lalu, ketika album Mencintaimu dan Menghitung Hari, dari Krisdayanti meledak di pasaran. Sontak, saat itu beberapa media hiburan, seperti Nova, Bintang, dan Cek & Ricek, menahbiskan mantan istri Anang Hermansyah itu sebagai Diva Indonesia. Namun, mengenai istilah dalam ranah musik, terkadang bisa bias akibat faktor subyektivitas. Sebelum gelar Diva, pada dekade 1970-an dikenal istilah primadona untuk musisi perempuan. Bahkan, ketika era genre rock mulai menggelayuti ranah musik lokal, muncul julukan yang sangat populer pada pertengahan 1980-an hingga 1990-an, yaitu Lady Rock. Memasuki pertengahan dekade 2000-an, ketiga istilah tersebut mulai memudar seiring munculnya beberapa musisi perempuan, yang acapkali tampil Lipsync. Namun, dalam blantika musik hal itu adalah wajar, sebab termasuk dari sisi kreativitas musisi itu sendiri yang tentunya, dipenuhi faktor subyektif bagi penggemarnya. Saya sendiri meski cenderung lebih menggemari musik cadas atau rock, namun tidak lantas menutup pada genre lainnya, termasuk Dangdut, Pop, dan sebagainya. Apalagi, sejak dekade 1990-an sudah mendengar lantunan dari beberapa diva legendaris Indonesia. Bahkan, salah satu koleksi kaset pertama saya adalah "Albumnya Oppie" dengan lagu terkenal, Bukan Khayalan. Kaset dari musisi pop Indonesia, Oppie Andaresta itu bersanding dengan kaset soundtrack "Mighty Morphin Power Rangers" dan "Suzan Punya Cita-cita" karya Ria Enes dengan boneka Suzan.
* * *
1. Nike Ardilla Tidak dapat dipungkiri, Nike Ardilla merupakan salah satu musisi legendaris di Indonesia. Bahkan, 17 tahun setelah meninggalnya lady rocker bernama asli Raden Rara Nike Ratnadilla Kusnadi, gaungnya tetap terasa. Mojang kelahiran 27 Desember 1975 itu, seolah menjadi ratu dari segala ratu musisi di Indonesia. Ya, tiada yang mampu menyaingi bahkan mendekati pencapaian prestasi Nike semasa jayanya di era 1988-1995. Saya teringat ketika berita meninggalnya pelantun "Suara Hati" itu pada 19 Maret 1995, ramai dibicarakan publik. Hampir semua media cetak nasional dan daerah menjadikannya sebagai laporan utama (Headline) dan proses pemakamannya ditayangkan secara berulang-ulang oleh lima stasiun televisi swasta saat itu. Meski awalnya secara musikalitas, saya menganggap Nike sama dengan beberapa lady rocker lainnya yang memang sedang meroket. Namun, setelah belasan tahun kemudian, saya baru menyadari bahwa Nike merupakan musisi jenius yang mampu menghipnotis berbagai kalangan melalui suara emas dan juga gaya hidupnya di kalangan remaja. Lirik Bintang Kehidupan, Sandiwara Cinta, Sanggupkah Aku, Duri Terlindung, hingga Suara Hati, mampu memikat khalayak ramai. Hingga, puluhan juta keping albumnya terjual ke seluruh Indonesia dan beberapa negara tetangga. Bahkan, album "Bintang Kehidupan", disebut sebagai album pertama yang berhasil menorehkan penjualan lebih dari satu juta keping pada 1990. Fenomena ini baru bisa diikuti sekitar sembilan tahun kemudian, ketika album "Dan" dari Sheila On 7 juga terjual lebih dari satu juta keping. Yang menarik, meski telah lama tiada, namun di mata penggemarnya, Nike tetap abadi. Tak jarang, setiap tanggal 19 Maret, banyak masyarakat yang memperingati sebagai salah satu lembaran hitam di blantika musik. Lantaran Nike meninggal akibat tewas kecelakaan mobil yang dikendarainya di sebuah jalan di kota Bandung.
* * *
2. Titiek Puspa Siapa yang tidak mengenal Titiek Puspa, musisi yang kerap dijuluki sebagai artis tiga zaman. Sosok legendaris yang kini berusia 75 tahun itu, telah menjadi bagian dari perjalanan musik Indonesia sejak era 1950-an hingga awal milenium. Kendati kini sudah jarang aktif, bukan berarti beliau berhenti dari dunia musik yang mengantarkannya kepada puncak ketenaran. Beberapa bulan belakangan, musisi kelahiran Tanjung, Kalimantan Selatan ini, tetap menyapa penggemarnya saat mengisi acara atau undangan dari beberapa stasiun televisi. Sejak kecil, saya sudah mengenal beberapa lagunya yang melegenda. Mulai dari Apanya Dong, Bing, Gang Kelinci, Burung Kakatua, hingga yang fenomenal dan dinyanyikan ulang oleh Peterpan, Kupu-kupu Malam. Lirik lagu tersebut, meski pelan namun memiliki arti yang sangat mendalam mengenai sebuah profesi yang terkadang menjadi ironi tersendiri.
* * *
3. Anggun C Sasmi Engkau lupakan, anak cucumu Hanya demi kenikmatan Harga dirimu bahkan terbuang Yang ada hanya rayuan... Awal dekade 1990an, lirik lagu tersebut, menjadi fenomenal di berbagai kalangan. Saat itu, tentu tidak ada yang menyangka bahwa lagu sedahsyat Tua-tua Keladi, mampu dinyanyikan dengan lantang oleh gadis cilik berusia 15 tahun. Ya, bermodal album "Tua-tua Keladi" yang juga memuat lagu keren lainnya, Mimpi, menjadikan Anggun Cipta Sasmi sebagai salah satu musisi perempuan terbaik Indonesia. Saat itu, ia hanya kalah populer dari musisi seangkatannya, seperti Nike Ardilla, dan Nicky Astria. Namun, Anggun sedikit lebih beruntung dibanding kedua musisi tersebut. Pasalnya, setelah terkenal dengan album "Tua-tua Keladi", ia langsung terbang ke Eropa demi mengejar karir tertinggi. Hingga kini, Anggun tercatat sebagai musisi Indonesia yang mampu menembus ketatnya blantika musik Eropa dan dunia, yang kerap disandingkan sebagai Madonna dari timur.
* * *
4. Iis Dahlia Iis Dahlia, merupakan sedikit dari beberapa musisi dangdut yang paling saya kagumi. Selain suara emasnya yang memang merdu, musisi berusia 40 tahun itu dikenal santun saat tampil di atas panggung maupun di layar televisi. Berbeda dengan musisi dangdut lainnya yang baru meroket pada awal dekade 2000-an yang lebih "menjual" goyangannya dibanding suara. Meski dangdut itu identik dengan goyangan, namun Iis Dahlia tetap mampu mempertahankan kemurnian dari musik asli Indonesia tersebut. Hanya, yang sangat disayangkan adalah ketika menyaksikan penampilan sosok yang pernah berduet dengan Ungu saat melantunkan tembang Hampa Hatiku, selalu tampil dengan berlinang air mata. Tak pelak, hal itu menyebabkan orang awam yang melihatnya menjadi bosan, meski secara musikalitas Iis tidak perlu diragukan lagi.
* * *
5. Chiquita Meidy Untuk era sekarang, mungkin nama Chiquita Meidy tidak terlalu dikenal. Tapi, pada pertengahan dekade 1990-an, musisi berdarah Minang itu, merupakan fenomena tersendiri dalam industri musik. Ya, saat masih menjadi penyanyi cilik, lagu-lagu dari Chiquita sangat digemari kalangan anak kecil maupun yang menginjak remaja. Lagu Kuku-kuku, Gigi-gigi, serta lagu daerah Sumatera Barat, Kampuang Nan Jauh Dimato, begitu populer. Apalagi ditunjang dengan tingkah lakunya yang imut dan menggemaskan, hingga membuat banyak orang pada mencubit pipinya yang tembem saat bertemu. Saya sendiri saat masih berseragam putih merah, pernah mengalami antusias yang sangat besar untuk bisa melihat Chiquita. Meski hanya sekilas, dan tidak sampai bersalaman, namun itu sudah sangat senang, saking ramai antrean penggemarnya ketika mengadakan suatu pertunjukkan di sebuah mal di kawasan Grogol, Jakarta Barat.