Lihat ke Halaman Asli

Choirul Huda

TERVERIFIKASI

Kompasianer sejak 2010

Adu Penalti, Beban Psikologis untuk Sang Penendang

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13354646141941588325

[caption id="attachment_173838" align="aligncenter" width="565" caption="Kegagalan Cristiano Ronaldo dalam babak adu penalti "][/caption] Menyaksikan pertandingan Real Madrid melawan Bayern Muenchen semalam, sungguh membuat penggila bola yang menontonnya menjadi penasaran. Bagaimana tidak skor 2-1 di awal babak pertama bertahan hingga wasit meniup peluit panjang dan berakhir dengan agregat 3-3. Karena di Allianz Arena minggu sebelumnya dimenangi Bayern Muenchen dengan skor yang sama 2-1, maka pertandingan pun dilanjutkan dengan babak adu penalti. Ironisnya untuk pemain Real Madrid harus tertunduk lesu karena hanya dapat mencetak gol adu penalti lewat Xabi Alonso, sementara ketiga pemain lainnya Cristiano Ronaldo, Kaka dan Sergio Ramos gagal saat mengeksekusi ke gawang kiper Bayern Muenchen, Manuel Neuer. Dari tim tamu sendiri hanya gagal dua melalui Toni Kroos dan Philip Lahm, sisanya ketiga trio Alaba, Mario Gomez dan Bastian Schwensteiger berhasil menyarangkan gol ke gawang Iker Casillas hingga meraih tiket ke babak final Liga Champions melawan Chelsea yang juga dihelat di Allianz Arena. Kegagalan Real Madrid ini memupus keinginan publik Spanyol untuk bisa menyaksikan pertandingan final nan prestisius El Clasico, setelah sebelumnya Barcelona pun tersingkir oleh Chelsea. Untuk pelatih Jose Mourinho ini adalah kegagalan keempat kalinya di semi final Liga Champions setelah sebelumnya langkah tim yang diasuhnya Real Madrid kalah saat melawan Barcelona di musim 2010/2011 dan ketika menukangi Chelsea di musim 2004/2005 serta 2006/2007. Dari empat kegagalan di semifinal dua diantaranya kalah menyakitkan melalui babak adu penalti seperti musim ini dan juga saat melatih Chelsea di musim 2006/2007 melawan Liverpool. Sama seperti adu penalti saat menghadapi Bayern Muenchen yang hanya bisa dicetak Xabi Alonso, pada pertandingan lima tahun yang lalu pun hanya satu pemain Chelsea yang berhasil tendangannya yaitu Frank Lampard, dua pemain lainnya Arjen Robben dan Geremi gagal. Tidak kalah miris adalah Cristiano Ronaldo yang kali ini kembali gagal mencetak gol dalam babak adu penalti, setelah sebelumnya sukses mencetak gol penalti di menit ke 6 dan sempat membawa Real Madrid unggul. Ketika membandingkan aksi Cristano Ronaldo di final Liga Champions 2007/2008 lalu saat masih berseragam Manchester United melawan Chelsea. Ada sedikit persamaan karena di waktu normal Cristiano Ronaldo mampu mencetak gol ke gawang Chelsea dan juga Bayern Muenchen semalam, namun gagal menaklukan kiper saat memasuki babak adu penalti. Berbeda nasib dengan waktu final empat tahun lalu dimana kegagalan Ronaldo masih terbantu dengan berhasilnya kelima pemain Manchester United dalam mencetak gol serta kegagalan juga dari dua pemain Chelsea, John Terry dan Anelka yang membuat skor akhir menjadi 6-5 dengan Manchester United menjadi juara. Padahal ketika sedang membela timnas Portugal, Cristiano Ronaldo selalu menjadi eksekutor yang baik dalam adu penalti saat tampil di ajang sekelas Piala Eropa 2004 pada perempat final melawan Inggris serta perempat final Piala Dunia 2006 yang juga menghadapi Inggris. Dalam drama adu penalti, tidak hanya Cristano Ronaldo saja pemain bintang yang pernah merasakan kegagalan. Pemain terbaik dunia 2007, Kaka pun gagal mengeksekusinya ke gawang Bayern Muenchen, menyusul pemain terbaik dunia 2009, 2010 dan 2011 Lionel Messi yang bola tendangannya masih membentur mistar saat diberi hadiah penalti melawan Chelsea di semifinal sebelumnya.

*    *    *

18 Juli 1994, sehari usai pertandingan final Piala Dunia antara Brasil melawan Italia, yang mana di menangkan oleh tim Samba serta euforia gaya khas menimang bayi dari Bebeto tidaklah membuat saya tertarik. Namun ketika melihat cuplikan pertandingan final yang ditayangkan berulang-ulang di beberapa stasiun televisi membuat saya yang kebetulan masih bocah menjadi penasaran. Bukan permainan menawan ala tarian samba dari Brasil yang berhasil menjuarai Piala Dunia 1994 itu ataupun kasus doping Maradona bahkan tertembaknya Andreas Escobar yang mencuri perhatian saya. Melainkan kegagalan Roberto Baggio ketika tendangannya melayang jauh di atas mistar gawang dalam babak adu penalti saat final Piala Dunia 1994 lalu. Waktu itu berhubung masih bocah dan hanya tahu beberapa pemain sepak bola seperti Roberto Baggio, Romario, Maradona serta sang penimang bayi, Bebeto. Sedihnya lagi saat menyaksikan tatapan kosong dari Roberto Baggio yang juga pemain terbaik dunia 1993 serta masih merumput di klub idola saya Juventus, sedang tertunduk lesu meratapi kegagalannya disaat pemain Brasil sedang suka cita merayakan keberhasilan mereka menjuarai Piala Dunia yang keempat kalinya. Empat tahun kemudian dalam ajang yang sama di Piala Dunia 1998, saya yang sedang semangat-semangatnya mendukung Italia karena ada Del Piero yang bermain, kembali harus merasakan kekecewaan. Langkah Italia terhenti di babak perempat final akibat kalah dari tuan rumah Prancis, juga dalam babak adu penalti. Kali ini Roberto Baggio berhasil mencetak gol ke gawang Fabian Bhartez, namun sayangnya kegagalan Albertini dan Luigi Di Baggio kembali memupus harapan Italia untuk melangkah lebih jauh karena Prancis sendiri sukses mencetak empat gol dengan hanya Lizarazu yang gagal. Akhirnya setelah menunggu 12 tahun lamanya di tahun 2006 tercapai juga dengan melihat Italia menang dalam babak adu penalti melawan Prancis sekaligus menjadi juara Piala Dunia untuk keempat kalinya. Suksesnya tendangan Fabio Grosso ke gawang Fabian Bhartez setelah sebelumnya juga diikuti oleh Del Piero, De Rossi, Materazzi dan Pirlo menyudahi pertandingan final yang penuh dengan kontroversi ini dengan aksi tandukan Zinedine Zidane ke dada Materazzi. Namun aktor penentu sebenarnya bukanlah Zidane, Grosso ataupun Materazzi, tetapi justru Trezeguet yang menjadi pesakitan akibat kegagalannya mengeksekusi tendangan penalti yang hanya mengenai mistar gawang Buffon. Sontak saja sosok Trezeguet yang dahulunya di puja karena berhasil membawa Prancis menjuarai Piala Eropa 2000 saat golden golnya membungkam Italia, berbalik menjadi pesakitan.

*    *    *

From hero to zero! Tiada tempat untuk seorang yang gagal di waktu yang tepat, itulah ungkapan satir dalam sepak bola modern yang menggambarkan betapa drama adu penalti menjadi momok untuk para pemain bintang. Roberto Baggio, Trezeguet dan Cristiano Ronaldo pernah merasakan hujan pujian karena keberhasilannya membawa timnya melangkah ke partai puncak, namun ketika di titik tersebut mereka terpeleset maka bayang-bayang kegelapan akan terus menghantui karir mereka hingga berhasil di lunasi. Tidak mudah mencetak gol dalam babak adu penalti, meski untuk sebagian pengamat yang mengatakan bahwa saat berhadapan dengan kiper yang hanya berjarak 12 meter dan lebar gawang hingga 7 meter. Tetapi ketika sudah memasuki lapangan untuk segera menendang bola, maka seorang pemain akan dihinggapi beban mental yang sangat tinggi. Bayang-bayang menjadi seorang pahlawan atau pecundang terus menghinggapi langkah mereka hingga wasit meniup peluit tanda harus dimulainya tendangan eksekusi. Banyak pemain bintang terkenal yang gagal dalam melakukan tugasnya melakukan tendangan penalti, seperti dalam final Liga Champions 2002/2003 antara AC Milan melawan Juventus. Kegagalan Trezeguet, Zalayeta dan Montero serta hanya Del Piero dan Birindelli yang berhasil mencetak gol ke gawang Dida membuat Juventus kalah di partai pamungkas tersebut. Karena dari AC Milan sendiri hanya gagal oleh Seedorf dan Kalaze dengan berhasilnya gol dari Serginho, Nesta serta Shevchenko yang menjadi penentuan untuk kemenangan AC Milan 3-2. Namun dua tahun kemudian di babak yang sama yaitu final Liga Champions 2004/2005 kembali Shevchenko menjadi aktor penentu, bedanya kali ini ia menjadi seorang pesakitan karena gagal mengeksekusi tendangannya ke gawang Jerzy Dudek dari Liverpool. Hanya Tomasson dan Kaka yang berhasil, sementara Pirlo serta Serginho gagal dan berbanding dengan Liverpool dimana hanya Riise yang gagal tetapi ketiga pemain lainnya berhasil, Hamman, Cisse dan Smicer. Drama pada babak adu penalti seolah menjadi momok dan angker untuk dilakukan pemain bintang, bahkan oleh sosok seorang David Beckham yang piawai mengeksekusi penalti apalagi tendangan bebas. Tendangan sang super star yang melenceng jauh ke atas gawang Victor Baia pada perempat final Piala Eropa 2004 melawan Portugal hingga kini dikenang sebagai salah satu hari terkelam olehnya. Karena saat itu ambisi Inggris yang para pemainnya sedang memasuki usia emas harus gagal di tangan tuan rumah. "Tak perduli sehebat apapun kita bermain sepanjang 120 menit, tak perduli setangguh apapun kita bertarung, namun saat memasuki adu penalti pemain langsung terjangkit penyakit psikologis dan sangat sulit untuk mencetak gol dalam situasi seperti itu," Ucap Frank Lampard menyikapi kekalahan Chelsea saat menghadapi Manchester United di final Liga Champions 2007/2008 ketika eksekusi John Terry dan Nicolas Anelka dimentahkan kiper Edwin Van Der Sar. Atau ungkapan kekecewaan yang mendalam dari Roberto Baggio yang teringat tragedinya sendiri usai mengomentari pertandingan Italia melawan Prancis. "Bila anda kalah di lapangan, itu hal yang bisa di terima dan tak perlu menyesal, namun bila kalah karena adu penalti saya sungguh tak bisa menerima. Gara-gara tiga menit kalah dalam adu penalti, maka empat tahun persiapan tim menjadi lenyap sia-sia." Juga sebuah pernyataan menarik dari Fabio Capello, mantan pelatih Inggris yang malang melintang di beberapa klub Eropa dengan sukses seperti Juventus, Real Madrid, AC Milan serta Roma. "Ketika adu penalti terjadi, anda harus memilih pemain yang akan melakukannya. Anda bertanya dan pemain menjawab: Mohon jangan saya! Dan bahkan itu terjadi pada pemain bintang paling hebat sekalipun yang pernah saya latih." Jadi jelas, dalam babak adu penalti bukan hanya soal pengalaman seseorang yang terbiasa mencetak gol penalti saja, melainkan juga kesiapan mental dari seorang pemain tersebut untuk melakukannya... [caption id="attachment_173839" align="aligncenter" width="597" caption="Kebintangan Roberto Baggio tenggelam hanya dalam hitungan menit di babak adu penalti"]

13354646811193236851

[/caption]

*     *     *

Referensi: Majalah Bolavaganza edisi 104 Juni 2010 dan edisi 57 Juli 2006 Ilustrasi: Guardian, Fifa - Jakarta, 27 April 2012




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline