Lihat ke Halaman Asli

Choirul Huda

TERVERIFIKASI

Kompasianer sejak 2010

Jangan Minder saat Jadi "Anak Bawang" di Tempat Kerja

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi anak bawang?

Hampir semua orang pernah merasakannya ketika pertama kali masuk kerja di tempat yang baru, entah itu saat pertama kali bekerja, ketika dimutasikan oleh perusahaan, atau sewaktu pindah dari tempat kerja yang lama. Kecuali kita sebagai salah satu dari anggota keluarga pemilik perusahaan itu, atau mempunyai saham, juga posisi kita lumayan menentukan seperti Supervisor atau Kabag dan sebagainya yang derajatnya lebih tinggi daripada karyawan biasa.

Kalau seperti itu, tentu tidak ada yang berani "menowel" ataupun mengganggu saat kita masuk kerja pertama kali, apalagi kalau kita sendiri dekat dengan pimpinan perusahaan. Bukannya jadi anak bawang, malahan berubah menjadi anak emas di perusahaan yang baru. Sebab, jangankan untuk menyuruh atau mengintimidasi, memanggil kita pun pasti karyawan senior lainnya penuh rasa segan, takutnya kalau kita adukan bisa berabe urusannya.

Beberapa minggu yang lalu kawan saya yang menetap di Bandung, mengeluh saat kami mengobrol via facebook. Ia yang dahulu posisinya sebagai Staff Administrasi di kantornya di kawasan Buah Batu, dipindahkan karena ada kekosongan jabatan di cabang perusahaannya di daerah Cibaligo, Cimahi. Maka oleh pimpinannya dimutasikan untuk mengisi posisi yang telah lowong selama beberapa bulan akibat ditinggal pergi karyawan yang lama.

Nah ditempat yang baru ini, memasuki seminggu kerja ia merasa tidak betah, bukan karena letaknya jauh dari tempat tinggalnya di daerah Kiara Condong. Melainkan karena sikap kawan kerjanya yang terkesan iri, disebabkan ia pindahan dari kantor pusat yang lumayan besar. Dari hari pertama ia sudah merasakan ada kejanggalan dalam bekerja, entah itu karyawan lain sering bisik-bisik lalu ketika ia menghampirinya mereka pura-pura membicarakan hal lain. Juga beberapa petinggi dari kantor cabang tersebut yang bertindak seolah-olah menganggap ia sebagai karyawan baru. Padahal ia sendiri telah bekerja di perusahaan itu selama lima tahun, dan pengalamannya akan garmen sudah lumayan banyak tapi entah kenapa ia merasa dirinya sering disepelekan dan seperti tidak dianggap.

Sekali dua kali, ia menganggapnya hal yang lumrah dalam dunia kerja, tapi setelah menginjak dua minggu kawan saya mikir, tidak ada perubahan sama sekali. Dalam percakapan dengan saya awal Februari lalu, saat itu ia sempat mengatakan "Gila nih orang-orang disini, pada songong banget udah gw diamin end banyak ngalah tetap aja gw ga dianggap. Kelamaan jadi pada ngelunjak ya!" Saya yang membacanya hanya bisa membalas agar sabar, dan sabar, karena itu adalah bagian dari kerasnya dunia kerja dan pernah juga saya alami sendiri, toh seiring waktu berjalan lama-lama sikap mereka akan mencair dengan sendirinya.

Yang bikin ia kesal adalah saat di kantor yang  juga sebagai pabrik, ia sering disuruh-suruh oleh karyawan lainnya yang posisinya sama namun lebih senior. Awalnya sepele, setiap kali ada catatan mengenai jam kerja karyawan atau lembur ia dimintai tolong untuk mengerjakan oleh kawan kerjanya dengan alasan untuk menambah pengalaman, padahal kerjaan itu sudah digeluti selama lima tahunan kerja. Lalu ketika ada inspeksi dari kantor pusat, tempatnya dahulu, ia yang disuruh untuk tampil dan memasang badan, dengan alasan ia sudah berpengalaman dan banyak kenal. Sungguh terbalik jadinya, membayangkan kawan saya yang rada senewen karena dikerjai oleh kawan kerja di tempat barunya itu.

Hingga senin kemarin, ketika saya menyapanya kembali di facebook, ia mengatakan bahwa keadaannya sudah hampir normal seperti di tempatnya dulu lagi. Ternyata alasan ia sering dikucilkan di tempat kerjanya yang baru adalah, kawan-kawannya merasa ia merupakan saingan. Juga ada yang menganggap ia sebagai "mata-mata" dari kantor pusat yang dikirim untuk mengawasi mereka.

Duh, saya yang mendengar penuturannya hanya bisa tertawa akibat salah penafsiran beberapa kawan kerjanya itu. Tetapi kawan saya merasa bersalah juga, sebab ketika pertama kali memulai kerja di tempatnya yang baru, ia tidak cepat-cepat untuk beradaptasi dan menyapa mereka. Sampai timbul prasangka dari beberapa kawannya itu,  bahwa ia seorang yang sombong, angkuh dan tidak bisa bergaul. Padahal setahu saya, ia memang seorang yang cuek-bebek walau orangnya sopan tapi kalau bicara pada orang lain sering memakai logat elo-gue. Karena menganggap kawan-kawan barunya sama dengan kawannya yang lama di tempat bekerja dahulu, yang sudah pasti sudah sikapnya luar dalam.

Tetapi akhirnya ia pun tersadar, dan mulai memperbaiki sikapnya agar bisa berbaur dengan kawan kerjanya yang lain. Sebab tidak enak juga saat satu kantor seakan tidak kenal dengannya satu sama lain, apalagi waktu makan siang dimana ramai sekali orang pada ngobrol-ngalor ngidul, tinggal ia sendirian seperti orang bingung. Alhamdullilah setelah ia rutin menyapa dan sopan saat mengajak ngobrol mereka, kemudian sama-sama mengerjakan pekerjaan dari kantor, dapat juga mencair hubungan antara ia  dengan kawan kerjanya yang baru.

Berkaca dari pengalaman kawan saya, untuk itu kalau kita pindah kerja ke tempat yang baru meski masih satu perusahaan ataupun beda, yang harus diutamakan adalah sikap kita kepada kawan baru dan juga lingkungan sekitarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline