Lihat ke Halaman Asli

Choirul Huda

TERVERIFIKASI

Kompasianer sejak 2010

Dilematis Pasca Lulus Sekolah, Melanjutkan Kuliah atau Memilih Bekerja?

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13285798241499511511

[caption id="attachment_168912" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Kuliah atau kerja? Itu jawaban yang sulit dari sebuah pertanyaan yang sebenarnya simpel, namun sangat menentukan langkah seseorang untuk kedepannya. Hari minggu kemarin, saat bertandang ke rumah seorang kawan untuk acara reunian awal bulan, tidak sengaja saya mendengar obrolan dari Orang Tua kawan dan juga adiknya. Sebuah bincang bincang hangat yang terjadi di ruang keluarga, tidak jauh dari teras yang saya dan beberapa kawan Sma dahulu sedang dipakai untuk ajang silaturahmi. Saat itu, dari balik pintu kedengaran dari Sang Ibu untuk menginginkan adik dari kawan saya yang bernama Nizar agar melanjutkan kuliahnya di Yogya bersama dengan sanak famili beliau. Namun karena adik kawan saya itu menginginkan kerja karena ditawari posisi yang menarik oleh Pamannya di daerah Tangerang, maka ia pun menolaknya. Dengan jelas saya mendengar ia ogah-ogahan saat menjawab pertanyaan orang tuanya dengan alasan ingin merasakan hidup mandiri. Terang saja Orang tua kawan saya itu menjadi marah, bukan sebab soal lokasi kerja yang jauh dari keluarga, melainkan karena mereka, terutama sang Ibu menginginkan ketiga anaknya bergelar Sarjana. Kalau melihat dari latar belakang keluarga mereka memang sangat memungkinkan, karena kawan saya yang anak sulung juga bergelar S1 di bidang Ekonomi. Lalu adik keduanya yang perempuan juga hampir menamatkan bangku kuliah di semester lima, nah tinggal adik bungsu yang saat ini berusia 17 tahun dan duduk di kelas tiga Sma negeri di kawasan Gambir. Dari obrolan yang saya dengar dari mereka, antara Adik kawan saya, Ibu, serta Ayahnya, tampak ramai sekali memperbincangkan tentang masa depan sang Adik. Kebetulan acara reuni diadakan di hari minggu, jadi meski berbeda ruangan tetap saja terdengar suara keluarga kawan saya. Hingga akhirnya sang Adik terlihat malas karena merasa sudah besar dan hidupnya terus diatur oleh Orang tua, terutama sang Ibu. Berbeda dengan Ayahnya yang menjawab diplomatis dengan memberikan kebebasan untuk melanjutkan kuliah atau bekerja. Nah, si Ibu ini sangat keukeuh memaksa anak bungsunya untuk kuliah, karena merasa zaman sekarang ini penting untuk mempunyai gelar, minimal S1. "Lihat saja sekarang, yang Sarjana saja banyak yang nganggur apalagi kamu cuma lulusan Sma?" Ucap sang Ibu, mengemukakan pendapatnya, wajar saja sebab sebagai orang tua tentu menginginkan sang anak sukses dan berhasil. Namun si anak pun tetap dengan pendiriannya untuk mencari kerja agar bisa hidup mandiri serta tidak terlalu mengandalkan kekayaan orang tuanya. Sampai akhirnya karena tidak tahan akibat didesak terus, sang anak pun berkata bahwa itu semua masih jauh, sebab ini masih bulan Februari. Sedangkan ujian saja sekitar bulan Mei, jadi masih banyak waktu untuk memikirkan itu semua, jawabnya sembari pamitan pergi. Sang Ibu yang mendengar penuturan anaknya, meskipun kesal namun sedikit dapat menerima karena memang betul masih ada waktu dua bulan untuk memikirkan lebih lanjut mengenai masa depan anak bungsu mereka. Mendengar itu semua, saya pun bertanya pada sang kawan mengenai tekad adiknya itu. Dari penuturannya memang jelas, sedari kelas dua lalu adiknya ingin sekali bekerja dan mencari uang sendiri. Sebab bisa bebas menggunakan tanpa harus meminta pada orang tua, namun untuk urusan melanjutkan kuliah atau bekerja, ia sendiri tidak bisa ikut campur. Sebab menurutnya sang adik sudah besar dan bebas menentukan jalan hidupnya sendiri asal bisa menjaga diri serta nama baik keluarga dan tidak terpengaruh hal negatif. Saya yang menyimak perkataannya jadi membayangkan ketika lulus Sma dahulu, hampir persis dengan apa yang dialami oleh adiknya. Waktu itu, disaat usia baru menginjak tujuh belasan dan sedang mengalami masa-masa muda untuk pencarian jati diri, saya pun memilih untuk bekerja dibandingkan melanjutkan bangku kuliah. Untungnya dari pihak keluarga, meski awalnya menentang keras akhirnya mendukung juga mengingat kalau dipaksa terus pun malah tidak akan benar. Takutnya akan terbengkalai dan sayang uang yang sudah susah-susah dicari akan hilang begitu saja akibat putus di tengah jalan. Dengan alasan untuk membantu orang tua, usai mengambil ijazah Sma saya hijrah ke Bandung untuk melamar kerja di berbagai perusahaan yang telah direncanakan dari awal. Harapan sempat membuncah tinggi, mengingat suatu saat ketika saya pulang ke Jakarta akan menjadi orang dan memperbaiki taraf hidup keluarga. Namun harapan tinggal harapan, manusia boleh berusaha tetapi Tuhan yang menentukan. Sudah beberapa bulan lamanya ditolak kerja di beberapa perusahaan dengan alasan satu: Tidak menerima Lulusan Sma! Malu, kesal, kecewa hingga ingin marah bingung untuk dilampiaskan pada siapa, maklum usia masih muda jadi masih rentan dengan yang namanya labil. Ingin kembali lagi ke Jakarta dan berniat melanjutkan Kuliah, tapi pikiran itu segera dibuang jauh-jauh. Sebab tidak mungkin menarik kembali perkataan yang sudah terucap atau dalam bahasa sehari-harinya adalah menjilat ludah sendiri... Hingga beberapa bulan luntang-lantung tidak keruan, sementara saat sms atau telepon dengan kawan Sma banyak yang membicarakan tentang kuliahnya yang menyenangkan, apalagi yang masuk Perguruan Tinggi Negeri. Saat itu hanya bisa iri, sebab saya sendiri meski sudah bekerja namun "hanya" sebagai kurir saja, mengingat itulah posisi yang pas untuk lulusan Sma. Namun seiring waktu berjalan, ternyata benar kata pepatah bahwa roda itu terus berputar. Disaat kawan saya yang telah lulus D3, S1 atau sudah menjadi Sarjana masih kelimpungan mencari pekerjaan yang cocok. Alhamdullilah saya sudah menikmati pekerjaan saya sebagai pengawas di pertambangan, meski jauh dari keluarga. Sampai akhirnya dengan menyisihkan sedikit demi sedikit, dapat juga saya merasakan duduk di bangku kuliah walaupun sudah telat enam tahun. Tetapi ya itu tadi, meski di kelas saya adalah mahasiswa yang paling tua (kalau ditilik dari usia) namun saya merasa enjoy, apalagi Keluarga. Setidaknya saya dapat membuktikan kepada Orang tua tentang ucapan yang terlontar dahulu saat lulus Sma, dan ternyata dibutuhkan waktu enam tahun untuk bisa merasakan hidup mandiri tanpa harus meminta uang untuk bayar kuliah kepada Orang tua. Kawan saya yang mendengarkan cerita dan pengalaman saya pun menganggukan kepalanya, tanda ia pun setuju dengan tekad sang adik untuk mencoba bekerja. Memang sih tidak mudah, sebab saya sendiri untuk merasakan duduk di bangku kuliah, meski hanya D3, namun tetap butuh proses yang rumit. Menghemat pengeluaran saat gajian tiba adalah hal yang paling memusingkan, sebab kalau tidak pandai-pandai mengaturnya, bisa besar pasak daripada tiang. Untuk kawan Kompasianer yang masih mahasiswa dan juga sambil bekerja tentunya merasakan, awal bulan disaat menerima gaji sudah ditunggu oleh setumpuk anggaran. Bayar kuliah bulanan, beli pulsa, beli makan, bensin atau malah bayar cicilan motor bagi yang mempunyainya. Hingga terkadang hanya ada satu kata untuk memberikan perumpamaan saat awal bulan, yaitu Pengiritan! Lalu harus pandai-pandai untuk mengatasi waktu, karena biasanya jam kerja hingga pukul 17 sore bahkan lewat, sedangkan kuliah sendiri dimulai pukul 17 teng. Yang biasanya terjadi adalah telat masuk kelas, akibat macet di jalan yang terkadang Dosen kurang mengerti. Belum lagi ketika ada dua hal penting yang bentrok pada waktu bersamaan, antara memilih lembur kerja karena diperintah atasan atau mengikuti Ujian. Untuk yang satu ini harus pintar-pintar melihat situasi dan kondisi, saya sendiri tidak jarang untuk lebih memilih lembur kerja. Bukan karena menyepelekan kuliah yang sangat diidam-idamkan, melainkan sebuah pemikiran realistis, kuliah penting begitu pun dengan kerja juga penting. Namun untuk saat ini tanpa kerja, bagaimana bisa untuk bayar uang kuliah?

*   *   *

Untuk itu, ada kelebihan masing-masing saat seseorang lulus Sma hendak memilih akan meneruskan kuliah atau bekerja terlebih dahulu. Meneruskan Kuliah: - Dapat meraih gelar sarjana diwaktu yang singkat, minimal usia 21 tahun sudah berpredikat S1 kalau ia masuk kuliah dari usia 17 tahun. - Bisa langsung berkeluarga di rentang usia yang masih muda. Dengan asumsi lulus kuliah langsung bekerja dua atau tiga tahun, lalu setelah mapan dan merasa cukup langsung menikah. Berbeda dengan orang yang memilih bekerja terlebih dahulu, tentunya setelah merasa cukup untuk biaya kuliah, maka ia akan melanjutkan kuliahnya dahulu hingga lulus. Baru tiga atau empat tahun kemudian memikirkan untuk berkeluarga. - Mudah mencari pekerjaan yang diinginkan karena mempunyai ijazah terutama yang bergelar sarjana di bidang tertentu. Bekerja terlebih dahulu: - Lebih banyak pengalaman. Karena disaat kawan kita sedang duduk di bangku kuliah atau bereksperimen di laboratorium, kita sudah melanglang ke berbagai tempat di Indonesia, kalau kebetulan bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak seperti di bidang kontraktor, perumahan atau pertambangan. Ada suatu kepuasan tersendiri, sebab ilmu didapat langsung dari lapangan. - Menghargai sulitnya mencari uang. Jujur untuk yang ini, meski uang serebu perak (rp 1.000) bagi saya sangat berharga, karena diraihnya dengan keringat dan hasil jerih payah sendiri. Berbeda kalau melalui pemberian orang tua atau keluarga yang terkadang kita suka seenaknya saja, karena merasa besok pun masih dikasih lagi. - Menjadikan suatu pelajaran. Biasanya saat melamar kerja, lulusan Sma berada di kasta terbawah setelah S2, S1,dan D3. Ini sudah lumrah terjadi, berdasarkan pengalaman saya. Namun menurut keterangan beberapa kawan yang sekarang telah sukses, potensi keberhasilan dari lulusan Sma justru lumayan banyak saat bekerja di suatu perusahaan. Sebab biasanya lulusan Sma dimulai menjadi kurir, OB, Cleaning Service dan sebagainya, namun justru itu menjadi cambuk, karena ada beberapa kawan saya yang dahulunya menjadi OB di sebuah perusahaan periklanan sekarang diangkat menjadi staff akibat orangnya yang telaten dan rajin. Sama halnya dengan beberapa pengusaha yang sukses dari nol. Dari beberapa kesimpulan diatas, baik atau tidaknya pilihan seseorang, entah itu setelah lulus sma langsung melanjutkan kuliah atau bekerja. Tergantung dari isi hati orang tersebut juga melihat perkembangan situasi dan kondisi yang memungkinkan untuk memilih satu diantaranya. Karena apapun yang kita pilih akan menjadi baik kalau kita melaksanakannya dengan benar. Semoga bermanfaat.

*   *   *

Djembatan Lima, 06 Januari 2012 - Choirul Huda (CH)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline