Lihat ke Halaman Asli

Choirul Huda

TERVERIFIKASI

Kompasianer sejak 2010

Aku Ingin Hidup Normal

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkadang, aku benci pada seluruh dunia, masyarakat, serta orang yang berada disekitarku. Hampir seluruhnya memandangku aneh, entah kenapa, mengapa entah aku dan sebangsaku adalah orang yang paling hina dina di muka bumi.

Keberadaanku pun sama sekali tidak diakui oleh Pemerintah, terbukti di dalam setiap kartu identitas yang ku punya, tidak ada satupun yang mencantumkan perbedaan selain pria dan wanita.

Padahal, aku pun ingin seperti kalian, bercanda, tawa dan berderai kebahagiaan. Tetapi itu semua hanya mimpi belaka untukku.

Usia 12 tahun, saat teman sebayaku gemar bermain kelereng, layang-layang dan juga meniru ala Ksatria Baja Hitam, memang aku sendiri rada aneh. Malah aku asyik dengan yang namanya congklak, main lompat karet bak anak perempuan, dan yang parah lagi adalah hobby mengoleksi boneka barbie...

Padahal, aku sebenarnya tak tahu, toh aku hanya anak usia belasan tahun yang sama sekali belum mengenal apa itu baik dan buruk. Hingga usiaku tepat 17 tahun, datanglah sebuah olok-olok yang mengerdilkan sebuah gender. Yakni, Bencong!

Sedih, kecewa, kesal, dan gelisah bercampur aduk menjadi satu.

Semua saling menjauhkanku, mulai dari teman sekolah, teman main di rumah, bahkan beberapa tetangga juga enggan untuk mendekati. Hanya tersisa Adik dan dua Kakak yang saling mengasihiku.

Mulai saat itu, aku sangat membenci dunia, sama halnya ketika seluruh dunia membenciku. Kecuali beberapa orang, ingin ku menampar semuanya yang telah mengolok-olok diriku, mencapku dengan konotatif negatif, serta mencemooh hingga merasuk ke tulang sumsum.

Hingga aku memutuskan untuk hijrah dari tempat tinggalku dulu, dan berkelana entah kemana hingga tak tahu rimbanya.

Namun, lagi-lagi tiada satupun yang menerima. Hanya komunitas sebangsaku saja yang menganggap aku saudara karena berperangai sama dengan mereka.

Ya, sebutan bencong yang suka mangkal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline