Lihat ke Halaman Asli

Choirul Huda

TERVERIFIKASI

Kompasianer sejak 2010

Kisah Tak Sampai untuk Kemuning

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

[caption id="attachment_150253" align="aligncenter" width="523" caption="  "][/caption] 29 Juli 2008, Painan, Sumatera Barat. Saat angin berhembus bertautan dengan lajunya sang ombak yang mengalun lembut di pesisir pantai, terlihat pemandangan indah yang menyeruak dalam sosok dirimu. Terpaan angin memikat, begitu lembut menyisir rambut indahmu. Kilau matahari menjelang senja, sangatlah membuat manis dirimu, cahaya berkeredup, hingga membuat semu rona wajahmu. Kala itu... Ya, kala itu, tatkala kita masih bersama.

*   *   *

17 Agustus 2008, Padang, Sumatera Barat. Dengan menyusuri pantai nan permai di kota yang sebenarnya indah dan juga menawan. Dirimu yang elok kembali memegang erat tanganku. Kemuning... Ya, itulah namamu yang indah. Sangat indah, melebihi seluruh nama yang ada di dunia ini. Melebihi sosok mutiara bernama Margaretha.

*   *   *

2 September 2008, Buah Batu, Bandung. Dalam sebuah lobby hotel berbintang empat, yang merupakan salah satu termewah serta termegah di kota kembang. Namun segala kemewahannya tidak bisa menandingi kemewahan alami dari dalam dirimu. Juga ribuan Kembang yang bermekaran disana, tak satupun yang dapat menandingi keindahan dirimu. Bahkan, ketika dirimu sedang kuncup sekalipun.

*   *   *

*   *   *

16 Desember 2011, Kemang, Jakarta Selatan. Samar-samar dalam sebuah kafe nan redup dimalam hari, aku melihat sosok bayangan nyata yang sudah tiga tahun belakangan ini telah hilang dari lubuk hati yang paling dalam. Saat ku ingin menyapa, Ketika ku ingin memanggil namamu, Dan, sewaktu aku ingin mengulurkan tangan, Ternyata, sosok bocah kecil nan lucu dan imut telah mendahuluku. Lambaian tangannya yang polos, Dan, pandangan matanya yang berbinar, bersih bak berkilauan bidadari. Hingga hatiku tergugu, untuk terhenti jejaknya.

*   *   *

Saat pandangan mata kita saling beradu, Hanya bertemankan seorang bocah kecil yang lugu, Satu jam, kita saling berdiam diri, Hingga sang Bocah, yang menggemaskan menjadi saksi, Tentang apa yang kita telah lakukan dahulu...

*   *   *

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline