Lihat ke Halaman Asli

Choirul Huda

TERVERIFIKASI

Kompasianer sejak 2010

Kompasianer Menggugat

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lelah aku menghadapi semua ini, semua saling tuding, caci maki dan hujat-menghujat tak karuan. Dan akulah yang dijadikan sebagai kambing hitam atas kekisruhan selama ini.  Saat ku mengingat sebulan belakangan, entah berapa banyak goresan, tusukan, tikaman, sayatan yang kualami, hingga yang terparah adalah "senyum sinis" dari semua orang.

Berawal dari awal bulan lalu, saat November hujan dan mendung kelabu selalu menyelimuti semua orang. Aku sudah di cerca sebagai seorang penulis cerpen, puisi dan cermin tak berbobot, yakni sastra instan. Entah siapa orang yang tega mengutarakan perasaannya itu, bak seorang pujangga ternama yang selalu menyimak karya orang dengan kipas di tangan kiri dan biji catur di tangan kanannya.

Toh sastrawan besar pun tiada yang berani menuding hasil karya koleganya, senior atau juniornya. Masihkah ingat saat era 70 sampai 80an lalu, ribut-ribut soal sastra ambigu yang menyeruak? Ah mungkin ia sendiri pun baru lahir, atau ketika pertengahan tahun 95 lalu ada konfrontasi sastra di kalangan para penyair dan penggubah. Ah, lagi-lagi ia pun mungkin masih remaja. Namun, satu setengah dekade kemudian, tudingan yang aku terima darinya sungguh menyakitkan, hasil jerih pikirku bermalam-malam disebut “hanya” sebagai karya instan…

*    *    *

Beranjak pertengahan bulan sebelas yang masih mendung, namun belum juga turun hujan, kembali warna-warni mewarnai pancawarna di dunia maya yang tak berwarna.

Sebuah sayatan yang maha dahsyat kembali mengenai di pelipis romanku. Aku dibantai ramai-ramai oleh ribuan orang yang mencap diriku sebagai seorang pribadi ganda! Membuat kloningan, akun palsu dan juga memalsukan data diri palsu dengan seorang anak muda asli, namun palsu. Hujatan, cercaan, hinaan, bahkan sindiran yang aku terima sungguh menyakitkan, tentang sekuel diriku! Namun itulah kenyataan yang sama sekali tidak palsu.

Mulai dari punakawan, abdi dalem, kaum Pandawa, Kadang Kurawa yang suka buat rusuh, Buto Ijo dengan cecoronya, Cakil, Lanang, Srintil, para Dewata di khayangan Suralaya, bahkan sampai Sang Mahadewa turun tangan langsung dari Khayangan Jonggringsalaka. Akibatnya, namaku dicoret dari salah satu nominasi Terfavorit. Aku pun bagaikan seonggok Burisrawa yang terluka akibat cinta ditolak Sumbadra sang kekasih Arjuna.

*    *    *

Awan hitam mulai beranjak menyemai atmosfir diantara ranah tanah nan tak ramah.

Kembali diriku dibangunkan dari tidur yang singkat ini, kini judul-judul tulisanku dipermasalahkan lagi. Berbeda dengan tulisanku yang di cap Instan, kali ini aku pun banyak mengundang simpati, empati, walau terkadang makan hati. Hanya Judul, sebenarnya tak masalah juga, kalau benar isi dari tulisanku hanya judulnya saja yang vulgar, namun ya itu tadi. Manusia di dunia ini selalu ingin benar sendiri, kalau kehendaknya ditolak ia akan mencari celah, sela, bahkan tak rela melihat tulisan dariku yang katanya agak vulgar. Namun, kalau ditilik lebih jauh, ini adalah ranah sosial. Artinya, semua orang bebas mengekpresikan pendapatnya masing-masing dengan pertanggung jawabkan sendiri. Toh, aku bikin hanya judul, isinya vulgar atau tidak tergantung penilaian orang lain.

Kalau main jujur-jujuran, apa reaksi kita setelah melihat belahan dari seorang artis jambul khatulistiwa yang ditandatangani pesepak bola lelalaning jagat, David Beckham? Apakah reaksi kita akan berdehem (ehm, ehm), mengeluarkan air liur sebagai manusia normal, atau mengumpat dengan mengatakan itu vulgar, yang sebelumnya tak lupa memandangi lagi barang sekejap...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline