[caption id="attachment_306024" align="aligncenter" width="491" caption="#KompasianaNangkring bareng Kementerian PU (foto koleksi pribadi: www.kompasiana.com/roelly87) "][/caption]
Sudah hampir sepekan acara Kompasiana Nangkring bareng Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU) berlalu. Event yang diselenggarakan di ruang perpustakaan digital Gedung KemenPU, Kebayoran Baru, Jakarta Pusat, Selasa (29/4) ini dihadiri sekitar 50 Kompasianer.
Awalnya, setelah membaca postingan di akun Admin Kompasiana bertema "Mengenal Infrastruktur PU Lewat Perpustakaan Kementerian PU", saya sempat ragu untuk mengikuti acara tersebut. Bukan karena acaranya nyaris bertepatan dengan jam kerja atau lantaran lokasinya di Gedung KemenPU itu sendiri yang sudah tentu dihadiri pejabat teras mereka.
Hingga, saya berasumsi acaranya terlalu formal dan kurang cocok untuk saya yang terbiasa santai saat mengikuti beberapa event yang diadakan Kompasiana. Sebut saja, dua Kompasiana Nangkring sebelumnya yang pernah saya ikuti bertempat di kafe dengan kesan leluasa untuk kumpul dengan Kompasianer lainnya.
Apalagi, tema acaranya juga tergolong rumit karena bersinggungan langsung dengan birokrasi yang saya anggap kurang seksi untuk kalangan blogger. Berbeda dibanding dua Kompasiana Nangkring sebelumnya yang saya hadiri dengan tema yang sudah tak asing lagi. Yaitu, tentang narkoba dan peran wanita di acara Nangkring Kompasiana bareng Manulife dan pertambangan (Newmont).
Namun, setelah beberapa saat menyimak jalannya diskusi yang dimoderasi salah satu Admin Kompasiana, Iskandar Zulkarnaen bersama Sekjen KemenPU, Ir. Agoes Widjanarko dan Kapuskom KemenPU, Danis Sumadilaga membuat saya penasaran. Terlebih, setelah mengecek goodie bag, selain "isinya" menarik, juga dipenuhi berbagai buku yang berisi tentang riwayat KemenPu dari masa pra kemerdekaan hingga kini.
Maklum, sebagai blogger yang sudah tiga tahun bergabung di Kompasiana, jujur saja kalau goodie bag merupakan faktor "perangsang" dalam setiap mengikuti acara. Nah, kebetulan pada acara KemenPU itu terdapat katalog yang memuat puluhan foto proses pembangunan di Indonesia. Mulai dari jembatan penyebrangan, gedung pemerintahan, jalan raya, hingga yang berskala raksasa seperti bendungan.
Saya pribadi tertarik saat menyaksikan fakta tentang Jalan Tol Bali Mandara yang menghubungkan Nusa Dua dengan Benoa di Provinsi Bali. Sebab, selain Mandara termasuk salah satu barometer keberhasilan KemenPU yang menjadikannya sebagai jembatan terpanjang di Indonesia sekaligus Asia Tenggara. Sebab, proyek yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 23 September itu memiliki keistimewaan sebagai tol pertama yang dibangun di atas laut!
Hanya, saya sendiri belum sempat melewatinya karena saat berkunjung ke Pulau Dewata pada 7-15 September lalu, Mandara belum dibuka untuk umum. Jadi, dengan melihat rangkaian foto di beberapa katalog serta keterangan dari Agoes Widjanarko, sedikitnya menambah pengetahuan bagi saya. Pasalnya, Sekjen PU itu menyebut alasan pembangunan jalan tol di atas laut karena harga tanah di Bali sangat mahal.
* * *
Tiga jam lebih saya menyimak pembahasan dan diskusi dari beberapa pejabat teras KemenPU bersama puluhan Kompasianer. Yang paling menggelitik saat saya mendengar pertanyaan dari kawan Kompasianer Dian Kelana mengenai "Proyek Abadi" di Pantai Utara Jawa (Pantura). Bagi saya, soal Pantura merupakan masalah yang seksi. Kenapa? Karena berlangsung setiap tahun dan seolah tidak pernah berhenti.