[caption id="attachment_328065" align="aligncenter" width="491" caption="Dahlan Iskan dengan santai bercerita (foto: www.kompasiana.com/roelly87)"][/caption]
Indonesia akan menjalani pergantian pemimpin pada 20 Oktober mendatang. Saat itu, tentu terdapat beberapa perubahan pada Kabinet Indonesia Bersatu II. Mengenai suksesi tersebut, saya jadi teringat pada sosok vokal yang menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan. Bagi saya, pria yang akrab disapa dengan panggilan inisial, Pak DI ini merupakan figur yang unik.
Wajar, karena sejak tahun 2011 lalu, Dahlan dikenal sebagai sosok yang kerap berperilaku nyeleneh. Tentu, semua yang dilakukannya sangat positif dan tanpa pencitraan layaknya beberapa pejabat saat ini. Wajar, bila saya memasukkan beliau sebagai anggota "Empat Serangkai" bersama Joko Widodo (Jokowi), Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), dan Ridwan Kamil (Emil). Itu karena kinerja mereka sudah teruji.
Di antara keempat figur tersebut, hingga kini baru Dahlan yang saya dapat temui langsung. Tentu, itu berkaitan dengan pekerjaan saya sehari-hari. Kebetulan, Pak DI ini bukan orang asing di dunia olahraga. Beliau kini menjabat sebagai Ketua Federasi Barongsai Indonesia (FOBI). Bahkan, pria berusia 63 tahun ini memiliki pengalaman segudang di sepak bola. Tepatnya, pada dekade 1990-an, Dahlan akrab dengan klub Persebaya Surabaya. Baik sebagai manajer umum atau Ketua Harian. Alhasil, sejak 2013 lalu, obrolan kami terasa nyambung setiap kali bertemu.
* * *
Pagi itu di bulan September, saya kembali menemuinya di kantornya di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Tidak lain untuk meminta pendapat mengenai performa tim nasional Indonesia U-23 dan U-19. Dahlan pun dengan antusias menceritakan a sampai z mengenai performa "Tim Garuda". Tak hanya itu, beliau pun menyisipkan cerita masa lalunya yang tentu tidak bakal saya dapat jika sekadar hanya membaca biografinya saja.
Hanya, sebelum itu, saya harus menunggu sekitar empat jam. Lantaran ketika saya tiba di kantornya, beliau sedang bersiap menuju bandara Soekarno Hatta untuk rapat direksi. Hebatnya, seakan tidak ingin mengecewakan saya, Dahlan yang semasa muda disebut sebagai salah satu jurnalis terbaik yang pernah dilahirkan di negeri ini mengirim pesan.
"Aduh, saya ada rapat dengan Garuda. Mungkin bisa menunggu di RRI jam 10.00 WIB," ujar Dahlan melalui pesan singkat (sms) yang sudah pasti saya jawab, iya. Singkatnya, beliau tiba sebelum satu jam dari yang ditentukan. Seusai melakukan diskusi mengenai donor darah, beliau pun mengajak saya kembali ke kantornya. Ketika saya ingin menuju tempat parkir, saya dicegah. Ternyata, saya diminta untuk naik ke mobil dinasnya.
Tentu saja, sambutan hangat ini membuat saya kembali deg-degan. Sebab, ini kali kedua saya diberi tumpangan dari seorang menteri untuk melakukan rutinitas pekerjaan. Menurut Dahlan, hari itu jadwalnya sibuk karena harus menemui beberapa kolega lainnya, jadi beliau mengajak wawancara dengan saya di dalam kendaraannya. Mungkin disebabkan mantan Direktur Utama PLN tidak enak hati karena sudah melontarkan janji kepada saya.
Sudah pasti dapat saya memakluminya mengingat di lobi kantornya sejak pagi memang sudah menunggu beberapa orang yang ingin menemuinya. Baik itu dari pejabat pemerintahan, swasta, hingga media. Ternyata, kami tidak menuju kantornya, melainkan ke sebuah rumah makan di bilangan Pecenongan, Jakarta Pusat. Tepatnya, Dahlan hendak sarapan bubur dahulu karena sejak pagi memang beliau sudah diburu rutinitasnya yang padat.
Nah, dalam perbincangan di mobil dan juga restoran, Dahlan menceritakan banyak hal. Termasuk masa lalunya yang unik karena beliau mengaku tidak tahu tanggal lahirnya. "Itu, 17 Agustus ya saya yang pilih. Sebab, orangtua saya dulu memang tidak mencatat tanggal segala. Yang pasti, seingat saya lahir enam tahun setelah merdeka," kata Dahlan menyebut hari kelahirannya.