PAGI itu, Sabtu (7/2) notifikasi pada aplikasi whatsapp saya menyala. Pertanda ada pesan masuk dari seorang kawan yang sedang berada di benua biru. Saat itu, sosok yang juga kolumnis di berbagai media ini kaget ketika mengetahui tulisan saya tentang Anang Iskandar yang jadi calon Kapolri mejeng di halaman depan Kompasiana (headline atau HL). Kebetulan, pria berusia tiga windu lebih itu, melihatnya di kanal Berita Pilihan yang ada di Kompas.com.
Yang membuat kawan tersebut sedikit bingung, karena saya membuat tulisan mengenai polisi. Sebab, menurut yang dia tahu, biasanya membaca tulisan saya tentang olahraga, film, musik, dan lifestyle. Dengan tersenyum, tentu saja saya jawab, bahwa saya memang kerap menulis "gado-gado". Dalam arti, adakalanya soal sepak bola, olahraga, musik, film, hingga kuliner.
Namun, untuk hal-hal tertentu, tak jarang saya membuat postingan mengenai pemerintahan. Mulai dari pejabat, aparat kepolisian, militer, dan sebagainya. Tentu, dengan opini saya pribadi yang murni subyektif. Yang menjadi pertanyaan beliau adalah, kenapa saya hanya menulis tentang Anang Iskandar. Sebab, menurutnya, kans Kepala BNN itu cenderung kecil ketimbang beberapa calon lainnya.
Jawaban saya adalah, saya tidak peduli kans Anang Iskandar sebagai Kapolri itu besar atau kecil. Alasan saya menulis profilnya karena saya memang sudah "merasa" dekat. Dalam arti, saya sudah tiga kali bertemu dengan mantan Kapolda Jambi tersebut. Jujur saja, jika saya sering bertemu dengan calon Kapolri lainnya, termasuk Budi Gunawan dan Budi Waseso, mungkin saya akan menulis hal yang sama.
Kembali mengenai perbincangan dengan kawan melalui whatsapp. Saat itu juga, saya jadi tertarik untuk mencoba menulis profil beberapa calon Kapolri. Hanya, saya urungkan mengingat ketika itu saya masih berada di luar kota. Sebab, meski bisa saja menulisnya berdasarkan sumber di internet -bukan Wikipedia- tapi bagi saya itu kurang terverifikasi dan harus menambahnya dengan referensi tertulis di media cetak seperti koran, tabloid, dan majalah, yang tersimpan rapih di rumah.
Hingga, setelah banjir yang mengguyur kota Jakarta selama dua hari mereda, saya pun mulai mengumpulkan beberapa sumber. Baik itu dari media cetak maupun online untuk dijahit ulang menjadi sebuah artikel. Berikut profil enam calon Kapolri yang semuanya berpangkat Komisaris Jenderal (Komjsen) beserta plus dan minusnya versi saya:
1. Badrodin Haiti
Jabatan saat ini: Wakapolri yang melaksanakan tugas Kapolri
Lahir: 24 Juli 1958 (56 tahun)
Lulusan Akpol: 1982
Plus: Sebagai pemimpin tertinggi Kepolisian di negeri ini usai ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggantikan Kapolri sebelumnya, Jenderal Sutarman.
Minus: Terindikasi isu rekening gendut dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) ketika menajbat sebagai Kapolda Sulawesi Tengah pada 2007. Saat ini hanya bintang tiga -Kapolri bintang empat- yang tentu saja kurang "power" di mata bawahannya.