Lihat ke Halaman Asli

Roe Ardianto

Roe Ardianto

Pembatalan Keberangkatan Haji 2020: Salah Jokowi?

Diperbarui: 4 Juni 2020   01:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemerintah dalam hal ini Kemenag melalui Menteri Agama, di Jakarta, Selasa (2/6/2020) melakukan konferensi pers mengenai pembatalan keberangkatan jemaah calon haji tahun haji 2020, alasannya jelas, di tengah pandemic Covid-19 serta pertimbangan-pertimbangan lain termasuk sikap Pemerintah Saudi yang masih belum membuka akses penyelenggaraan ibadah haji tahun 2020 ini.

Pemerintah yang diwakili oleh Kemenag, dalam mengambil keputusan tersebut bukanlah ngawur tanpa pertimbangan, pastinya sudah dikaji secara mendalam yang tujuannya juga demi kemaslahatan umat yakni jemaah calon haji, unfaedah rasanya jika keputusan Pemerintah ini dalam situasi seperti saat ini hanya didasari dari sikap arogansi sepihak apalagi alasan politik.

Maka menjadi aneh jika keputusan Pemerintah ini, mengenai pembatalan keberangkatan jemaah calon haji 2020 kemudian disikapi ‘miring’ oleh Ketua Komisi VIII DPR-RI Yandri Susanto (YS), sejak Menag mengumumkan keputusan pembatalan keberangkatan haji 2020 Selasa (2/6/2020) pagi, di hari yang sama, YS mengemukakan bahwa keputusan yang diambil oleh Pemerintah mengenai pembatalan keberangkatan haji 2020 ada keputusan sepihak Pemerintah karena tanpa berkonsultasi (rapat) dahulu dengan Komisi VIII DPR-RI yang memang membidangi urusan keagamaan termasuk haji.

Secara ketata-negaraan, benar memang dalam hal urusan termasuk pengadaan haji, ada undang-undang yang mengatur bahwa Pemerintah dalam mengambil keputusan berkaitan dengan haji harus berkoordinasi dengan Komisi VIII DPR-RI, dalam hal ini dapat dinyatakan Pemerintah abai karena tidak melibatkan DPR-RI, jika permintaan maaf seorang Menag dirasa tidak cukup mengobati rasa (seakan) ‘diremehkan’, maka sebaiknya diambil langkah seharusnya bagaimana untuk menyelesaikannya.

Maksudnya adalah, jangan masalah ini kemudian ‘ditarik-tarik’ dengan menjadi narasi politik, jangan karena seorang Menag meminta maaf kepada YS kemudian mengatakan dirinya melakukan hal tersebut karena diminta oleh Presiden, kemudian pernyataan ini (diminta Presiden) menjadi narasi yang di-bold oleh seorang YS, dari narasi awal seorang Menag yang dianggap tidak paham undang-undang kemudian berubah menjadi; “Menag diminta Jokowi batalkan Haji 2020”.

Apa tidak merasa lelah, dalam situasi kondisi pandemi penyakit seperti saat ini, dimana seluruh kondisi negeri tidak dalam kondisi fit, masih saja membangun sesuatu yang kontra produktif hanya karena ‘berbeda posisi’, kenapa tidak bisa melihat dari sisi positifnya jika memang ada, kenapa harus selalu mencari sisi negatifnya, memang keuntungan apa yang bisa didapat dari cara seperti ini bagi diri sendiri, kelompok atau golongannya?

Jika memang keputusan yang sudah diambil Pemerintah mengenai pembatalan keberangkatan haji 2020 adalah salah, coba seorang YS yang juga menjadi Ketua Komisi VIII DPR-RI memberi masukan yang baiknya seperti apa, dibanding saat ini (berusaha, seakan) membangun narasi; “gara-gara Jokowi, haji 2020 jadi batal”, tetapi jika memang keputusan yang diambil Pemerintah untuk kondisi saat ini lebih banyak kemaslahatannya bagi umat yaitu jemaah calon haji, kenapa tidak ikut mendukung saja walau merasa ‘berbeda posisi’, apakah karena perbedaan posisi maka selamanya harus bertentangan? “Politik adalah seni, seni itu indah.., jangan jadikan seni yang indah menjadi busuk, krn kita semua nanti yang menjadi sakit”




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline