Lihat ke Halaman Asli

Roe Ardianto

Roe Ardianto

BPJS, Pasien Kenapa Malah Menjadi Susah

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadi pagi saya mengantar istri ke Bandara Soetta karena ada jadwal memberi kuliah di Sekolah Tinggi Kesehatan di batam, kebetulan hari Jum'at saya jadikan hari libur untuk aktivitas kerja jadi saya bisa mengantarkan istri.

Biasanya jika berkendara bersama, ada obrolan yang kami lakukan sepanjang perjalanan, tetapi sejak meninggalkan rumah, masuk pintu tol TMII, kemudian masuk pintu tol dalam kota Cililitan hingga Slipi, istri lebih 'fokus' berbalas pesan menggunakan gadget-nya, hanya sekali bertanya; "Abi ga ngantuk kan". Saya tidak menjawab, karena sedang asik juga mendengarkan suara khas Andrea Bocelli berduet dengan penyanyi hitam manis Heather Headley di kanal youtube mobil.

Lepas tol layang Grogol, istri baru selesai dengan aktivitasnya kemudian menawarkan teh panas dalam botol termos kecil yang dibawa dari rumah, setelah saya minum kemudian saya bertanya ada apa, karena saat istri berbalas pesan, ada kata yang diucapkan oleh istri yaitu; "Kasihan.....", Ternyata istri berbalas pesan dengan teman SMA-nya yang menceritakan menggunakan BPJS itu sangat merepotkan.

Saya ingat, beberapa minggu yang lalu teman istri ini meminta bantuannya untuk mencarikan kamar inap di rumah sakit tempat istri bekerja untuk kakaknya karena terdiagnosa kanker dan harus menjalani kemotherapi. Sepanjang perjalanan hingga bandara akhirnya saya dan istri membahas masalah BPJS ini.

Yang dikeluhkan oleh teman istri ini adalah menggunakan (JKN) BPJS ternyata lebih merepotkan dibanding saat menggunakan "Askes", istri saya-pun mengakui karena belum berjalan lancarnya sistem kesehatan yang baru ini, banyak pasien yang bingung dan merasa direpotkan dengan 'aturan' sistem berobat yang diterapkan.

Saya bertanya kepada istri, apa contohnya, dijawab seperti yang dialami oleh temannya ini adalah saat berobat jalan. Dulu saat menggunakan "Askes", tidak ada pembatasan pemeriksaan dalam satu hari selama waktu pemeriksaan masih ada, maksudnya jika satu hari harus bertemu dengan beberapa dokter untuk dilakukan pemeriksaan tidak menjadi masalah.

Tetapi dengan JKN BPJS, pemeriksaan yang dilakukan dibatasi berdasar biaya yang muncul yang sudah ditetapkan besarannya, misal besaran biaya yang ditanggung oleh JKN BPJS satu hari sebesar Rp 500.000,-, sedangkan pemeriksaan yang harus dilakukan kepada pasien biayanya mencapai Rp 1.000.000,-, maka pemeriksaan terhadap pasien tersebut dilakukan selama dua hari, padahal sebenarnya pemeriksaan seluruhnya mungkin dapat dilakukan hanya satu hari saja.

Kemudian, karena penerapan sistem seperti itu, setiap harinya terjadi antrian pemeriksaan pasien yang sangat panjang. Menurut istri saya, ada pasien yang datang ke rumah sakit pukul 7 pagi, mendapat nomor antrian hampir mencapai 300, dapat dibayangkan nomor antrian 1 diambil pada pukul berapa?

Dari dua contoh tersebut, saya berpikir akan muncul masalah baru, yaitu contoh beberapa pemeriksaan pasien yang mungkin dapat selesai hanya satu hari, karena adanya pembatasan biaya per satu hari, maka akan mundur menjadi dua hari atau lebih. Jika pasien datang jauh dari luar kota, maka harus menginap di sekitar rumah sakit, artinya ada biaya tambahan lain yang harus dikeluarkan selama pemeriksaan.

Mengenai antrian yang panjang, memungkinkan juga terjadi biaya lain yang dikeluarkan pasien, contoh, mungkin ada pasien yang menitip kepada pegawai kebersihan rumah sakit yang bertugas malam-pagi untuk mengambilkan nomor antrian terlebih dahulu, tentu saja dengan imbalan uang kepada petugas tersebut, bahkan mungkin akan terjadi jual beli nomor antrian pemeriksaan kepada pasien.

Juga ditambahkan oleh istri, masalah obat-obatan pasien BPJS kadang mengalami kelangkaan sehingga menyulitkan pasien yang membutuhkan, akhirnya mau tidak mau pasien yang membutuhkan membeli dulu walau nanti ada perhitungan penggantiannya. Saya berpikir untuk hal ini, bagi pasien mampu mungkin tidak ada masalah tetapi bagaimana dengan pasien yang tidak mampu?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline