sumber: jabar.tribunnews.com
Bila jenuh di rumah, saya biasanya nongkrong di warteg. Kebetulan tempat tinggal tidak jauh dari warteg. Biasanya kalau malam saya bisa berjam-jam nongkrong di warteg. Makan dulu, kemudian dilanjut dengan ngobrol dengan orang-orang yang sama hobinya dengan saya. Makan, ngobrol dan ngopi. Dunia udud sudah lama saya tinggalkan. Sudah tidak merokok, meskipun temen-temen nongkrong semuanya merokok.
Di warteg, saya tidak sekadar makan, ngobrol dan ngopi tapi juga memperhatikan aktivitas orang-orang yang ada di warteg. Dari banyak obrolan dengan pemilik warteg yang ramah dan humoris, saya jadi tahu bahwa pelayan warteg yang rata-rata perempuan abg seringkali terjadi perjodohan antara pelayan dan pelanggan warteg. Kalau sudah begitu, biasanya dilanjut ke jenjang pernikahan.
Kisah-kisah seperti ini biasanya menjadi tantangan tersendiri bagi pemilik warteg. Bila pemilik warteg tak bisa menjaga diri atau tidak tahan godaan, bisa dipastikan akan berimbas pada perkembangan warteg itu sendiri alias bisa menjerumuskan ke arah bangkrut.
Pemilik warteg yang akrab dengan saya ini, hampir 18 tahun menggeluti usaha warteg. Jadi sudah kenyang pengalaman menghadapi pelayan-pelayan warteg yang silih berganti. Kata pemilik warteg, pernah punya pelayan cantik dan statusnya janda anak satu. Setiap malam selalu menggoda ke arah perbuatan yang menjerumuskan. Untungnya, walaupun jauh dari istri yang ditinggal di kampung - kadang-kadang sampai setengah tahun sekali kalau mudik - ia tetap memegang prinsip jangan sekali-kali dalam usaha tergoda wanita. Itu yang selalu ia pegang kuat-kuat. Dan nyatanya memang asetnya sudah lumayan banyak; sawah berhektar-hektar di kampung. Membeli rumah di Jakarta. Dan kini usahanya mulai melebarkan sayap ke usaha lain.
Kembali ke cerita pelayan warteg. Menurut pemilik warteg, dalam menghadapi tingkah laku pelayan warteg yang jiwanya masih muda-muda, harus bisa ngemong. Bahkan ada salah satu pelayannya yang ketemu jodoh dengan pelanggan warteg, oleh pihak lelakinya pernah menyangka pelayan yang dinikahinya masih ada hubungan saudara dengan pemilik warteg. Itu lantaran hubungan baik pemilik warteg dengan keluarga si pelayan seperti anaknya sendiri. Padahal hanya ada hubungan kerja. Tetapi si pemilik warteg mempunyai prinsip lebih dari itu. Rasanya patut dicontoh bagi yang mau menerjuni dunia usaha di bidang warteg.
Satu lagi yang selalu diperhatikan oleh pemilik warteg apabila ada problem yang dihadapi pelayan warteg dengan pelanggan warteg yang menjadi kekasihnya, selalu diberi masukan agar menjaga hal-hal yang tidak melampaui batas dalam berinteraksi dengan kekasihnya. Terkadang, pemilik warteg layaknya berperan seperti orangtuanya sendiri.
Apalagi, terkadang persoalan antar pelayan warteg, sang pemilik warteg harus pandai-pandai mendamaikan atau menengahi dengan memberikan masukan agar mereka kembali saling bekerja sama dan tidak ada perselisihan. Bila nasehat yang diberikan tidak memberikan perubahan dan menjurus ke hal tidak sehat, maka yang paling membuat masalah akan dipulangkan ke kampung.
Ini seperti apa yang dituturkan pemilik warteg. Lain waktu, akan saya ceritakan dari pelayan wartegnya. ok ini dulu ceritanya..:D ****pcded010415***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H