Lihat ke Halaman Asli

Memorabilia 1998 dah Harapan Luhur Dariku

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ayunan dari ban mobil yang diikatkan pada cabang pohon jambu air yang cukup besar di halaman rumah itu selalu menjadi mainanku bersama adik-adik dan saudara-saudaraku lainnya. Kami bergantian menaiki ayunan tersebut, satu naik dan lainnya mengayunkan. Berebut ayunan itu sudah biasa bagi kami, namanya juga anak kecil, bertengkar adalah hal yang wajar.

Setiap sepulang sekolah di TK—kadang masih berseragam lengkap—kami selalu ke situ. Kadang ketika pohonnya sedang berbuah, dengan 'gantar' yang sudah diberi pengait kucoba untuk memetik buahnya. Pohon yang cukup besar itu tidak gampang untuk kupanjat sehingga perlu alat bantu.

Daun-daun yang berguguran setiap harinya selalu berserakan di halaman. Wak Am, sebutan akrabku kepada kakak perempuannya ibu, selalu menyapu halaman setiap pagi dan sore agar halaman terlihat bersih. "Pasti capek setiap hari nyapu, tapi ini memang rumahnya jadi harus dibersihkan," pikirku kala itu.

Masih di TK
Tahun 1998 kala itu aku masih duduk di bangku TK. Harusnya memang aku ini sudah lulus sejak setahun sebelumnya namun karena di tahun 1997 tangis dan amarahku yang begitu tak terbendung bagaikan sedang dirasuki oleh makhluk selain manusia sehingga menolak untuk lulus dari TK dan masuk ke MI (Madrasah Ibtidaiyah).

Itu memang kisah yang sangat menggelikan dalam hidupku. Dengan alasan yang cengeng, waktu itu aku berkeras hati menolak untuk berpisah dengan ibuku yang notabene menjadi guru di TK belakang rumah. Ya, aku masih ingin bersama ibu menikmati hari-hari yang penuh keriangan, nyanyian, dan teriakan bocah-bocah kampungku di TK.

Ijazah TK yang sebenarnya sudah dikeluarkan sejak tahun 1997 pun kusobek-sobek tanpa peduli bahwa di luar sana banyak yang menganggap pentingnya selembar kertas berstempel Departemen Agama tersebut. Aku telah menyobeknya dengan penuh amarah dan sama sekali tak ada kekecewaan sedikitpun dariku. Lupakan saja kisah itu.

Orang-orang bersenjata lengkap datang
Siang itu kala kami sedang bermain ayunan di bawah rindangnya pohon jambu air. Aku yang waktu itu sedang duduk menikmati semilir angin sesekali terganggu oleh dedaunan yang gugur. Adikku kadang berbuat jahil, ia sengaja mengambil selembar daun kering yang baru saja terjun bebas ke tanah untuk ditaruh di atas kepalaku. Sembari tertawa ia terus saja mengulangi perbuatannya. Tak sadar bahwa sesungguhnya aku ini hendak memarahinya.

Suara kendaraan besar yang lebih halus dari suara truk pasir yang biasa melintasi jalan Kranji-Sidodadi tiba-tiba terdengar. Sontak Wak Am dan kakak sepupuku berteriak menyuruh kami untuk masuk ke dalam rumah. Raut muka mereka tidak biasa, mereka ketakutan sepertinya. Kami pun langsung berlari meninggalkan ayunan yang terus saja mengayun menuju ke dalam rumah. Pintu rumah pun ditutup rapat-rapat.

Aku bingung tapi tidak tahu apa yang dibingungkan. Aku ikut saja apa yang mereka (para orang tua) katakan. Melompong mendengarkan pembicaraan mereka, sepertinya memang itu pembicaraan orang dewasa yang bagi anak seusiaku tidak perlu untuk dianggap penting layaknya aku mendengarkan bisikan temanku yang menjadi kiper ketika di lapangan. Tak peduli, aku pun sibuk bercengkerama dengan mereka yang seusia denganku. Ini jauh lebih menyenangkan tentunya.

Namun sesekali aku masih saja penasaran tentang apa yang mereka perbincangkan. Akhirnya kucoba mengintip dari sebuah jendela. Kulihat truk yang berisi orang-orang dengan berpakaian seperti pakaian yang kupakai ketika ada festival di alun-alun, ya, mereka berpakaian loreng-loreng hijau hitam. Mereka ABRI!

Dalam satu kompi truk tersebut kulihat ada banyak pasukan yang memegang senjata. Pikirku, "apakah mereka ini mau perang melawan penjajah, ya?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline