Remaja sering dikaitkan dengan sifatnya yang labil. Hal ini tentunya tidak terlepas dari perkembangan psikologis remaja itu sendiri, terutama perkembangan kognitifnya di rumah, di sekolah, dan di lingkungan. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Biasanya dialami pada usia antara 12 hingga 22 tahun. Mereka adalah pelajar Sekolah menengah. Perkembangan kognitif pada masa remaja merupakan proses berpikir dan kemampuan bernalar. Hal ini tergantung pada usia anak karena setiap anak tumbuh berbeda. Remaja umumnya memiliki pemikiran yang lebih rumit dan kompleks. Mereka juga cenderung menemukan prinsip, ide, atau pernyataan yang belum tentu benar. Selain itu, perkembangan kognitif mereka mengarahkan mereka untuk membandingkan dan memperdebatkan apa yang menurut mereka benar.
Pada masa pubertas, remaja baik laki-laki maupun perempuan umumnya berada dalam masa persiapan (transisi) menuju dewasa. Tahap ini juga melibatkan perkembangan hormon wanita dan hormon yang mengatur pertumbuhan ciri-ciri seks sekunder baik pada pria maupun wanita. Perkembangan hormonal pada masa pubertas menyebabkan ketidakstabilan hormonal. Oleh karena itu, perubahan hormonal yang tidak stabil juga menjadi salah satu penyebab pubertas yang tidak stabil. Perubahan hormonal yang tidak menentu ini membuat remaja lebih rentan mengalami krisis psikologis yang dapat berdampak signifikan pada suasana hati dan perilaku mereka.
Menurut Hall (Sarwono, 2011), masa remaja adalah masa 'badai dan stres', masa emosi dan terkadang ledakan emosi karena konflik nilai. Perasaan penuh gairah ini bisa jadi sulit tidak hanya bagi remaja, tetapi juga bagi orang tua dan orang dewasa di sekitar mereka. Namun perasaan menggebu-gebu itu juga bermanfaat bagi seorang remaja yang sedang mencari jati diri. Reaksi orang-orang di sekitarnya akan menentukan masa depannya. Remaja menjadi lebih agresif, emosi tidak stabil, dan kehilangan kendali atas dorongan hati mereka. Pada masa pubertas atau dewasa, remaja banyak mengalami pengaruh eksternal yang mengarah pada pengaruh lingkungan. Ada banyak alasan mengapa remaja menjadi labil. Beberapa remaja didorong untuk melihat masalah dari sudut yang berbeda, seperti mengkomunikasikan perasaan mereka dalam bentuk seperti jurnal dan gambar, melatih relaksasi diri, dan memahami masalah seseorang atau kehidupan, dan beberapa orang dapat mengatasi hal ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H