“Change your opinion, keep to your principles, change your leaves, keep intact your roots” – Victor Hugo
Kutipan di atas begitu mendalam maknanya. Untuk menjadi lebih baik terkadang kita perlu mengubah opini kita terhadap sesuatu hal, sambil terus berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang kita yakini. Bagaimanapun kita hidup dengan harapan semakin baik ke depannya, karena itu berpegang teguh pada prinsip yang diyakini tidak boleh diabaikan begitu saja. Inilah yang sedang saya pupuk dalam kehidupan dan keluarga.
Saya sudah jatuh cinta sejak pertama kali bank syariah pertama ada di Indonesia. Ya, Bank Muamalat adalah bank umum pertama di Indonesia yang menjalankan prinsip syariah. Dulu sekali, bahkan sebelum saya mengenal prinsip-prinsip syariah lebih dalam, saya entah kenapa tidak sedikit pun ragu menabung di Bank Muamalat. Di benak saya hanya ada satu alasan utama, yaitu karena ‘gratis biaya admin bulanannya’. Meringankan sekali bagi saya seorang mahasiswa ketika itu. Dan memang benar segitu uang yang ditabung segitu juga yang tersimpan, ditambah sedikit bagi hasil.
'Bank Mualamat' Bank Syariah Pertama di Indonesia Pilihan Saya (Dok. Rodame)
Tabungan dengan prinsip syariah pertama kalinya di Bogor semasa kuliah itu sudah tutup buku. Saya kini berada di tempat yang berbeda, bahkan berbeda pulau. Profesi saya sebagai dosen menuntut saya untuk mengabdikan diri di sebuah institut agama Islam di Sumatera Utara.
Saya juga baru tahu kalau Indonesia itu termasuk TOP 9 negara dengan perkembangan perbankan syariah yang cepat dilihat dari global share aset bank syariah yang ada. Tentu saja ini menjadi peluang sekaligus tantangan untuk perbankan syariah dalam mengembangkan produk, jasa dan pelayanan kepada nasabah. Sekaligus menjadi tantangan untuk pemerintah dalam mendukung pengembangan perbankan syariah melalui berbagai kebijakan yang baik.
TOP 9 Global Share Aset Bank Syariah di Dunia (Sumber : www.weforum.org)
Dengan adanya berbagai kabar baik dan positif itu saya semakin semangat untuk terus memegang prinsip syariah terutama dalam menabung, merencanakan masa depan juga dalam mendukung perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
Beberapa waktu yang lalu, teman dekat saya bercerita bahwa dia sedang menabung di Bank Muamalat untuk rencana kurban. Setoran awal membuka tabungan rencana berjangka tersebut cukup ringan yaitu Rp 100.000,- dan setiap bulannya akan di auto debet ke tabungan rencana berjangka miliknya sebesar yang disepakati bersama dengan pihak bank. Dia juga bercerita bahwa setiap bulan akan ada petugas bank yang ke kampus untuk memungut setoran lalu kemudian besoknya akan kembali lagi ke kampus mengembalikan buku tabungan yang sudah tercetak setorannya. Saya ingat saya juga belum memiliki tabungan rencana pendidikan untuk masa depan anak-anak saya.
Di bulan berikutnya, sebuah mobil petugas Bank Muamalat datang ke kampus untuk mengutip setoran para dosen yang memiliki tabungan rencana pendidikan berjangka. Saya tanpa pikir panjang, langsung berbincang dengan petugas dari Bank Muamalat tersebut, sebut saja Kak Ade. Saya bertanya tentang tabungan rencana pendidikan berjangka tersebut, saya juga menceritakan keinginan saya untuk mempersiapkan pendidikan anak-anak kelak karena saat ini anak-anak masih balita. Kak Ade langsung menjelaskan perihal akad, jenis tabungan rencana pendidika yang bisa dipilih jangka waktu jatuh temponya, biaya-biaya yang dikeluarkan, serta segala persyaratan yang harus dilengkapi lainnya.
Pertemuan dengan Kak Ade 'Petugas Bank Muamalat' di Kampus IAIN Padangsidimpuan Sumatera Utara (Dok. Rodame)