Lihat ke Halaman Asli

Linda Sebastian

Thinker & Lifelong Learner

Maskulinitas dalam Dunia Teknologi

Diperbarui: 14 April 2018   13:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.harkavagrant.com

Kalau bicara soal teknologi, pria selalu dianggap lebih paham dan mampu di bidang ini. Sepanjang pengalaman penulis, wanita selalu dianggap "cupu" dan "gaptek". Penulis adalah seorang software engineer yang sudah berkecimpung di dunia ini sejak 5-6 tahun lalu. Meski begitu, sampai sekarang, terutama untuk orang yang tidak tahu profesi penulis, mereka menganggap bahwa penulis tidak tahu banyak tentang teknologi. 

Dan tentunya mereka akan terheran-heran mendengar pertanyaan atau penjelasan penulis cukup detail tentang suatu teknologi tertentu. Agak geli memang melihat ekspresi orang lain saat tidak menyangka bahwa orang yang jadi lawan bicaranya ternyata bukan seorang awam. 

Pertanyaan utamanya adalah "Mengapa pria lebih dianggap mampu di bidang teknologi ketimbang wanita?". Tentu saja hal ini bukan tanpa dasar. Pertama adalah karena jumlah pria yang bekerja di bidang teknologi lebih banyak daripada wanita. Terutama di bagian coding alias pemograman. Pekerjaan utama software engineer adalah coding

Penulis sangat jarang bertemu dengan sesama programmer wanita. Dalam satu tim atau divisi biasanya penulis menjadi satu-satunya wanita. Ataupun kalau ada wanita yang lain, biasanya mereka adalah quality assurance(QA) atau lebih dikenal dengan sebutan tester. Kedua adalah anggapan bahwa wanita lebih mengandalkan perasaan dibandingkan dengan logika. Komputasi adalah bidang eksak yang yang isinya logika dan algoritma. Wanita logikanya kurang terasah dibandingkan pria adalah alasan nomor wahid mengapa jarang ada programmer wanita.

Sebuah fakta yang jarang diketahui oleh orang banyak adalah programmerpertama di dunia adalah seorang wanita. Dia adalah Ada Lovelace seorang matematikawan Inggris. Beliau menemukan dasar program komputer mekanika pada tahun 1843. Ada mendeskripsikan bagaimana kode bisa diciptakan mesin. Dan meteorikan metode looping atau perulangan. Looping adalah algoritma paling sering penulis gunakan ketika menulis program.

Alasan utama kenapa penulis menulis artikel ini adalah rasa geli dan "keki" sering disangka laki-laki oleh orang yang menghubungi penulis lewat whatsApp atau social media. Suatu waktu penulis dapat inbox di linkedIn menawari pekerjaan sebagai senior software engineer,entah bagaimana caranya sang penawar kerja langsung memanggil penulis dengan sebutan "Mas". Padahal di linkedIn itu penulis pasang profile picture wanita berkerudung dan nama penulis bukanlah nama yang maskulin. 

Dan ini tidak hanya terjadi sekali, tapi berkali-kali. Penulis merasa heran apakah mereka yang bekerja di bidang recruiter yang mencari pegawai lewat linkedIn tidak melakukan reasearch terlebih dahulu tentang siapa yang akan dia tawari pekerjaan?  Terutama jenis kelaminnya?? Lain cerita dengan dengan linkedIn, penulis pernah mendaftar untuk mengikuti workshopmachine learning, penulis sangat tertarik untuk bisa belajar ilmu baru. Dan lagi-lagi lawan bicara penulis memanggil penulis dengan sebutan "Mas". 

Pengalaman disebut "Mas" tidak selesai sampai disini, kali ini penulis disebut dengan panggilan "Bapak". Jadi ceritanya penulis mendapat project untuk berhubungan dengan pihak ketiga di kantor. Untuk memudahkan komunikasi dibuatkanlah grup whatsApp. Setiap kali penulis chat mereka selalu membalas dengan sebutan "Bapak". Sebagai catatan profile picture penulis di whatsApp adalah wanita berkurudung denga display name nama wanita. Sekali dua kali penulis abaikan, namun lama-lama penulis gerah dan bilang "Maaf saya ini ibu-ibu loh, bukan bapak-bapak. Jadi jangan panggil saya BAPAK!".

Penulis merasa geli sekaligus miris. Mungkin karena mayoritas pekerja di bidang teknologi adalah pria, maka penulis selau digeneralisir sebagai seorang pria. Salah menyebut panggilan gender di whatsApp penulis bisa maafkan, karena sering kali orang memasang foto pasangannya. Tapi di linkedIn ini agak keterlaluan. Mengingat linkedIn merupakan social media untuk profesional. Buat para head hunter atau recruiter pastikan tidak salah menyebut sebutan Mas, Mbak, Bapak, atau Ibu. Atau paling tidak bertanya "Ini dengan Ibu atau Bapak ya?" di awal agar tidak salah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline