Lihat ke Halaman Asli

Work-Life Balance, Hustle Culture, dan Kepuasan Kerja

Diperbarui: 3 Desember 2022   13:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

oleh Rochele Febeyona Elizabeth

Mahasiswa Public Relation Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRAK

Istilah Work-life Balance meningkat popularitasnya dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini sebagian disebabkan oleh dominasi kehadiran milenial di dunia kerja. Pengusaha telah berupaya keras untuk mencoba menentukan cara terbaik untuk menarik pekerja milenial. Keseimbangan kehidupan kerja merupakan aspek penting dari lingkungan kerja yang sehat. 

Mempertahankan keseimbangan kehidupan kerja membantu mengurangi stres dan membantu mencegah kelelahan di tempat kerja. Stres adalah salah satu masalah kesehatan yang paling umum di tempat kerja. Tujuan tulisan ini adalah untuk meninjau pengaruh Work-life Balance untuk mengatasi tingkat stress tinggi di dunia kerja serta pengaruh Work-life Balance terhadap kepuasan kerja.

PENDAHULUAN

Seiring dengan berkembangnya zaman, tuntutan-tuntutan dalam segala bidang pekerjaan pun tidak dapat dihindari. Isu-isu sosial terkait dunia kerja pun banyak bermunculan, tak terkecuali isu gaya hidup dalam menghadapi dunia kerja. 

Semua orang pasti ingin meraih kesuksesan. Banyak pemikiran yang beranggapan bahwa budaya gila kerja atau Hustle Culture adalah cara untuk meraih kesuksesan, ditambah lagi paparan sosial media terhadap generasi milenial mengenai orang-orang sukses pada usia muda membentuk suatu standar tersendiri di masyarakat. 

Sayangnya kebiasaan dalam bekerja seperti ini belum tentu efektif bagi kebanyakan orang. Berlomba-lomba untuk menjadi produktif, memaksakan diri untuk bekerja dengan menyampingkan kesehatan dan waktu luang pribadi. Banyak juga perusahaan-perusahaan dengan kultur budaya toxic yang menetapkan standar tidak realistis terhadap karyawan-karyawannya, seakan-akan kerja rodi pada era modern ini. 

Menurut penelitian OECD, Korea Selatan menempati urutan ketiga jam kerja terlama di seluruh dunia yaitu 52 jam perminggu. Orang Korea bekerja 1.967 jam setahun per karyawan pada 2019, 241 jam lebih banyak dari rata-rata OECD 1.726 jam. Sebagai perbandingan, jam kerja tahunan orang Korea 323 jam lebih lama dari jam kerja di Jepang, yang mencapai rata-rata 1.644 jam. 

Selain itu, dari data dikumpulkan dari survei tindak lanjut 2012 dari Youth Panel 2007 dengan objek pekerja muda di Korea Selatan, 39,8% dari mereka yang bekerja antara 51 hingga 60 jam, dan 42,4% dari mereka yang bekerja lebih dari 60 jam per minggu melaporkan stress, depresi, dan pikiran bunuh diri. Oleh karena itu, persentase pekerja yang merasakan banyak gangguan kesehatan mental meningkat seiring dengan bertambahnya jam kerja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline