Lihat ke Halaman Asli

Roby Martin

Penulis Paruh Waktu

Plot Twist Anies Baswedan, Ahok dan Aksi 212 Bela Islam

Diperbarui: 21 Agustus 2024   18:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.id

Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta yang pernah melambung berkat dukungan besar dalam Pilkada 2017, kini berada di persimpangan jalan. Setelah ditinggalkan oleh partai-partai yang dulu setia mendukungnya, Anies kini berada dalam situasi yang penuh ironi. Di satu sisi, ia menanti dukungan dari PDI Perjuangan, partai yang dulu berada di seberang arena. Lebih menarik lagi, kabar yang beredar mengatakan bahwa Anies bisa saja dipasangkan dengan Basuki Tjahaja Purnama, atau Ahok—sosok yang menjadi pusat penolakan dalam aksi bela Islam 212.

Cerita ini terdengar seperti lelucon politik yang tidak lucu. Anies yang dulu berdiri di atas panggung kemenangan, didukung oleh massa besar 212 yang menolak Ahok karena dianggap menista agama, kini berada dalam posisi di mana ia harus mempertimbangkan kemungkinan bekerja sama dengan orang yang pernah ia kalahkan. Ironis? Tentu saja. Tapi begitulah politik, selalu penuh kejutan.

Pakar politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan, "Politik adalah seni kemungkinan, dan di Indonesia, kemungkinan itu bisa sangat paradoksal." Pernyataan ini seakan menjadi ramalan bagi nasib Anies. Dalam politik, terutama di Indonesia, segalanya mungkin terjadi, bahkan yang tampak tidak masuk akal sekalipun. Anies, yang dulu dielu-elukan sebagai pahlawan oleh kelompok yang sama yang menjatuhkan Ahok, kini berada di situasi di mana ia bisa saja berjuang di pihak yang sama dengan musuh lamanya.

Anies mungkin kini merasa seperti pemain dalam permainan catur politik yang kompleks, di mana setiap langkah bisa mengubah arah permainan secara drastis. Namun, apakah PDI Perjuangan benar-benar akan merangkulnya? Ataukah Anies hanya akan menjadi bidak yang terlupakan di papan catur politik?

Di akhir cerita ini, satu hal yang pasti: dalam politik, tidak ada yang abadi—kecuali kepentingan. Anies mungkin belajar satu hal penting dalam perjalanannya: "Musuh hari ini bisa jadi kawan besok, tapi di Indonesia, kawan lama juga bisa jadi musuh baru dalam sekejap mata."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline