Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Sea and Coast Guard: Bakamla atau PLP?

Diperbarui: 16 Agustus 2018   10:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia Sea and Coast Guard

Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) dengan luas wilayah laut sebesar 3.257.483 km2 serta posisi strategis ditinjau dari segi ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan, menjadikan Indonesia sangat penting bagi negara -  negara dari berbagai kawasan. 

Namun, posisi strategis ini selain merupakan peluang sekaligus kendala bagi Indonesia. Kondisi ini memungkinkan Indonesia mendapatkan kendala, ancaman maupun permasalahan yang mengganggu stabilitas keamanan laut, juga dapat menimbulkan konflik dengan negara lain, bahkan tidak mustahil menjadi perang terbuka antar negara. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang intensif melakukan kegiatan melalui atau di atas laut.

Untuk melindungi kepentingan nasional di laut, telah dilakukan pemantapan landasan hukum yang mengatur wilayah perairan Indonesia, seperti Undang - Undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Undang - Undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea - UNCLOS 1982). 

Selain itu, diberlakukannya aturan internasional di bidang kemaritiman, seperti International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code sejak tahun 2004 sebagai hasil amandemen dari Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS), tentu menjadikan Indonesia untuk menyiapkan instrumen - instrumen pemerintahan yang menjalankan fungsi dan peran sebagai wujud implementasi dari berbagai peraturan/produk hukum di bidang kemaritiman, seperti polisi air maupun sea and coast guard, tidak tertinggal juga keterlibatan angkatan laut dalam patrol keamanan laut.

Dalam pelaksanaan pengawasan keamanan dan penegakan hukum di atas laut, Indonesia memiliki permasalahan yang cukup serius, dimana banyaknya lembaga penegakan hukum di laut menjadikan timbulnya tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsi serta wewenang antara lembaga. 

Pasal 4 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, menyebutkan bahwa penyelenggaraan kelautan Indonesia, meliputi wilayah laut; pembangunan kelautan; pengelolaan kelautan; pengembangan kelautan; pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut; pertahanan, keamanan, penegakan hukum dan keselamatan di laut; dan tata kelola dan kelembagaan. 

Tumpang tindih ini memberikan dampak negatif bagi Indonesia, sebagai contoh bagi industri pelayaran, hal ini akan sangat merugikan karena masing - masing lembaga memiliki peraturan yang harus ditaati oleh kapal, terutama dalam hal pembayaran denda kepada sejumlah lembaga tersebut. Kerugian tersebut memang ditanggung oleh perusahaan secara personal, namun tentu akan menurunkan angka pelayaran jika hal tersebut terus berlanjut. 

Tentu penurunan angka pelayaran, terutama oleh kapal -kapal dagang akan melemahkan sektor ekonomi Indonesia, dimulai dari terganggunya jalur distribusi dan logistik antar pulau sebagai implementasi Tol Laut, mengurangi daya tarik kapal asing untuk menggunakan wilayah laut Indonesia sebagai jalur perdagangan internasional (SLOT), dsb.

Badan Keamanan Laut

Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia dibentuk melalui Peraturan Presiden No. 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut berdasarkan UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. 

Dimana, di dalam perpres tersebut dijelaskan secara tegas bahwa Bakamla memiliki tugas untuk melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia, dimana disebutkan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, Bakamla bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline