Lihat ke Halaman Asli

Robin Wijaya

Author and Educator

Transformasi Sistem Pembayaran ASEAN: Meningkatkan Konektivitas dan Membuka Peluang Masa Depan

Diperbarui: 20 Juni 2023   21:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image by www.freepik.com

Konektivitas sistem pembayaran ASEAN memiliki peran penting dalam memfasilitasi perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Seperti dikutip dari laman resmi Bank Indonesia pada November 2022 lalu, melalui artikel bertajuk 'Bank Sentral Indonesia, Malaysia, Filipina, Singaura dan Thailand Sepakati Kerja Sama Konektivitas Pembayaran Kawasan', Regional Payment Connectivity (RPC) merupakan inisiatif yang diarahkan untuk meningkatkan integrasi sistem pembayaran di negara-negara ASEAN. Dengan meningkatnya keterhubungan antara sistem pembayaran nasional, transaksi lintas batas menjadi lebih efisien, cepat, dan terjangkau, yang pada akhirnya dapat mendorong percepatan pemulihan ekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.

Pencanangan RPC sendiri tak luput dari perkembangan teknologi yang mempengaruhi sistem pembayaran global. Teknologi blockchain misalnya, telah marak digunakan dalam transaksi digital yang selama beberapa tahun belakangan juga merambahi kawasan ASEAN. Beberapa negara seperti Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia dan Filipina misalnya telah terus mempromosikan electronic payment dalam banyak transaksi lokal maupun regional. Seperti yang dikutip dari blockchainmedia.id, ke depannya, peningkatan sistem konektivitas pembayaran ini akan ditargetkan dalam bentuk peluncuran kode QR universal yang adpat diterapkan di antara anggota ASEAN pada September 2023. Sehingga proses konversi mata uang dapat dilakukan secara langsung tanpa melalui dolar AS sebagai perantara.

Menurut laporan dari World Economic Forum yang berjudul 'The Future of Financial Infrastructure: An Ambitious Look at How Blockchain Can Reshape Financial Services', blockhain sendiri dapat memfasilitasi pembayaran dengan aman, transparan, dan terdesentralisasi. Namun, meskipun dapat meningkatkan efisiensi serta mempercepat penyelesaian transaksi lintas negara. Hal yang disoroti dalam laporan tersebut adalah tantangan meliputi kepatuhan regulasi yang berbeda antar negara, keamanan data, serta skalabilitas jaringan. Oleh karena itu, implementasi blockchain dalam sistem pembayaran ASEAN membutuhkan kerja sama dan koordinasi yang erat antara negara-negara anggota. Kabar baiknya, hal ini telah menjadi poin penting dalam pertemuan para pejabat bank-bank sentral negara ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 lalu, yang kemudian menghasilkan penanda tanganan Nota Kesepahaman (NK). Saat ini, bank sentral dari lima negara ASEAN tersebut, yaitu Bank Indonesia (BI), Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS), dan Bank of Thailand (BOT) bahkan sudah sepakat bekerjasama dalam mewujudkan dan mendukung pembayaran yang lebih cepat, murah, transparan, dan inklusif.

Sistem yang baik, tentunya membutuhkan pengawasan yang terintegrasi. Walaupun blockchain dinilai aman dan lebih transparan, upaya pencegahan dan deteksi kecurangan pada sistem pembayaran sendiri tetap perlu diterapkan. Kecerdasan buatan (AI) disinyalir dapat memainkan peran penting dalam hal ini. Payments Journal dalam artikelnya 'Optimizing Transaction Fraud Detection' menyoroti bahwa AI dapat mengidentifikasi pola perilaku mencurigakan, menganalisis data secara real-time, dan mendeteksi aktivitas fraud dengan akurasi tinggi. Dalam konteks ASEAN, penerapan kecerdasan buatan dalam sistem pembayaran dapat memberikan manfaat yang signifikan. Pasalnya, selain mendeteksi transaksi yang mencurigakan, AI juga dapat memperkuat keamanan pembayaran dengan mengidentifikasi dan meresepons ancaman keamanan yang berkembang. Dengan demikian, penggunaan AI dalam sistem pembayaran ASEAN ini diharapkan dapat meningkatkan keamanan transaksi dan meminimalkan risiko kecurangan.

Lalu, jika dua hal di atas sudah terpenuhi. Bagaimanakah cara menetapkan langkah-langkah agar sejumlah target yang diuraikan sebelumnya dapat tercapai satu persatu? Hal mendasar yang perlu dipahami adalah perkembangan uang digital di tingkat global. Memang, Indonesia sendiri sudah memiliki banyak penyedia jasa keuangan digital yang berkembang bak cendawan selama kurun waktu lima tahun terakhir. Hal ini dapat dikatakan selaras dengan penggunaan uang digital yang mengalami perkembangan signifikan di tingkat global.

Menurut laporan dari Statista, nilai transaksi digital payment diproyeksikan mencapai 2,041 triliun dolar AS pada tahun 2023. Dan diperkirakan akan meningkat hingga 14.66% pada 2027. Di ASEAN sendiri, potensi penggunaan uang digital dalam sistem pembayaran diungkapkan Degen Hill melalui tulisannya yang berjudul 'A Cashless Future: What if Southeast Asia Adopted a Single Digital Currency'. Hill menggarisbawahi bahwa uang digital dapat meningkatkan aksesibilitas dan menyederhanakan transaksi lintas batas sekaligus termasuk proses konversi mata uang yang kerap membingungkan. Dengan adopsi uang digital, masyarakat ASEAN dapat dengan mudah melakukan transaksi pembayaran yang pada akhirnya akan meningkatkan inklusi keuangan di kawasan tersebut.

Namun, potensi ini juga memiliki dampak tertentu. Harmonisasi regulasi pembayaran perlu menjadi fokus utama untuk memperkuat integrasi sistem pembayaran di setiap kawasan. Oleh sebab itu, penting bagi bank-bank sentral di ASEAN untuk menyelaraskan regulasi pembayaran dan teknologi keuangan di tingkat regional. Agar hal ini dapat mengurangi hambatan dan perbedaan regulasi antar negara dalam sistem pembayaran, memfasilitasi integrasi yang lebih baik, serta mempercepat proses pembayaran lintas negara.

Langkah berikutnya adalah soal pengembangan infrastruktur teknologi yang menjadi kunci dalam memfasilitasi konektivitas sistem pembayaran lintas batas di ASEAN. Kesepakatan yang dibuat oleh bank-bank sentral ASEAN perlu menitik beratkan komitmen pada pengembangan infrastruktur teknologi yang dapat mendukung interkoneksi sistem pembayaran tersebut. Infrastruktur bersama ini juga meliputi penggunaan standar pesan dan format yang seragam, serta pengembangan sistem pembayaran yang terhubung secara langsung antara negara. Keberadaan infrastktur bersama yang terbangun dengan baik akan mempercepat proses pembayaran dan meningkatkan efisiensi transaksi. Percepatan ini tentunya dapat memancing berbagai transaksi lainnya dengan penerapan sistem secara merata dan menyeluruh.

Untuk melengkap, kolaborasi antara pihak berkepentingan dapat dilakukan beriringan dengan penerapan sistem dan langkah-langkah yang telah diuraikan. Bank-bank sentral ASEAN dan lembaga keuangan memainkan peranan penting dalam hal ini. Sebagai contoh, kerja sama ASEAN dengan Jepang yang dijalin melalui proyek ASEAN-Japan Cybersecurity Capacity Building Centre adalah bagian dari cara untuk meningkatkan keamanan sistem pembayaran digital. Sehingga, integrasi dan konektivitas sistem pembayaran di ASEAN dapat ditingkatkan secara signifikat.

Capaian-capaian tersebut, pada akhirnya memberikan manfaat besar bagi masyarakat. Karena perlu dipahami bahwa penjangkauan layanan keuangan yang lebih luas di masyarakat serta peningkatan akses ke layanan keuangan bagi kelompok yang terpinggirkan justru dapat meningkatkan potensi pertumbuhan ekonomi di negara itu sendiri. Memang, transformasi sistem pembayaran mampu menginisiasi keuntungan bisnis, sebab adanya integrasi sistem yang membuat pembayaran lebih cepat dan terpercaya. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk mengelola transaksi perdagangan secara lebih efisien dan memberikan dukungan terhadap pertumbuhan perdagangan dan investasi di kawasan. Akan tetapi, individu dan bisnis memainkan peran yang sama pentingnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline