Lihat ke Halaman Asli

Penalaran Deduktif

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Penalaran deduktif pada tingkatnya yang paling dasar adalah penalaran dari umum ke khusus, contohnya, memulai dengan suatu teori dan mencari contoh-contoh yang membenarkan kesimpulan yang diambil.Suatu cabang penalaran deduktif adalah penalaran silogistik (Jonathan Ling & Jonathan Catling, 2012, p.185).

Silogisme atau pendekatan logika adalah suatu jenis argument logis dimana satu proposisi (kesimpulan) disimpulkan dari dua proposisi (premis mayor dan premis minor) lain dalam suatu bentuk tertentu (Jonathan Ling & Jonathan Catling, 2012, p.185).

Ada dua gagasan dasar dalam teori “bias atmosfer” untuk menyelesaikan silogisme ini, yaitu:

1.Jika terdapat sekurang-kurangnya satu negatif dalam premis-premis, maka orang akan lebih memilih solusi negatif.

2.Jika terdapat dua atau lebih “semua” dalam silogisme, maka ini akan mendorong suatu “semua” dalam solusi.

Teori kedua tentang bagaimana orang menyelesaikan silogisme adalah “bias keyakinan”. Ini menyatakan bahwa jika suatu silogisme sejalan dengan keyakinan-keyakinan yang sudah dimiliki seseorang maka lebih mungkin bahwa silogisme tersebut akan dianggap benar (Jonathan Ling & Jonathan Catling, 2012, p.186).

Johnson-Laird (1995) telah mengidentifikasi 4 kemungkinan dalam studi ilmiah tentang logika deduktif, yaitu:

1.Kesimpulan relasional berdasarkan perangkat logis dari hubungan sebagai :lebih dari, disebelah kanan dari, dan setelah.

2.Kesimpulan preposisional berdasarkan negasi dan dalam koneksi seperti jika, atau,dan dan.

3.Silogisme berdasarkan pasangan premis yang masing-masing berisi pemberi sifat tunggal seperti seluruh dan sebagian.

4.Menjumlahkan kesimpulan kuantitatif berdasarkan premis yang berisi lebih dari satu kesimpulan, misalnya Beberapa pudel Perancis lebih mahal daripada jenis anjing lain.

Keempat kemungkinan ini terlibat dalam pengambilan keputusan dan telah diformalisasikan oleh para ilmuwan logis ke dalam sejenis kalkulus predikat (yaitu, cabang dari logika simbolis yang menguraikan relasi antara preposisi dan struktur internalnya—simbol digunakan untuk menggambarkan subjek atau predikat preposisi). Sebagai contoh kesimpulan relasi dan logika;

Seorang teman Naura mengunjungi Museum Brawijaya dan mengemukakan tentang kunjungannya kepada Naura:

Disatu ruang ada keris Mpu Gandring (x), pedang Samurai (y), dan gada Bima (z).
(1) Keris Mpu Gandring berada di kanan pedang Samurai.(2) Gada Bima berada di kiri pedang Samurai. (3) Apakah keris Mpu Gandring berada di kanan gada Bima?

Pemikiran singkat akan mengkonfirmasikan bahwa jawabannya “ya”. Tetapi bagaimana Naura memunculkan jawaban tersebut dan apa aturan kognitif yang dapat mendeskripsikan logika Naura? Sebuah model oleh Johnson-Laird (1995), yang digeneralisasikan untuk masalah serupa lainnya berbunyi:

Untuk setiap x, y, jika x berada di kiri y, maka y ada di kanan x. Untuk setiap x, y, z, jika x berada di kanan z, maka x ada di kanan z (Solso, 2007, p.407-408).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline