Lihat ke Halaman Asli

Robiatul Addawiyah

Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta Fakultas Syariah

Hukum Bank Plecit dan Permasalahannya di Masyarakat

Diperbarui: 19 September 2023   13:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

img-20230919-080106-jpg-6508f35d4addee1d44247342.jpg

Tinjauan Segi Empiris dan Yuridis, Serta Hukum Bank Plecit dan permasalahannya di Masyarakat


Disusun Oleh :
Jonathan Gumilang (212111042)
Tutri Amalia Ramadhani (212111045)
Robiatul Addawiyah (212111054)
Kurniawan Anjas Gumilang (212111059)
In Nayya Khosasi (212111068)
Titik Hanifah Rimadani (212111285)


PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM RADEN MAS SAID SURAKARTA 2023

Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Atau dengan kata lain yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi dimasyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta - fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah. Contoh kasusnya yang sering terjadi di masyarakat terutama para pedagang di pasar tradisional yang menjalankan usaha terkendala tidak adanya modal kemudian menjadi peluang bagi rentenir untuk menjalankan bisnisnya.

Meningkatnya kebutuhan pada masa sekarang serta sulitnya mencari lapangan pekerjaan mengakibatkan kondisi menjadi lebih sulit. Kondisi masyarakat seperti ini dimanfaatkan oleh bank plecit. Kebutuhan masyarakat yang makin meningkat dan kondisi perekonomian makin sulit, makin dimanfaatkan oleh bank plecit. Banyak aktivitas ekonomi masyarakat terhambat dikarenakan terhalang oleh biaya. Bank Plecit menjadi solusi bagi  masyarakat yang membutuhkan dana tanpa adanya sebuah jaminan. Hal ini membuat sebagian masyarakat untuk mengajukan pinjaman di Bank Plecit, akan tetapi pinjaman di Bank Plecit sendiri memiliki bunga yang tinggi.

Bunga pinjaman yang sangat tinggi ini menyebabkan kerugian yang sangat besar, tergantung bayaran dan kesepakatan yang di buat, tak luput juga bank plecit melanggar perjanjian yang telah disepakati dengan memasukan kata-kata dalam perjanjian yang bermakna ganda (dua arti). Maka banyak permasalahan dimana masyarakat tidak mampu untuk membayar bunga dari pinjaman tersebut sehingga banyak barang-barang masyarakat yang disita untuk menggantikan sejumlah sisa uang angsuran. Terkadang perlakuan dari bank plecit sendiri menyerupai pinjaman online yang tidak resmi dengan memberikan uang terlebih dahulu baru dibuat perjanjiannya yang menyebabkan masyarakat terjebak, karena uang tersebut sudah terlanjur digunakan untuk memenuhi kebutuhannya, modal usaha, dan sebagainya.

Tinjauan Yuridis Empiris ialah masyarakat banyak tergiur dengan pinjaman bank plecit dikarenakan mudahnya akses untuk mendapat pinjaman tanpa adanya jaminan, tanpa memikirkan perihal bunga yang sangat tinggi hingga menyebabkan kerugian yang sangat besar, hal ini bersinggungan dengan persoalan yang menyangkut aturan UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang selanjutnya disebut UU Perbankan, bank gelap dimaknai sebagai orang ataupun pihak yang melangsungkan praktik seolah-olah adalah bank. Dalam Pasal 46 ayat (1) jo.Pasal 16 ayat (1) UU Perbankan memberi batasan perbuatan bank gelap yakni, menghimpun dana dari masyarakat berbentuk simpanan tanpa seizin Pimpinan Bank Indonesia.

Kaidah Hukum Di Bank Plecit
Kaidah Hukum adalah peraturan hidup yang berisi perintah- perintah, larangan-larangan, dan asas- asas yang dibuat oleh badan-badan resmi. Berikut Kaidah Hukum di bank plecit:
1.  Adanya sanksi bagi nasabah yang terlambat membayar;
2.Apabila ada nasabah yang tidak angsuran.membayar angsuran selama 3-4 kali berturut-turut maka seluruh anggota nasabah akan dikenakan sanksi;
3.Sebelum diberikan sanksi tersebut pihak bank plecit sudah memberikan kelonggaran berupa tenggang waktu bagi nasabah;
4.Peraturan lain yaitu anggota nasabah lain boleh meminjam nama nasabah lain asalkan ada persetujuan dari nama yang dipinjam karena apabila kedepannya terdapat masalah maka yang memiliki nama yang harus bertanggung jawab.
Norma Hukum Di Bank Plecit
Norma merupakan kumpulan hak yang diakui dari beberapa individu untuk membatasi atau sebaliknya menentukan tindakan-tindakan individu yang menjadi sasaran norma (Coleman, 2008:397).
Ada beberapa peraturan yang berlaku di dalam bank plecit. Diantaranya,
1.Para nasabah untuk menanggung angsuran apabila ada nasabah yang terlambat atau tidak dapat membayar angsuran.
2.Nasabah saling mengingatkan dan membantu satu sama lain dalam proses pembayaran angsuran
3.Adanya sanksi bagi nasabah yang terlambat membayar angsuran.
4.Apabila ada nasabah yang tidak membayar angsuran selama 3-4 kali berturut-turut maka seluruh anggota nasabah akan dikenakan sanksi
5.Sebelum diberikan  sanksi tersebut pihak bank plecit sudah memberikan kelonggaran berupa tenggang waktu bagi nasabah yang terlambat membayar angsuran.
6. Peraturan lain yaitu anggota nasabah lain boleh meminjam nama nasabah lain asalkan ada persetujuan dari nama yang dipinjam karena apabila kedepannya terdapat masalah maka yang memiliki nama yang harus bertanggung jawab.

 Aturan Hukum Di Bank Plecit
Di Indonesia sendiri belum ada peraturan yang mengatur jelas tentang bank plecit, dalam UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang selanjutnya disebut UU Perbankan, bank gelap dimaknai sebagai orang ataupun pihak yang melangsungkan praktik seolah-olah adalah bank. Dalam Pasal 46 ayat (1) jo.Pasal 16 ayat (1) UU Perbankan memberi batasan perbuatan bank gelap yakni, menghimpun dana dari masyarakat berbentuk simpanan tanpa seizin Pimpinan Bank Indonesia.
Opion :
Praktik rentenir tidak mampu mensejahterakan masyarakat terutama para pedagang, hal ini dikarenakan pinjaman modal dari rentenir hanya mampu membantu pedagang eceran dalam memenuhi kebutuhan materialnya, namun tidak pada kebutuhan spiritual. Selain itu praktik riba yang dilakukan rentenir tidak sesuai dengan prinsip ekonomi Islam yaitu prinsip keadilan, prinsip ta’awun dan prinsip maslahat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline