Lihat ke Halaman Asli

4 Pelajaran Berharga di Balik Kontroversi Taksi Online

Diperbarui: 3 November 2017   08:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber foto: pmstudycircle.com"][/caption]

Ada beberapa pelajaran berharga yang dapat kita ambil dibalik kontroversi taksi berbasis aplikasi online yang berujung aksi massa ribuan pengemudi kemarin, Pelajaran tersebut diantaranya:

1.   Peluang start up terkait dengan teknologi sangat besar

Kemajuan teknologi menghadirkan ceruk pasar baru. Umpan lambung ini dikonversi dengan sangat baik oleh perusahaan ride sharing berbasis aplikasi online. Pada dasarnya entitas mereka bukanlah perusahaan angkutan, melainkan perusahaan teknologi. Model bisnis ini memungkinkan perusahaan teknologi ini “memiliki” armada yang jauh di atas taksi nomer satu Indonesia sekalipun. Meskipun sebenarnya mereka tidak memiliki kendaraan. Jasa yang mereka jual adalah mempertemukan pihak yang ingin terlibat dalam ride sharing.

Konsep inilah yang menjadikan para pemain baru seperti Uber dapat menjegal dominasi penguasa pasar. Bloomberg akhir tahun lalu memaparkan valuasi Uber senilai $62 milyar. Angka ini menjadikannya most valuable private start up.

Tidak hanya sektor transportasi, mengawinkan teknologi dengan sektor yang dianggap konvensional pun sangat potensial. Pesan kambing kurban atau 5 kg bawang merah pun saat ini dapat didapatkan secara online!

2.    Economic sharing akan menjadi lifestyle

Secara karakateristik, taksi konvensional mempunyai fixed cost dan variable cost yang lebih besar. Hal ini merupakan implikasi status mereka sebagai perusahaan dengan ijin angkutan umum. Dengan kondisi ini mereka membayar pajak atau pungutan (terkait perizinan) yang lebih banyak dibandingkan dengan taksi baru berbasis online. Komponen fixed cost seperti, gaji karyawan, sopir sudah terlanjur tinggi. Dengan jumlah kantor cabang dimana-mana, fixed asset mereka juga (terlanjur) besar. Belum lagi armada dan asset fisik lainnya yang juga terdeprisiasi. Hal inilah yang kemudian dibebankan kepada konsumen sehingga tarif mereka lebih tinggi ketimbang competitor barunya.

Model bisnis ride sharing seperti Uber memungkinkan harga yang dibayar oleh konsumen lebih sedikit karena fixed dan variable cost yang minim. Hal ini disebabkan konsep sharing ini terbukti sangat ampuh untuk menekan cost. Hal ini tentu berbeda dengan taksi konvensional yang entitasnya adalah perusahaan angkutan.

Konsep economic sharing/ride sharing sepintas terdengar aneh dan rumit. Padahal kalau kita ingat kembali, dua beberapa dekade yang lalu kita masih menonton TV rame-rame di rumah Pak RT.

Sumberdaya alam semakin terbatas. Fitrahnya, manusia akan saling berbagi untuk dapat memenuhi kebutuhannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline