Lihat ke Halaman Asli

Presiden SBY dan Mantan Presiden Megawati, Seumur Hidup Berutang kepada Republik

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Setiap hari tersebar berita di media masa mengenai “ putus”nya hubungan Presiden SBY/Ketua UmumPartai Demokrat dengan Mantan Presiden Megawati /Ketua Umum PDIP.

Putusnya komunikasi antara SBY dan Megasudah menjadihalangan untuk mereka bersama-sama membangun bangsa.

5 dari ribuan berita tentang dua pemimpin yang berseteru:

Rasanya setiap hari kita disuguhkan berita sejenis berikut:

Puan berharap koalisi bisa cairkan hubungan SBY-Mega

Jokowi perlu cairkan hubungan SBY-Megawati

PDIP nilai SBY yang menutup diri untuk bertemu dengan Mega

JK: siapa bilang Mega tidak mau ketemu SBY?

Gagal bertemu Mega, SBY “curhat” di Twitter

Berita-berita diatas berceritatentang dua Pemimpin yang kekanak-kanakan . Berita diatas tidak lagi membuat kita marah atau sedih. Seperti biasa bangsa Indonesia kecewa, tetapi tidak mampu menyatakan perasan, pendapat dan pandangan mereka. Rakyat tidak mampu, tidak mempunyai kekuatan untuk menghukum pemimpin mereka.

26 September 2014: UU Pilkada yang direvisi disahkan DPR

Disetujuinya UU Pilkada dalam voting di DPR, tidak terlepas dari Walk Outnya Partai Demokrat. SBY memerintahkan All Out untuk mencegah disetujuinya UU Pilkada tidak langsung. Ketua Fraksi PD mengambil keuntungan dari bekunya hubungan SBY dengan Mega dengan cara Walk Out. Fraksi PD membuat keputusan yang menguntungkan kedudukan politis mereka, kepentingan pribadi mereka.

Jika saja Megawati menjalin hubungan baik dengan SBY, maka tidak akan ada revisi UU Pilkada. Hubungan baik berarti cukup angkat telepon.

Presiden SBY menyatakan selalu siapmelakukan apa saja demi kepentingan Republik . SBY karena dikhianati partainya sendiri, terpaksa mengeluarkan Perppu.

2004: Menko SBY mengundurkan diri dari Kabinet Mega

Jika kita menengok kebelakang, kita diingatkan waktu Menko SBY memajukan permintaan berhenti dari Kabinet Mega , karena mencalonkan diri sebagai Capres 2004.

Salah satu ukuran mutu/kemampuan seorang Pemimpin adalah keberhasilannya mempersiapkanpenggantinya. Mega sebagai Presiden RI seharusnya bangga bahwa dia berhasil mendidik SBY sehingga mampu menjadi Presiden Republik Indonesia.

Bo-boro bangga, Mega malah tidak pernah menghadiri undangan Presiden SBY untuk hadir di Istana Negara merayakan HUT Kemerdekaan RI.

Pada waktu Taufik Kiemas dianugerahi Bintang Republik Indonesia Adiprana, Megaduduk berdekatan dengan SBY, tidak bersapaan.

Presiden SBY dan Mantan Presiden Megawati berutang janji kepada Republik.

Mega disumpah pada waktu pengangkatannya sebagai Presiden. Sumpah untuk setia dan membela bangsa, membela Republik.

Sekarangpun Mega sebagai Wapres masih menerima jaminam dan kehormatan sebagai mantan Presiden. Jaminan seperti perumahan, gaji, mungkin pengawalan.

SBY sebagi Presiden RI mendapat sangat banyak dari pundi-pundi Republik, berupa gaji dan jaminan. Kemewahan yang tidak berwujud uang, contohpenghormatan, keselamatan/pengawalan termasuk keluarga. Di Indonesia jaminan dan kemewahan diatas boleh dikatakan berlaku seumur hidup.

SBY maupun Mega tidak akan pernah mampu membayar utang-utang mereka kepada bangsa ini, kepada Republik.

Rakyat Indonesia tidak pernah berutang kepada mereka berdua. Rakyat mengeluarkan dana sangat besar untuk mereka baik dalam Pemilu maupun sesudah mereka menjadi Presiden RI.

Rakyat memerintahkan mereka bekerja untuk kepentingan Republik. Mereka berduasudah berjanji melaksanakan perintah Rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline