Lihat ke Halaman Asli

Catatan kecil “Pengalaman Mencari Tuhan” Diseberang Istana Negara

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibadah Keprihatinan GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia harus dilanjutkan sampai hukum dan konstitusi ditegakkan di Indonesia. Jangan berhenti, karena ini bukan hanya soal Gereja, tetapi soal Supremasi Hukum dan penegakan Hak kebebasan beragama bagi semua, “ ucap Pendeta Christya Prihanto Poetro, perwakilan dari Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan, pada Ibadah Keprihatinan GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia di depan Istana Negara.

Minggu 27 oktober 2013 menjadi hari yang istimewa bagi aku dan sebagian kecil dari anggota Komunitas Pemuda Gereja POUK Depok II Timur, khususnya kawan-kawan yang tergabung dalam Dapur Teater PRPO. Pasalnya dihari ini, komunitas Teater kami diundang untuk melakukan pementasan dalam Ibadah Keprihatinan Jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia, yang dilangsungkan diseberang Istana Merdeka, tempat dimana setiap harinya Orang nomor satu di Republik ini menjalankan roda Pemerintahan..

Tepat jam 10 pagi semua kawan-kawan yang akan terlibat dalam pementasan “ Toga Plastik “ telah berkumpul dihalaman Gereja POUK depok yang kebetulan sekali masih di renovasi. Setelah melakukan breefing kecil dan yakin jika segala properti yang akan digunakan dalam pementasan nanti telah siap pakai, maka kami segera bertolak menuju Istana Negara dengan menumpang kereta api.

Setibanya di stasiun Juanda perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Meski saat itu terik Matahari sedang tidak bersahabat, ditambah dengan harus menenteng-nenteng Properti pementasan, namun keceriaan dan sukacita kulihat jelas menguasai wajah kawan-kawan Dapur Tetaer PRPO. Aku yakin sekali, kerinduan untuk berbagi rasa dan juga melayani antar sesama, telah mengalahkan rasa lelah dan juga keringat yang membanjiri tubuh kami. Maka meski harus berjalan kaki, namun perjalanan kami jadi lebih menyenangkan, sebab sesekali diselingi oleh candaan-candaan kecil yang mampu mengundang tawa.

Setibanya diseberang Istana, kami langsung disambut dengan pemandangan yang sedikit mengharukan. Dibawah siraman Terik Matahari yang mengganas, siang itu sekitar 200-300 Jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia nampak bersemangat mengikuti ibadah keprihatinan tersebut. Setelah membentuk formasi lingkaran besar yang mengelilingi bendera merah-putih, ibadah sederhana itupun segera dimulai.

Sebelumnya kami telah mendengar, bahkan sering menonton tayangan televisi di negeri ini yang memuat tentang perjuangan kedua Jemaat Gereja, dalam menuntut hak-hak mereka sebagai anak bangsa, khususnya dalam hal pelaksanaan kebebasan beribadah. Bukan menjadi rahasia umum lagi, jika sampai detik ini kedua jemaat Gereja tersebut masih belum bisa melaksanakan ibadah di gedung Gereja mereka sendiri, sebab Gereja keduanya masih mengalami penyegelan, dengan alasan-alasan klasik tertentu.

Aku tidak ingin berkomentar banyak tentang alasan klasik yang selalu dijadikan senjata oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan adanya keberagaman dan toleransi antar umat beragama terjadi di negeri ini. Tetapi melihat Jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia yang harus terusir dari Gerejanya, sama seperti tindakan diskriminatif dan Intoleransi yang sering menimpa kelompok-kelompok agama lainnya di Republik ini, aku jadi bertanya-tanya :

“ Mengapa di negara demokrasi yang mempunyai Falsafah hidup Pancasila, masih saja terjadi pemberangusan terhadap kebebasan beragama dan beribadah.,,,Bukankah di sila Pertama pada Pancasila yang berbunyi *Ketuhanan Yang Maha Esa* menunjukkan bila Bangsa tercinta ini sepakat kalau saja Tuhan itu benar-benar ada. Bukankah di Indonesia ini semua rakyatnya harus beragama ?? Lalu mengapa masih ada Sistim yang mengakomodir tindakan-tindakan Diskriminatif kepada mereka-mereka yang ingin bertemu dengan Tuhan-nya..?? “

Akh, sudahlah, lupakan saja pertanyaan tololku itu. ‘Toh aku yakin betul jika pemangku kepentingan di Negeri ini, tak akan tertarik untuk mengurusi tindakan-tindakan Diskriminatif yang melukai toleransi antar umat beragama. Sekalipun Intoleransi yang dipelihara itu bisa menjadi bom waktu, dan pada saatnya dapat meledak dan menggiring Negeri ini kedalam Disintregasi Bangsa.

Aku rasa Publik di Negeri ini akan sepakat, bila para pejabat kita lebih memilih berjuang untuk melindungi kekuasannya, bekerja demi kepentingan Partai atau kelompoknya saja. Mereka lebih tertarik untuk berkosentrasi menghadapi pemilu yang sudah didepan mata, ataupun sibuk kongkalikong mengeluarkan jurus jitu agar kader dan kroni-kroninya tidak tertangkap oleh KPK.

Bagi kebanyakan Petinggi di negeri ini, Fokus pada dagelan Politik kotor yang memuakkan itu lebih bermanfaat, dari pada sekedar terbebani dengan permasalahan Gereja yang disegel, kelompok Syiah yang terusir dari kampungnya sendiri, atau menuntaskan masalah kelompok Ahmadiyah, maupun mencegah tindakan-tindakan Intoleransi terhadap kelompok Agama apapun yang sebenarnya tidak boleh terjadi di Republik ini.

Sungguh sangat disayangkan, Sebuah Bangsa besar yang dibangun dengan darah para pahlawannya, hanya mampu melahirkan para Pemimpin Plastik, bukan Negarawan-negarawan sejati. Sehingga Kotornya supremasi hukum di negeri ini, sekotor Elit-elit politik yang menggarap Republik yang kita cintai ini.

Kembali kepada suasana diseberang Istana Merdeka. Meski ada rasa miris menyaksikan Ibadah Minggu yang harus digelar hanya beberapa langkah dari Kantor Sang Penguasa. Namun melihat semangat para Jemaat dalam mencari Tuhan, membuat aku dan kawan-kawan tertular dengan kerinduan yang sama. Jadilah siang itu, ibadah yang dipimpin oleh Pdt. Glorius Bawengan dari GMIST, berjalan dengan khidmat dan penuh sukacita, lagu-lagu Pujian kepada Tuhan yang kami nyanyikan seakan tak bisa dibendung oleh Pagar Istana dan Pengawal bersenjata.

Acarapun mengalir dengan lancar, hingga tibalah waktunya bagi kawan-kawan Dapur Teater PRPO membawakan kesaksian mereka lewat pementasan Teater. Terselip rasa bangga didada ini melihat kawan-kawanku dapat memainkan peran mereka dengan semaksimal mungkin. Terus terang saja, saat bertolak dari Depok ada kekuatiran yang selalu menghantui hati ini. Persiapan latihan yang kurang maksimal ditambah dengan bongkar-pasang pemain, menjadi sumber utama kekuatiranku. Tetapi melihat penampilan kawan-kawan disiang itu, kekuatiranku hilang dengan sendirinya. Aku percaya karena Tuhan menghendaki kehadiran kami untuk berbagi rasa dengan jemaat kedua gereja, maka IA sendirilah yang memimpin kami dalam memberikan kesaksian melalui pertunjukan Teater.

Aku bersyukur karena Pementasan “ Toga Plastik “ yang dimainkan oleh kawan-kawan Dapur Teater PRPO, dapat mencuri perhatian dari ratusan jemaat yang menghadiri Ibadah Keprihatinan tersebut. Semoga saja pesan lakon “ Toga Plastik “ yang diselipkan dalam khotbah Pdt. Glorius Bawengan yang terkenal dengan guyonan-guyonan konyol dan segarnya itu, dapat menginspirasi Jemaat GKI Yasmin - HKBP filadelfia untuk terus melawan ketidakadilan yang menimpa mereka.

Siang itu aku merasa bahwa Tuhan benar-benar hadir diseberang Istana. Dan seakan ingin menghibur kedua Jemaat Gereja yang masih dirundung pilu, Ia mengirim puluhan Pemuda GMIST untuk memberikan kekuatan melalui puji-pujian yang mereka bawakan. Alhasil seolah melupakan kesedihannya, ratusan Jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia sontak terbawa kedalam suasana kegembiraan yang disajikan oleh puluhan pemuda GMIST dalam lagu yang mereka nyanyikan.

Seperti semboyan terkenal dari Klub Bola asal Negeri Ratu Elisabeth, Liverpool,,” You’ll Never Walk alone “. Hari itu, Tuhan seakan berbicara kepada kedua Jemaat :

“ sekalipun kalian mengalami ketidakadilan, terusir dari Gereja sendiri. Sekalipun Proses Hukum Penyegelan Gereja Kalian seperti mati suri..Percayalah, kalian tak sendiri,,”

Diseberang Istana Negara, dalam sebuah ibadah Keprihatinan atas matinya kebebasan beragama di Republik tercinta ini,Tuhan mempertemukan Jemaat kedua Gereja dengan beberapa Pendeta, Perwakilan dari berbagai Sinode Gereja di Indonesia.Seperti dari Sinode Gereja Kristen Alkitab Indonesia di Papua, Sinode Gereja Kristen Jawa Tengah Utara, Gereja Masehi Injili Sangir Talaud, Gereja Kristen Sumatera bagian Selatan serta Perwakilan Pemuda dari Gereja POUK Depok II Timur dan juga utusan dari LBH Jakarta.

Kehadiran beberapa Pendeta dari berbagai Sinode Gereja di Indonesia dalam Ibadah Keprihatinan tersebut. Telah menjadi bukti nyata, bahwasanya dalam menuntut kesetaraan Hak sebagai anak Bangsa, mereka tidaklah sendiri. Untuk mengangkat moral dan juga mendukung perjuangan Jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia, maka seusai ibadah satu persatu perwakilan Pendeta dari berbagai sinode memberikan sambutan .

Pada dasarnya semua perwakilan sinode yang hadir sangat menyayangkan ketidaktegasan Pemerintah dalam Menegakkan supremasi hukum, sehingga masih saja terjadi tindakan-tindakan diskriminatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam hal kebebasan beragama dan beribadah. Mereka bersepakat untuk menentang segala bentuk tindakan yang mengekangkebebasan beragama dan beribadah untuk semua agamadi Republik tercinta ini.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Pendeta Palti Panjaitan dari HKBP Filadelfia mengatakan jika jemaatnya akan terus berjuang dengan damai dan tanpa kekerasan, karena Tuhan itu mengasihi semua orang. Sambutan terakhir dari rangkaian dukungan moral kepada kedua Jemaat Gereja ini, disampaikan oleh Tiwy, salah seorang Aktivis dari LBH Jakarta yang juga concern terhadap kebebasan beragama di negeri ini.

Dalam sambutannya ia sangat menyesalkan masih adanya tindakan Diskriminatif terhadap kebebasan beragama di Negeri yang mengaku Berketuhanan. Ditambahkannya pula, jika seharusnya dinegara yang berdasarkan Pancasila ini, tidak boleh lagi terjadi tindakan pelarangan beribadah terhadap kelompok agama apapun.

Dan sebagai rangkaian terakhir dari prosesi ibadah keprihatinan diseberang istana tersebut, semua jemaat yang hadir diajak untuk bersama-sama menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Kontan saja bulu badanku berdiri, aku merinding, menyaksikan jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia yang telah dilupakan oleh Penguasa di negeri ini, masih saja merasa bangga menjadi Orang Indonesia.Sambil menghadap kearah Istana Negara, semua yang hadir dengan penuh semangat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Siang itu, meski suara dan lagu kami tak terdengar oleh orang nomor satu di negeri ini. Meski Ibadah Keprihatinan kami tidak mendapatkan perhatian dari para petinggi di Republik ini. Namun megahnya Istana Merdeka dan tatap mata para Serdadu menjadi saksi, bahwa segala usaha untuk menghalangi kedekatan Tuhan dan umatNya adalah sia-sia belaka.

Akhirnya walau dengan badan yang letih, aku dan kawan-kawan Dapur Teater PRPO dapat pulang dengan tersenyum. Hari itu sukacita benar-benar menguasai hati kami semua karena didepan Istana Sang Penguasa, Kami bertemu dengan Kemuliaan Sang Khalik.

Catatan kecil Roberth lhocare Masihin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline