Lihat ke Halaman Asli

Membaca Jejak Hujan

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tadi hujan datang lagi.

Jejaknya tertinggal dibatang, juga dahan.

Sore ini, ia begitu deras mencecar bumi.

Amarahnya masih tersimpan pada kubangan ..

sungguh. hatiku belum terbebas dari dekap memori

Kala hujan datang, luka itu kembali menganga.

Ada sederet kecewa mengantri, tak malu menyiksa mimpi

Dingin yang menyentuh tubuh, kini bungkam semua ceria.

Tetes-tetes air itu, harusnya mewakili hidup.

Bukan malah membawa diri ini kedalam redup.

Kristal-kristal bening itu, mustinya membuat subur.

Tidak menambah tandus jiwa yang nyaris terkubur.

Aku ingat. Senja itu, kusambung asa kepada gembira

semoga mujijat hujan sanggup membelai bunga-bunga

Namun usai hujan pergi dan aku sibuk menyambut pelangi

Kau telah menanam janji, menyuburkan cinta dilain hati..

April 2012. Usai hujan diujung aspal komplek pelni..

Roberth lhocare Masihin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline