Lihat ke Halaman Asli

Tour de FLORES: BELAJAR dari Tour de FRANCE

Diperbarui: 11 Maret 2016   06:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="SDN Malapoma di tempat terpencil di Nagekeo, Flores Tengah siap menyambut TOUR de FLORES 2016"][/caption]

“Dentangan lonceng gereja di seluruh Perancis bertalu-talu, saat menyambut para pesepeda melintasi etape demi etape.”

Memiliki singkatan yang sama dengan “Tour de France”merupakan kebetulan bagi “Tour de Flores.” Kebetulan bisa menjadi keberuntungan bagi Tour de Flores sebagai sporting tourism event. Mengapa? Tour de France telah melintasi sejarah panjang dengan reputasi luar biasa menjadi even balap sepeda terbesar di dunia. Tour de France telah menjadi ikon kejuaraan balap dunia. Tour de France bermakna pada even tahunan balap sepeda paling prestisius, spektakuler, terbesar, dan ikonik.

Tour de France berawal pada 1903 telah mencatat banyak pencapaian dan efek ekonomis luar biasa bagi Eropa dan dunia. Tak pernah diduga bahwa saat 60 pria, sebagian besar berkebangsaan Perancis, ditambah dari Belgia, Swiss, Jerman, dan Italia, duduk di sadel dan menggenjot pedal sepedanya dari Café au Reveil Matin di Montgeron, Paris, pada 1 Juli 1903.

Balap sepeda perdana saat itu memperebutkan hadiah 20.000 francs merupakan uji ketahanan fisik dan mental. Meski hanya terdiri atas enam etape, melewati rute Paris–Lyon–Marseille–Toulouse–Bordeaux–Nantes–Paris, maka jarak yang ditempuh penuh tantangan. Rata-rata jarak per etape tidak kurang dari 250 mil.

Etape pertama Paris-Lyon berjarak sekitar 300 mil merupakan jalur neraka. Dengan waktu start pukul 15.16 petang, mereka harus menempuh perjalanan di bawah sinar rembulan, tanpa barikade penonton di sepanjang jalan. Tak seperti balap sepeda modern, yang sudah terorganisasi apik dengan persyaratan jalan mulus tanpa kerikil, Tour de France perdana melewati  ruas jalan tanpa aspal.

Pesepeda, yang ketika itu tidak mengenakan helm, mengayuh sepeda tanpa didampingi tim profesional. Tak ada iringan mobil pengawal atau tim pendamping. Tak ada kawalan tim medis dengan mobil ambulans. Tak ada tim teknis. Masing-masing pembalap membawa semua perlengkapan, seperti ban serep dan peralatan reparasi.

Bandingkan Tour de France modern, yang telah diatur apik dan canggih dalam berbagai aspek, mulai dari aspek teknis perlombaan, akomodasi, keamanan, keselamatan, dokumentasi, publikasi, mobilisasi massa, dan kegiatan pre-event, seperti festival budaya dan pasar rakyat.

Penyelenggaraan sangat sederhana itu, tidak heran, apabila dalam Tour de France perdana sebanyak 23 peserta menyerah di etape pertama. Hanya 21 peserta saja yang mencapai finish di Paris, pada sore hari tanggal 19 Juli 1903. Saat itu, sekitar 20.000 penonton telah memadati velodrom Parc des Princes menyambut para finalis. Maurice Garin dari Perancis berada di posisi terdepan.

Dalam perkembangan, Tour de France bukan saja melewati kota-kota di Perancis melainkan juga kota-kota di Eropa atas permintaan beberapa organisasi publik dan pemerintah setempat. Mereka menilai bahwa Tour de France bakal membawa dampak sosial dan ekonomi luar biasa.

Juli 2014, ketika Tour de France digelar untuk ke-101 kalinya, dengan tiga etape pertama melewati kota-kota di Inggris, meliputi Leeds, Harrogate, York, Sheffield, dan Cambridge, mata dunia tertuju ke Inggris. Dalam tiga hari lomba saja, tidak kurang 3,3 juta orang menyaksikan langsung balap sepeda internasional tersebut pada tiga etape pertama. Beberapa lembaga riset menghitung jumlah pemirsa dan menyatakan bahwa sekitar 21,8 juta pemirsa televisi menyaksikan Tour de France ke-101 itu pada tiga etape pertama di Inggris.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline