Pagi pukul 05.00 aku harus memaksakan mimpiku sirna dari pikiran malamku,
Bergegas membenahkan jiwa yang mati suri.
Pagi pukul 06.00 segera kuraih gitar nada tak beraturan itu sambil melantunkan lagu ingatan setiap hariku.
Pagi pukul 07.24 seperti biasanya,aku mempersiapkan diri sebelum konser akbarku ditonton oleh ratusan mata dengan gumaman mulut yang saling memaki.
Setiap hari sarapanku seperti itu,
tidak hanya separuh bahkan dari aku sebelum menjadi aku,diriku selalu begini sampai sekarang.
Kuikatkan tali sepatuku yang tak pernah usang dimakan jaman, segera bergegas langkah kaki bagai seorang prajurit yang baru kalah di medan pertempuran.
Pukul 09.17 aku telah sampai di lapangan besar yang sudah dipadati ribuan penonton yang terpaksa menantiku,
saatnya aku mempersiapkan instrumen kesayanganku lalu vokalisasi sembari menyiapkan mental untuk menyapa para penggemarku yang acuh terhadapku,
jreng..jreng..genjreeeeeeeeeeeeng,
peduli setan dengan nada miring tak beraturan kawat karat ini,
tanpa ucapan salam, lagu itu lalu kupermainkan dengan lihai tanpa ada harap pujian dari mereka para penggemarku,
seperti biasa, lima jari selalu menjadi upah yang kuterima, harap-harap ada uang 1000.