Lihat ke Halaman Asli

Roberta F

Sitou Timou Tumou Tou

20/20

Diperbarui: 22 Oktober 2020   14:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sebetulnya gak ada yang salah, tapi memang situasi dan kondisi belakangan ini sudah agak mulai mereda dari tingginya angka krisis pandemi virus Covid 19 yang sempat mencekam dan sangat ditakuti hampir oleh semua makhluk hidup di dunia ini. Ya, inilah rasanya tahun 2020 yang tidak pernah terbayangkan walaupun dalam sejarah kesehatan sudah ada catatan merah soal virus Sars dan Mers sebelumnya di negeri China tahun 2002.

Tidak terasa sudah hampir menuju akhir tahun lagi karena sudah hampir 10 bulan virus Covid 19 ini sangat akrab dengan kehidupan saya dan manusia lainnya dibelahan bagian negara manapun di dunia ini. Seolah tak bisa lepas dari waktu terus menerus saja si virus ini selalu memburu korbannya sangat cepat seakan memaksa manusia berpacu dengan takdir waktu hidupnya sendiri.

Entah kapan, dimana, bagaimana dan siapa yang menulari dan ditulari keberadaan virus Covid 19 ini sangat misterius dan sangat menakutkan juga membahayakan,  dibandingkan menonton film horor adalah sebuah hiburan.  Pilihannya jika sudah tertular virus ini cuma hidup atau mati, semuanya sudah terserah takdir Ilahi, manusia hanya bisa pasrah. Kebayang betapa mencekamnya hidup di dunia ini selama krisis virus Pandemi Covid 19?  

Aturan semi dan full shutdown terpaksa diberlakukan di beberapa negara yang secara bergilir rakyatnya menjadi korban virus terhebat mematikan setelah Flu Sars dan Mers tahun 2002 yang juga berawal di China.  Di negara kita sendiri pun akhirnya era krisis virus Covid 19 ini dikenal dengan dengan krisis Pandemi Covid 19.

Krisis virus ini sudah banyak menelan korban dan tidak pandang bulu. Kejam, namun saya dan keluarga memilih tidak mau melawan takdir pandemi Covid 19 ini dengan mengurangi mobilitas seluruh aktivitas yang bisa  beresiko tertular dan menulari virus mematikan ini begitu juga dengan masyarakat lainnya pun terpaksa menerima kebijaksanaan yang sudah ditetapkan. Kita jadi wajib mengadopsi pola bersosialisasi normal yang baru agar tidak tertular dan tidak menulari siapapun.

Ya, mirisnya virus mematikan ini harus dicegah dengan menjaga kebersihan diri sendiri menggunakan masker, mengurangi aktivitas kegiatan diluar rumah jika tidak ada kepentingannya, menjauhi keramaian dan kerumunan, jaga jarak dan cuci tangan.  

Menunda rencana demi rencana menunggu ga jelas apa yang ditunggu. Situasi dan kondisi pandemi Covid 19 selama 8 bulan ini sudah mengubah seluruh bayangan yang ada dalam pikiran saya. Tadinya, maunya, mestinya, harusnya, pelan pelan harus saya susun ulang kembali. Prioritas utama saya dan keluarga saat ini adalah menjaga kesehatan kami agar tidak menulari dan tidak ditulari orang lain di sekitar tempat kami tinggal.

Ya, itu dulu untuk beberapa saat diawal waktu semi lockdown saya wajib luangkan waktu yang cukup banyak untuk membersihkan perabotan, area ruangan tempat tinggal, halaman rumah, dll. Mengkonsumsi suplemen dan vitamin organik sekeluarga dan mengatur pola makan yang lebih sehat lagi juga mengatur jadwal pembelian bahan pangan sepraktis mungkin untuk menghindari resiko tertular dan menulari ketika terpaksa sekali harus keluar dari rumah tinggal.

Untuk beberapa saat memang agak kerepotan dengan aktivitas yang baru ini karena kata parno atau takut menjadi kata sifat baru yang setiap hari membayangi pikiran saya, maklum efek dari  realitas sikon pandemi Covid 19.

Teman teman bilang saya kebangetan, tapi saya bodo amat karena tanggung jawab saya jadi semakin berat saja di krisis pandemi ini sebagai single parent, maklum pikiran saya jadi berlebihan dan menganggap kepanikan saya itu wajar walaupun tidak ditampilkan, panik tapi tetap tenang. Saat ini kesehatan jadi pusat perhatian seluruh manusia, bayangkan betapa hebatnya ujian Tuhan tahun 2020 ini dan jangan coba coba menyangkal takdirNya. Begitupun saya, secara batin tidak berdaya melawan ujian pandemi Covid 19 ini tapi perlahan saya tanamkan pikiran yang positif di pikiran saya.

Alhamdulillah, "koleksi" buku yang belum terbaca bisa kembali saya baca saat rehat dari diskusi kerjaan/tatap muka "online" dengan rekan, teman dan sahabat dan dengan membaca buku mampu meredakan kepanikan pikiran saya yang berlebihan secara perlahan satu persatu lalu pikiran sayapun kembali tenang dan tidak panik, Alhamdullilah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline