Lihat ke Halaman Asli

Kampanye Hitam

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13908793981504113904

[caption id="attachment_318828" align="aligncenter" width="504" caption="Ssst... jangan bilang-bilang, ya, dia itu begini, lho! Foto: Robert Sinuhaji"][/caption] Kampanye hitam mendapat perhatian serius dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dia meminta agar media jangan melakukan kampanye hitam. "Menjelang pemilu kata bapak presiden hendaknya dihindari black campaign. Kampanye hitam menurut bapak presiden menginformasikan sesuatu yang tidak ada tapi diadakan oleh pers," ujar Ketua PWI Margiono usai bertemu Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, (merdeka.com 27/1/2014). Kampanye hitam, yakni menyebarkan kabar yang sifatnya menjelek-jelekkan calon-calon lain agar rakyat tidak akan memilihnya, dalam dunia politik jamak dilakukan, bukan saja di Indonesia, tapi juga di negeri yang katanya amat menjunjung demokrasi, seperti AS. Kita bisa membaca berita-berita di berbagai media, misal, saat Barack Obama maju dalam pemilihan presiden AS pada 4 November 2008, suhu politik di negeri paman Sam ikut memanas, termasuk saling serang dengan cara kampanye hitam yang dilakukan masing-masing pihak (Barack Obama vs John McCain). Kampanye hitam yang mungkin bisa disebut terganas dapat kita lihat pada apa yang telah terjadi terhadap Anwar Ibrahim, politikus kawakan Malaysia yang pernah berjuang untuk menyingkirkan kepemimpinan PM Abdullah Badawi. Untuk menghancurkan citra Anwar Ibrahim dalam upaya memperebutkan kursi parlemen, Barisan Nasional menampilkan kesaksian Saiful Bukhari bin Azlan. Sambil memegang sebuah Al Quran dengan latar masjid Kuala Lumpur, dia bersumpah bahwa dirinya benar-benar disodomi Anwar Ibarahim. Jika berbohong, dia siap menerima laknat. Jaringan televisi yang dikuasai Barisan Nasional terus-menerus menayangkan sumpah ini.  Tidak cukup dengan cara itu, dimunculkan pula dalam papan reklame raksasa dan disisipi teks, mengapa Anwar Ibrahim tidak berani bersumpah untuk menyangkal kesaksian Saiful Bukhari bin Azlan (Kompas, 29 Agustus 2008). Bila kita telusuri lebih jauh, kampanye hitam sebenarnya telah dilakukan jauh sebelum politik modern muncul. Masih ingat kisah klasik  Daniel yang dilemparkan ke kandang singa? Peristiwa itu terjadi akibat kampanye hitam yang dilakukan lawan-lawan politik Daniel pada masa Darius menjadi raja Persia (522 SM-486 SM). Tujuan mereka adalah untuk menjatuhkan Daniel yang menerima kekuasaan besar dari raja. Padahal lawan-lawan politik Daniel mengetahui bahwa dia memiliki integritas dan kecakapan dalam berbagai hal, termasuk kepemimpinan. Ya, begitulah kalau orang-orang yang gila kekuasaan dan iri melihat prestasi orang lain. Meskipun Daniel diketahui tidak punya kesalahan untuk dituntut, lawan-lawan politiknya terus mencari sesuatu terhadap sosok Daniel yang bisa dibuat menjadi tampak salah. Diketahui, Daniel secara teratur beribadah kepada Allah. Maka, sebuah rekayasa dibuat lawan-lawan politiknya. Mereka merancang undang-undang agar semua orang yang ada di Kerajaan Media dan Persia dilarang menyembah salah satu dewa atau manusia kecuali raja. Tentu saja, dengan mudah Daniel terjerat undang-undang itu. Dia tertangkap  ketika beribadah kepada Allah. Dia dituduh lawan-lawan politiknya secara terang-terangan melanggar perintah raja. Maka, dmi undang-undang, dia harus dihukum mati dengan cara melemparkannya ke gua singa. Pertanyaannya adalah apa yang dilakukan agar terlepas dari jeratan kampanye hitam? Sungguh tidak mudah. Pada kasus Anwar Ibrahim, situasi oposisi sempat gawat karena dia menolak bersumpah seperti yang dilakukan Saiful sehingga membuat sebagian pendukungnya meragukan kejujurannya. Namun, menurut Anwar, menyatakan sumpah bahwa dia tidak melakukan sodomi tidak relevan karena tidak berpengaruh terhadap proses hukum. Kemudian, para pendukung Anwar Ibrahim, terutama pemuda dan mahasiswa sukarelawan gencar pula mendatangi warga dari rumah ke rumah untuk menjelaskan program dan komitmen pemimpin oposisi Malaysia itu. Mereka melancarkan pula kontra propaganda dengan menyebarkan fotokopi catatan medis yang menyatakan tidak ditemukan tanda-tanda adanya sodomi pada anus Saiful. Pada akhirnya, sejarah Malaysia mencatat, setelah didepak keluar dari parlemen pada 1998 dan dipenjarakan akibat kasus korupsi dan sodomi, Anwar Ibrahim kembali bergabung ke parlemen Malaysia pada 28 Agustus 2008 (Kompas, 29 Agustus 2008). Pada kasus  Daniel, tidak ada pihak-pihak lain yang dapat membantu situasi pelik yang dihadapinya, kecuali berpasrah diri pada Allah. Nasihat kuno mengatakan: “Ketika kita kehilangan harta, tidak ada yang hilang. Ketika kita kehilangan kesehatan, sesuatu hilang. Ketika kita kehilangan integritas, segala-galanya hilang.” Bagi Daniel ibadahnya kepada Allah merupakan sikap yang tidak bisa dikompromikan. Dengan kata lain, dia lebih memilih mati diterkam singa-singa kelaparan daripada kehilangan integritas, yakni hidup senang dengan kekuasaan tapi meninggalkan Allah. Bahwa Daniel tidak mengutamakan kekuasaan dalam hidupnya telah terbukti. Ketika Daniel berhasil mengartikan mimpi Raja Nebukadnezar (era sebelum Darius), maka raja memilihnya menjadi penguasa atas seluruh wilayah Babel dan menjadi kepala semua orang bijaksana di Babel. Namun, atas permintaan Daniel, raja menyerahkan sebagian pemerintahan wilayah Babel kepada teman-temannya, sedangkan dia lebih memilih sendiri tinggal di istana raja. Kampanye hitam jelas merupakan tindakan dari orang-orang yang gila kekuasaan. Menurut pengamat politik, Budiarto Shambazy, biasanya ahli-ahli kampanye hitam berlatar belakang tingkat intelegensia yang rendah (Kompas, 18 Oktober 2008). Pilihan ini sering digunakan, tentu saja, karena mudah, berbiaya (cost) murah, dan pengaruhnya untuk menghancurkan citra lawan-lawan politik begitu kuat, membuat para pendukung setia bahkan yang militan sekali pun dapat meragukan integritas sosok pujaannya. Kita bisa melihat pada kasus Anwar Ibarahim yang integritasnya sempat diragukan sebagian pendukungnya. Pada kasus Daniel, kita bisa membaca sikap raja  yang semula mengaguminya, tapi kemudian menjadi murka karena manusia pilihan Allah itu dianggap melawan hukum. Kampanye hitam, selain merupakan ancaman bagi  perkembangan demokrasi, tentu saja berbahaya bagi  bangsa. Alangkah elegannya kalau masing-masing pihak yang berkompetisi dalam meraih kursi melakukannya dengan cara-cara yang fair. Boleh jadi hal itu dilakukan dengan mengemukakan visi dan misi pro rakyat yang cukup realistis. Tentu saja, di samping semua itu, sosok yang berintegritas, cerdas, dan berjiwa melayani lebih dikedepankan. Hal inilah yang telah dilakukan Anwar Ibrahim. Dan dari Daniel, kita bisa pula belajar bahwa kekuasaan bukanlah hal utama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline