Lihat ke Halaman Asli

Propaganda

Diperbarui: 20 November 2016   02:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: http://www.wakingtimes.com/

Satu hal yang saya selalu ingat dari dosen ilmu politik saya waktu kuliah S1 dulu adalah ucapannya yang mengatakan, "Jangan pernah berkomitmen pada figur; tapi komitmenlah pada nilai-nilai."

Sebuah kalimat pendek yang ternyata bikin mata batin dan daya kritis saya selalu hidup. Persis alarm kebakaran yang selalu berbunyi setiap ada tanda-tanda bunga api akan menyala. Dan ini asik. Logikanya sederhana: Jika kita komit pada figur atau seseorang, kita bisa saja ditipu oleh penampilannya, bahasanya, atau kharismanya. Namun jika komit pada nilai-nilai, kita akan terus mendeteksi seseorang berdasarkan tolak ukur apakah seseorang menyimpang atau tidak dari nilai-nilai, misalnya dari nilai keadilan, kesejahteraan atau kesamaan. Jika ada seseorang yang saat kampanye berteriak, "Pilih saya! Saya akan mensejahterakan rakyat,"  tapi di lapangan dia korup....maka sudah bisa kita deteksi bahwa dia berbohong dengan ucapannya.  

Dari satu kalimat itu saja kita bisa menjadi warga yang sangat kritis terhadap para elit atau politisi. Terlebih lagi jika kita memahami sebuah hal yang cukup mendasar dalam dunia politik, yakni propaganda. Memahami propaganda, berarti memahami "siapa" seseorang, apa tujuannya dalam mencapai posisi tertentu, dan bagaimana resikonya bagi kita sebagai rakyat jika orang itu naik tahta.

Apa Itu Propaganda?

Apa yang dimaksud dengan propaganda? Menurut Leonard W. Dobb, propaganda adalah sebuah usaha sistematis (atau terencana) yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk mengontrol pihak lain dengan menggunakan sugesti, rayuan atau pengaruh2.

Dalam propaganda ada proses penyampaian ide, kepercayaan, bahkan doktrin untuk mempengaruhi orang lain agar mendukung kepentingan si pelaku propaganda. Pada kegiatan kampanye politik, propaganda dilakukan biasanya untuk tujuan memenangkan pemilu atau untuk mengalahkan lawan politik.

Propaganda dapat berbentuk ucapan, bahasa tubuh atau tulisan-tulisan di media. Sebagai contoh, Richard Nixon pernah menggunakan propaganda secara halus dan cerdik selama menjadi Presiden Amerika. Saat dia dituduh terlibat dalam kasus Watergate, seringkali dia melakukan perjalanan untuk menyapa orang-orang kecil secara langsung, misalnya dia minum kopi di sebuah counter kecil dan mengobrol ramah dengan pelayannya. Hal tersebut kemudian dipotret dan dipublikasikan untuk mengatakan pd seluruh warga Amerika bahwa Nixon perduli dengan rakyat. Dan karena dia perduli dengan rakyat, dia tidak mungkin terlibat dengan kasus Watergate. Kata-kata "rakyat" dan "merakyat" memang seringkali sangat ampuh untuk mempengaruhi pendapat masyarakat pd umumnya.

Kiat Propaganda

Ada dua kiat yang biasa dilakukan suatu pihak agar gagasan atau pengaruh propagandanya dapat terlaksana dengan baik dan mampu mempengaruhi banyak orang, yakni:

Pertama, melakukan Agitasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agitasi berarti hasutan. Bentuk agitasi bisa berupa diskusi, debat, pidato atau penyebaran selebaran. Salah satu tujuan agitasi adalah untuk mengacaukan pikiran atau pendapat orang lain agar orang lain se-ide dengan si penyebar hasutan. Biasanya agitasi tidak disertai dengan bukti nyata. Sebagai contoh, pada era sebelum reformasi elit politik tanah air sering melakukan agitasi. Misalnya saat ada kelompok umat Islam menentang kebijakan pemerintah, dengan berapi-api elit politik yang merupakan bagian dari rezim pemerintah mengatakan bahwa kelompok umat Islam itu "anti Pancasila," "anti pembangunan," atau "subversif." 

Kata-kata yang saya berikan tanda petik itu kemudian menjadi kata-kata yang ditakuti masyarakat. Masyarakat takut melakukan demonstrasi karena takut dituduh subversif; masyarakat enggan menyampaikan pendapat secara terbuka karena takut disangka anti pembangunan; dan lain-lain. Tidak heran pada masa ini hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat sangat terbatas. Inilah fungsi dari agitasi. Mencuci otak masyarakat secara cerdik agar masyarakat mendukung gagasan pihak tertentu. Karena itu hati-hati jika ada seorang calon Presiden atau Kepala Daerah atau anggota legislatif saat berkampanye bilang, "demi rakyat," "untuk keadilan," "memerangi kemiskinan," dan lain-lain. Kita mesti meneliti dulu apakah kepribadiannya memang sesuai dengan ucapannya itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline