Tau kan jaman sekarang pelajar sekolah itu gimana. Cinta-cintaan terus mainnya. Nyatakan sini, nyatakan sana, deketin dia, deketin situ, dan masih banyak lagi polah tingkah pelajar jaman sekarang. Mulai dari temen sekelas, lain kelas, bahkan kakak dan adik kelasnya pun ikut menjadi target. Jadi jangan heran moral dan taraf pendidikan di negara ini sekarang lagi buruk-buruknya.
Mendengar kasus pendidikan terlebih prestasi akademik siswa/I di sekolah jeblok, apalagi kalau sang siswa/I udah kena yang namanya cinta. Waduh, bayangkan ketika sebelumnya tiap hari sibuk belajar buat mata pelajaran besok sekarang berubah jadi lebih sering mikirin doi dan biasanya sambil chat-chatan. Yah jelas dong prestasi akademiknya semakin turun, mengingat konsentrasi belajarnya turun.
Dari ulasan di atas sekiranya banyak negatifnya ya ketika siswa/I itu sedang dilema jatuh cinta. Apalagi dampak signifikan ke akademiknya sangat besar. Namun inilah hal yang harus diperhatikan secara jeli oleh guru apalagi konselor sekolah selevel BK. Apalagi di jenjang SMA, banyak-banyaknya siswa/I khususnya murid cewek dalam melakukan “curhat-curhatan” atau sekedar ngegosip sama BK.
Dari sinilah konselor sekolah dituntut untuk memacu segi kreativitasnya dalam menangani hal ini. Apalagi dalam masa-masa remaja, siswa/I masih dalam tahap mencari jatidirinya. Siapakah dia sebenarnya, apa guna dirinya dilahirkan dan bagaimanakah kisahnya di masa depan. Hal terakhir berkaitan dengan kisah asmara yang sedang dialami siswa/I.
Memang mengurusi kisah asmara bagaikan sebuah perjudian yang tak pasti arah akhirnya. Namun melihat efek yang sangat besar terhadap prestasi akademik siswa tentu saja hal ini perlu dipoles agar tidak timbul penyimpangan-penyimpangan. Kisah asmara baik sedih maupun gembira pasti ada hikmahnya.
Konselor harus menetralisir efek asmara yang sedih tadi, misal dengan cara mendoktrin siswa/I tersebut dengan korelasi orang-orang yang mempunyai ekspektasi tinggi terhadapnya, misalnya orang tua. Atau mungkin mencari pembenaran kepada diri siswa/I tersebut atas kisah asmara sedihnya. Seperti si klien (siswa/i) diputusin karena kurang tampan, mungkin dengan pembenaran seperti yang pernah diutarakan Pak Ridwan Kamil “jika kamu gagal menjadi pria tampan, jadilah pria mapan, dengan begitu wajahmu termaafkan” bisa menumbuhkan kembali mood yang barusan tumbang.
Ada pula yang punya kisah asmara yang bahagia, bisa dijadikan batu loncatan konselor. Konselor harus mampu mendoktrin siswa/I tadi dengan memiliki asmara yang bahagia bisa sebagai pemicu belajar maupun mood dalam pembelajaran di kelas.
Jangan lupa, konselor sebagai orang yang lebih tua sekaligus lebih berpengalaman harus bisa memberi tips dan trik dalam hubungan asmara. Karena remaja yang masih awam dalam hal asmara memerlukan referensi sebagai bekal dia menjalani kisah asmaranya. Baik itu cara agar saling mengerti satu sama lain, waktu yang tepat untuk jealous,atau mungkin mengadakan belajar bersama. Selain bisa sharing ilmu, siswa/I juga bisa mengamati dan saling memahami kebiasaan dari lawan jenisnya.
Penulis menulis artikel ini sebagai inovasi konselor untuk memanfaatkan kisah asmara siswa/I di sekolah sebagai pemacu semangat belajar. Jadi melihat konteks asmara seperti “pacaran” sebagai kegiatan positif yang membangun dalam prestasi akademik, bukan dalam konteks negatif yang mengarah ke perbuatan dosa. Segala sesuatu yang negatif apabila dicermati dengan cerdas juga pasti ada akan jadi hal positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H