Lihat ke Halaman Asli

Robby Syahputra

syahdu fajar dan sendu senja

Pahlawan Itu Miko Namanya

Diperbarui: 25 Desember 2020   18:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: hasil karya saya sendiri Foto orang tua tersenyum: mitrapol.com

Bukan cerita baru jika ada seseorang merantau sendirian ke kota besar seperti Jakarta tentunya. Hampir setiap tahun ada pendatang baru dari daerah, yang tidak jarang hanya bermodalkan kenekatan. Seperti kisahku yang datang ke ibukota untuk menguji peruntungan. Tapi ini bukan kisahku, ini tentang seorang pahlawan dalam satu lembar kisah perjalanan hidupku.

Akhir februari 2013, bermodalkan uang seadanya aku berangkat ke Jakarta. Sendirian, tanpa teman, sahabat dan juga sanak saudara. Sebatang kara istilah kerennya. Aku mencoba peruntunganku. Bertahun-tahun sebagai karyawan, aku putuskan untuk berhenti, karena aku ingin mewujudkan impianku menjadi pengusaha. 

Kenekatanku saat itu, aku ke Jakarta tidak tahu mau apa, mau ke mana, memulai dari mana, dan yang pasti aku tidak kenal siapa-siapa. Sepertiga uang yang aku bawa, aku pakai untuk tempat tinggal. Setelah aku pisahkan beberapa lembar untuk makanku, sisanya aku tekadkan sebagai modal awalku.

Bermodalkan pengetahuan yang aku dapatkan sebelum berangkat ke Jakarta, aku putuskan untuk berjualan online tas-tas wanita. Bagaimana aku memulai, memutuskan pemilihan tempat tinggal dan kenapa memilih untuk menjual tas wanita, mungkin untuk saat ini harus kita lewati dulu, karena tokoh utama dalam cerita ini bukan aku tentunya. Seperti penampilan artis besar, aku hanyalah artis pembuka dalam cerita ini.

Awal berjualan, dalam dua sampai tiga hari aku terkadang hanya menjual satu atau dua tas saja. Dikarenakan belum memiliki kendaraan, aku terpaksa berjalan kaki untuk mengantarkan paket ke JNE. Tapi saat aku berjalan dan melihat ada bapak tua pengayuh becak sedang duduk menunggu penumpang memakai jasanya, aku merogoh sakuku. Setelah memastikan keuntungan penjualan hari itu cukup untuk membayar, aku meminta bapak itu mengantarkanku. Aku selalu percaya, saat kita memberi dengan tujuan baik, Tuhan selalu punya cara membalas kebaikan hamba-Nya.

Meski saat itu, usaha online belum seperti saat ini, tapi JNE Pademangan -- tempatku biasa mengirimkan paket -- selalu penuh dengan antrian. Aku terbiasa duduk di pojokan menunggu keadaan sedikit sepi. Ada sedikit rasa malu di hatiku, hanya membawa satu atau dua paket saja. Hal ini terjadi beberapa kali. Ternyata selama beberapa kali itu, seorang karyawan mengamatiku.

Sampai suatu ketika, saat aku selesai menyerahkan paket, membayar dan menerima resi, aku berpapasan dengannya di depan JNE. Dia baru saja selesai mengambil paket pick up  sepertinya.

"Bang Obie ya?" Dia menegurku.

"Iya. Kok bisa tahu nama saya?" aku tersenyum namun juga bingung karena dia menyebut namaku.

"Nebak aja bang. Di paket kan suka ada nama pengirim." Dia tersenyum balik sambil memainkan rambutnya yang hampir sebahu. Pernyataannya aku sambut dengan anggukan membenarkan.

"Bang, kenapa ga minta di pick up aja paketnya?" Pertanyaannya sederhana memang, tapi entah kenapa seperti menampar wajahku. Hanya dua paket tapi minta diambilin? Mau ditaruh dimana ini muka? Batinku saat itu bergejolak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline