Lihat ke Halaman Asli

Robbi Khadafi

Tukang Ketik, Sang Pengantar

Revisi UU KPK Menyimpan Banyak Misteri

Diperbarui: 14 September 2019   00:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Foto dokumen pribadi): Menkumham Yasonna Laoly dan Mendagri Tjahjo Kumolo menghadiri rapat Baleg DPR terkait RUU KPK dan RUU MD3 di Komplek Parlemen,

Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (RUU KPK) sudah mulai dibahas oleh pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR. RUU KPK ini pun dinilai banyak menyimpan misteri. Terutama usulan RUU ini dilakukan pada saat masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 berakhir. Tepatnya berakhir pada 1 Oktober mendatang.

Menurut ahli hukum pidana Suparji Achmad, RUU KPK ini bisa saja disahkan menjadi UU sebelum masa jabatan anggota DPR periode saat ini berakhir pada Oktober mendatang. 

Namun kualitasnya diragukan serta ruang publik berpartisipasi akhirnya terbatasi. Padahal dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan itu ada peran serta masyarakat.

Banyak isu yang dibahas dalam RUU ini, mungkin juga banyak DIM dibawa pemerintah, situasi yang sudah mepet begini maka yang jadi pertanyaan bagaimana pertanggungjawaban secara kualitatif konten dari RUU KPK. 

Suparji juga menilai point-point dalam RUU KPK ini realistis. Seperti kewenangan SP3, penertiban penyadapan, masul ke ranah eksekutif, tidak susah untuk diterima kalau memberi ruang publik yang besar untuk turutserta mendiskusikan.

"Situasi seperti ini membuat orang bertanya-tanya mengapa diakhir periode ini (pembahasan RUU KPK). Padahal ini sudah dipersiapkan lama," ujarnya.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia ini memaparkan beberapa hal mengapa RUU KPK ini terkesan buru-buru pembahasannya Pertama, ingin cepat proses pembahasannya. Kedua, mengiringi pimpinan KPK periode 2019-2023 dan sinkronkan dengan RUU KUHP. "Jadi semuanya serba misteri. Waktunya proses pembahasannya cukup unik," katanya.

Pada Kamis malam kemarin, Baleg DPR bersama Menkumham Yasonna Laoly dan Mendagri Tjahjo Kumolo melakukan rapat perdana pembahasan RUU KPK. Wakil Ketua Baleg DPR Totok Daryanto mengatakan draft RUU KPK berisi beberapa materi muatan.

 Pertama, kedudukan KPK jadi bagian kekuasaan eksekutif. Kedua, mekanisme penyadapan, ketiga kewenangan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), keempat pembentukan Dewan Pengawas KPK dan koordinasi dengan penegak hukum lain yakni Kepolisian dan Kejaksaan.

Berdasarkan materi muatan tersebut, dilakukan perubahan atas Pasal 1, Pasal 3. Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15, Pasal 19 Pasal 21, Pasal 24 Pasal 46, dan Pasal 47. Selain dilakukan perubahan atas pasal-pasal yang ada, dilakukan juga penghapusan atas pasal-pasal yang ada, yaitu: Pasal 14, Pasal 22, dan Pasal 23. Selanjutnya juga ditambahkan pasal- pasal baru, yaitu: Pasal 10A, Pasal 12A, Pasal 12B, Pasal 12C, Pasal Pasal 37A Pasal 37B, Pasal 37C, Pasal 37D, Pasal 37E, Pasal 37F, Pasal 37G, Pasa 43A, Pasal 45A, Pasal 47A, Pasal 69A, Pasal 70A, Pasal 70B dan Pasal 70C.

Menkumham Yasonna Laoly menyampaikan pendapat dan pandangan Presiden soal RUU KPK. Pada prinsipnya pemerintah menyambut baik dan bersedia melakukan pembahasan bersama DPR. Yasonna pun menyampaikan beberapa hal yang kiranya dapat menjadi pertimbangan dalam proses pembahasan, antara lain:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline