Lihat ke Halaman Asli

Robbi Khadafi

Tukang Ketik, Sang Pengantar

Cabut Pasal Hukuman Kebiri pada Pelaku Kejahatan Seksual

Diperbarui: 26 Agustus 2019   09:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: iluatrasi hukuman kebiri (grid.id)

Presiden Joko Widodo pada tahun 2016 mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perlindungan Anak. Di dalamnya mengatur mengenai pemberian hukuman kebiri kimiawi terhadap pelaku pelecehan/kejahatan seksual.

Berbagai kalangan menolak diberikannya hukuman kebiri karena melanggar hak asasi manusia, kesepakatan internasional dan tidak akan menimbulkan efek jera.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak untuk menjadi eksekutor hukuman kebiri ini. Namun pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak mempermasalahkannya karena hal itu memang sesuai dengan kode etik kedokteran. Apabila melakukannya maka itu sama saja menyakiti pasien dan bertentangan dengan kode etik kedokteran.

Meski dapat penolakan dari berbagai kalangan, pemerintah dan DPR tetap mensahkan Perppu kebiri ini menjadi UU. Perppu tersebut menjadi UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. 

Tiga tahun berlalu, hukuman kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak, baru pertama kali terjadi di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Vonis hukuman itu dijatuhkan Pengadilan Negeri Mojokerto terhadap Muh Aris (20), pemuda asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Pengadilan memutuskan Aris bersalah melanggar Pasal 76 D junto Pasal 81 Ayat (2) Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pemuda tukang las itu dihukum penjara selama 12 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Aris dikenakan hukuman tambahan berupa kebiri kimia.

Aris dihukum penjara dan kebiri kimia setelah terbukti melakukan 9 kali pemerkosaan di wilayah Kota dan Kabupaten Mojokerto. Ada pun para korbannya merupakan anak-anak.

Aksi pemuda itu dilakukan sejak tahun 2015 dengan modus mencari korban dengan kriteria anak gadis, sepulang dari bekerja. Aksi bejat itu dilakukan di tempat sepi. Salah satu aksinya pada Kamis, 25 Oktober 2018, sempat terekam CCTV.

Aksi yang dilakukan di wilayah Prajurit Kulon Kota Mojokerto itu menjadi petualangan terakhirnya sebelum diringkus polisi pada 26 Oktober 2018.

Koordinator End Child Prostitusion, Child Pornography and Trafficking of Child for Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia, Ahmad Sofian mengatakan hukuman kebiri ini sejak awal pembahsan dalam Perppu Kebiri telah menimbulkan pro kontra.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline