Lihat ke Halaman Asli

Robbi Khadafi

Tukang Ketik, Sang Pengantar

Mustahil Cegah Mantan Narapidana Korupsi Maju Pilkada

Diperbarui: 31 Juli 2019   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan mantan narapidana kasus korupsi tidak bisa mencalonkan diri dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020. Menyusul untuk kedua kalinya Bupati Kudus Muhammad Tamzil terlibat kasus korupsi.

Usulan ini bukan pertama kali digulirkan. Pada 2015, Jumanto warga Dusun Siyem, RT 01 RW 04, Desa Sogaan, Pakuniran, Probolinggo; dan Fathor Rasyid warga Kloposepuluh RT. 020 RW. 005, Desa Kloposepuluh, Sukodono, Sidoarjo, mengajukan judical review Pasal 7 huruf g dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pasal 7 huruf g berbunyi "Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih"

Pasal 7 huruf h berbunyi "Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap"

Hasilnya MK melalui putusan MK Nomor 42/PUU-XIII/2015 yang keluar pada Kamis (9/7/2015), mengabulkan dan membolehkan mantan narapidana ikut Pilkada. Namun MK mensyaratkan mantan narapidana tersebut harus secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

Lalu menjelang Pemilu Serentak 2019 lalu, KPU menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang berisi melarang mantan napi korupsi maju sebagai calon legislatif. Aturan tersebut pun digugat ke Mahkamah Agung (MA) oleh para mantan narapidana yang nyaleg.

Hasilnya MA mengabulkan dan membolehkan mantan narapidana korupsi, terorisme, narkoba, nyaleg. MA membatalkan PKPU tersebut beracuan pada UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu tidak mengatur mantan narapidana dilarang nyaleg.

Beracuan pada dua putusan di atas, Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Achmad, menilai wacana yang digulirkan oleh KPU dan KPK tersebut mustahil dilaksanakan. Pasalnya bertentangan dengan konstitusi.

"Tidak mungkin mencegah itu (mantan narapidana dilarang maju Pilkada). Orang akan mengatakan melarang mantan narapidana korupsi maju Pilkada itu sebuah norma yang inkonstitusional," kata Suparji Achmad di Jakarta, Rabu (31/7/3019).

Berbagai kalangan juga mengusulkan larangan mantan narapidana maju Pilkada diatur dengan merevisi UU Pilkada dan juga Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu. Suparji menegaskan bahwa hal itu kan sia-sia karena nanti juga akan dimentahkan oleh MK.

Menurut Suparji, melarang mantan narapidana korupsi maju Pilkada itu melanggar hak asasi manusia. Ia beracuan pada Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-IV yang berbunyi "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline