Lihat ke Halaman Asli

Robbi Khadafi

Tukang Ketik, Sang Pengantar

Trauma BW Jadi Kuasa Hukum di MK

Diperbarui: 23 Juni 2019   06:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi Bambang Widjojanto (IDNtimes.com)

Permintaan saksi yang diajukan oleh tim kuasa hukum Prabowo-Sandi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) agar dilindungi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), menarik untuk dibahas lebih dalam.

Meskipun hakim MK sudah menolak permintaan tim hukum yang di ketuai oleh Bambang Widjojanto (BW) tersebut karena tidak diatur dalam peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Lebih jauh perlindungan saksi oleh LPSK dalam perundangan-undangan lebih dikenal dalam persidangan perkara pidana. Sementara persidangan di MK, lebih kepada kasus perdata yang tidak perlu dilindungi oleh LPSK. Cukup selama persidangan MK, saksi diberikan perlindungan oleh pihak keamanan.

Bila ditelisik lebih dalam, permintaan saksi dilindungi LPSK di MK, bisa dibilang dilatar belakangi trauma dan pengalaman yang dialami oleh BW ketika menjadi kuasa hukum Bupati Kotawaringin Barat, Ujang Iskandar dalam sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kotawaringin Barat di MK pada 2010 silam tidak terulang.

ketua-tim-hukum-prabowo-sandi-bambang-widjojanto-okezone-com-5d0db67d0d82303b4302e3f4.jpg

Penanganan sengketa Pilkada tersebut oleh BW berujung kriminalisasi. Pada 23 Januari 2015, BW dibekuk dan diborgol oleh aparat Kepolisian usai mengantar anaknya pergi ke sekolah di Depok. 

Bambang saat itu segera digiring ke Mabes Polri untuk menjalani pemeriksaan.Polri menjerat BW dengan Pasal 242 jo pasal 55 KUHP yaitu menyuruh melakukan atau memberikan keterangan palsu di depan sidang pengadilan yaitu sidang MK. Dengan ancaman 7 tahun kurungan penjara.

Diyakini polisi BW telah menggiring opini terkait transaksi uang dalam kampanye pilkada melalui seorang saksi bernama Ratna Mutiara saat bersengketa di MK.

Kasus ini memang tak terkait posisi BW yang pada 2014 lalu menjabat sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun penangkapan terhadap BW ini berpangkal pada bola panas Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menetapkan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri menggantikan Sutarman pada 10 Januari 2015.

Lalu pada 13 Januari 2015, KPK mengumumkan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi "rekening gendut" saat ia menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. 

mantan-pimpinan-kpk-bambang-widjojanto-liputan6-com-5d0db68e0d82303b4302e3f6.jpg

Pada 14 Januari 2015, Budi Gunawan dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi III DPR. Kemudian pada 15 Januari 2015, Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan Komisaris Jenderal Komjen Budi Gunawan sebagai calon kapolri menggantikan Jenderal Sutarman. 

Tidak terima ditetapkan sebagai tersangka, pada 19 Januari 2015 Budi Gunawan mendaftarkan gugatan pra peradilan terkait penetapan tersangka atas dirinya oleh KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline