Lihat ke Halaman Asli

Robbi Gandamana

TERVERIFIKASI

Ilustrator

Antara Corona dan Sempak Ukuran S

Diperbarui: 6 Maret 2020   09:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : minews.id

Sesaat setelah Corona dinyatakan masuk Indonesia (2 positif di Depok) sejumlah warga langsung panik. Tapi kebanyakan yang panik itu kalangan menengah ke atas. Kalau rakyat jelata nggak ada urusan. Panik opo. Panik itu kalau nggak ada uang buat beli beras.

Rakyat jelata jangan ditakut-takuti Corona. Ojok maneh Corona, lha wong lokalisasi kelas teri dimana resiko terkena sipilis sangat besar, banyak yang jajan di situ. Gak wedi nek pucuke peli iso cuwil.

Corona ini khan ponakannya SARS dan MERS. Penyakit jurusan saluran pernafasan. Cuma lebih keras dari flu. Jadi nggak usah panik. Jauh dari peli.

Kalau kita mundur ke belakang dimana dulu SARS dan MERS mewabah, rakyat Indonesia terbukti lebih kedot dibanding bangsa lain. Korbannya lebih sedikit. Ketahanan tubuh bangsa kita itu beda. Bukan karena gizinya terjamin. Mereka tangguh karena terbiasa hidup sengsara dan juga karena punya kekuatan dahsyat yang bernama sugesti.

Kalau ada ulama yang meminta umat perbanyak doa Qunut untuk menangkal Corona, lakukan saja. Bukan karena doa Qunut atau doa yang lain yang membuatmu terhindar dari Corona, tapi karena sugesti dan kesungguhannmu mencintaiNya. Tuhan jadi terharu. Corona pun sungkan mendekatimu.

Kalau nggak bisa baca doa Qunut ya gak papa, yang penting jaga kebersihan. Kalau muslim ya menjaga wudhu, kalau agama lain aku gak eruh. Tanpa merapal doa pun Tuhan tahu isi hatimu. Kamu bikin doa sendiri pun nggak masalah. Sak mampumu. "..wis pokoke podo ngertine ya Alloh.." Iyo le.

Corona sudah nyampai Eropa. Padahal jauh dari pusat wabah. Sedangkan Indonesia yang dekat dengan Tiongkok malah baru dua orang yang positif. Pejabat tinggi negara-negara bule tadi perutnya mules nggak percaya dengan fakta itu. Kesan mereka, pemerintah kita nyantai dalam menangani Corona. Nggak nyantai, cuman alat tesnya mahal, nggak mampu beli. Kere.

Orang bule itu gizinya oke, olahraganya teratur, tapi di pikiran mereka tertanam ketakutan yang sangat pada sakit dan kematian. Rasa takut berlebihan itulah yang mengundang penyakit. Kans untuk sakit lebih besar. Beda dengan kita yang nrimo ing pandum, menghadapi hidup dengan asyik. Maka penyakit jadi minder, males mampir.

Nek pikiran wis beres, urip gak bakalan rembes. Hidup memang selalu ada masalah tapi bagaimana caranya kamu harus lebih besar dari masalah. Masalah itu bukan masalah kalau kita tahu solusinya. Istri cerewet bukan masalah kalau bisa ngatasinya. Disebut masalah kalau nggak bisa ngatasi. Matio kono.

Yang nggak asyik di sini itu selalu saja ada orang yang memanfaatkan situasi. Musibah jadi lahan bisnis. Saat orang butuh masker, masker hilang di pasaran karena diborong pedagang mbokneancuk alias motherfucker.

Yang asyik itu Bu Risma yang sengaja menimbun masker agar tidak keduluan pedagang. Saat nanti benar-benar dibutuhkan akan dibagikan gratis ke warga. Dan itu cukup membunuh pasar para  penimbun masker. Kalau ada yang gratis, kenapa harus beli. Rasakno koen.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline