Lihat ke Halaman Asli

Robbi Gandamana

TERVERIFIKASI

Ilustrator

Cak Nun Memang "Bos" dan Presiden adalah "Buruh"

Diperbarui: 9 Mei 2019   12:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

caknun.com

Ini serius..

Sebelumnya perlu kalian tahu bahwa saya bukan Jokower, apalagi Prabower. Saya bukan anak maiyah, cuman pengagum maiyah dan Cak Nun sebagai founding father-nya. Dan perlu diketahui juga maiyah itu bukan sekte, Ormas, gerakan politik, atau apa pun. Maiyah cuman majelis ilmu yang berupaya ndadani uteke arek-arek sing rengat alus bla bla bla.

Oke langsung saja. Ini soal pernyataan Cak Nun yang kurang lebihnya menyatakan, "Saya orang yang hina kalau mau mendatangi undangan ke istana. Masa "bos" mau mendatangi "buruh"(beliau tidak memakai kata "jongos' seperti yang dituduhkan selama ini)."

Rupanya banyak Jokower yang ngamuk dengan ucapan Cak Nun di atas yang dicuplik dari secuil rekaman videonya di Youtube (bersama Najwa Shihab, acara Peringatan 2 tahun kasus Novel Bawesdan). Di medsos sudah banyak yang ndase umep kebal-kebul.

Ngene rek, maksud kata "bos" di sini Cak Nun menempatkan diri sebagai rakyat. Karena rakyat adalah juragannya Presiden. Rakyatlah yang membayar Presiden dan segala aparatnya untuk ngurusi atau mengatur negara. Presiden itu cuma pegawai outsourcing negara selama lima tahun. Jadi Presiden itu sejatinya adalah bawahannya rakyat (buruh). Rakyat adalah bosnya.

Makane kalau anda nanti jadi presiden, jangan geer. Jadi kalau ada rombongan presiden (atau pejabat penting lainnya) sedang berada di jalan raya jangan nggaya nyuruh-nyuruh rakyatnya minggir. Anda itu bawahannya rakyat.

Dan pernyataan Cak Nun itu bukan kesombongan. Rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi. Dan yang namanya buruh itu harus melamar dulu untuk ketemu bos. Dan itu terserah-serah bosnya mau nolak atau menerima. Kalau baik ya diterima, kalau mblendes ya nanti dulu.

Makanya negara harusnya yang membuat proposal pada rakyat (pemuda) yang berprestasi. Bukan rakyatnya yang ngemis-ngemis menyodorkan proposal minta dana bantuan. Negara yang butuh orang pintar. Negara harus proaktif hunting pemuda berprestasi. Embuh carane ya'opo aku gak eruh.

Selama ini kita memang "dibodohkan" dengan hirarki kenegaraan. Bahwa presiden adalah kasta paling mulia di atas rakyat. Kenyataannya presiden bukanlah raja dan jangan pernah me-raja-kan diri. Presiden itu petugas administrasi nomer satu di wilayah negara yang dibayar pakai uangnya rakyat.

Aturan negara atau apa pun yang sifatnya protokoler juga kadang malah membuat kita "bodoh". Seperti cerita Cak Nun saat di bandara.

Para petugas selalu menyambut dan mencium tangannya. Setelah itu minta KTP, karena aturannya harus menunjukan KTP. Lho ya'opo se, KTP itu gunanya untuk meyakinkan, kalau data di KTP cocok dengan pemilik KTP. Kalau sudah kenal dan yakin itu Cak Nun, kok masih diminta KTP. Lha terus sing kok ambung tangane iku maeng sopo!?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline