Lihat ke Halaman Asli

Robbi Gandamana

TERVERIFIKASI

Ilustrator

Salut Buat Bayu, Film Berbahasa Jawa Bukan Tontonan Babu

Diperbarui: 25 Februari 2018   11:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: @lufakh

Dulu, saat pertama kali lihat wajahnya Bayu Skak di pidionya, aku nggak yakin, iso opo arek iki. Raine kemaplok, wis pokoke madesu alias masa depan suram. Tapi ternyata apa yang dilakukan Bayu Skak sekarang dengan film "Yowis Ben" yang berbahasa Jawa itu, aku langsung berupa pikiran. Mantap my man!

Lewat filmnya tadi, dia mengekspresikan kecintaan dan kebanggaannya dengan Jawa-nya. Sekaligus ajang pembuktian--> Jangan pernah meremehkan orang Jawa!

Kalau ada yang mem-bully dengan menyebutnya sebagai film khusus babu atau TKW, itu karena mereka nggak punya resolusi pandang yang luas. Mereka terpenjara oleh mindset yang diciptakan sinetron. Di tayangan sinetron orang yang berbahasa Jawa medok itu biasanya berperan sebagai babu, TKW, wong ndeso, kampungan, lugu dan ndlahom.

Mindset sinetron itulah yang membuat banyak orang Jawa merasa rendah diri (inferior) dengan ke-Jawa-annya. Dengar saja penyiar radio-radio di Jawa yang kebanyakan memakai bahasa Indonesia Jakarta (Betawi), "Lu kok baru nongol sich bang...gimana nich kabarnya...sombong yee..gua kira elo udah koit.." Padahal host-nya cah mBantul.

Jadi, aku mendukung 100% Bayu Skak dengan film berbahasa Jawa-nya itu. Dia berusaha membalikan mindset yang diciptakan sinetron, bahwa orang Jawa tidak se-ndlahom itu. Bahkan orang-orang besar di negeri ini kebanyaan orang Jawa.

Orang Jawa menyebar luas di seluruh negeri, tapi orang Jawa bukan bangsa penindas. Mereka bangsa yang suka mengalah (tapi bukan berarti kalah). Mereka bisa membaur dengan cepat tapi tetap mempertahankan budayanya. Maka salah besar kalau OPM bilang bahwa pembangunan di Papua itu bertujuan untuk mempermudah akses orang Jawa untuk menguasai Papua. Justru pembangunan itu membantu orang Papua untuk maju.

Bangsa Jawa itu mengayomi (memangku), tidak ada sejarahnya kalau bangsa Jawa itu menindas bangsa lain. Makanya di Jawa rajanya bergelar Mangkubuwana, Mangkubumi dan Mangkunegara. Mungkin juga termasuk Mangkulangit. Yang jelas, Mangkurondo tidak termasuk.

Ini bukan soal Jawasentris atau rasisme, ini soal patriotisme, kebanggaan menjadi Jawa. Dan juga soal kepantasan. Sebuah film harusnya memakai bahasa asli sesuai dengan tokoh yang diperankan, agar terlihat natural dan alami. Kalau bercerita tentang orang Papua yang setting-nya di Papua, harusnya dialognya bahasa Papua. Wagu kalau pakai bahasa Indonesia. Kayak sinetron Telenovela yang di-dubbing bahasa Indonesia, tahu khan, menyebalkan!

Aku sendiri orang Jawa. Makanya aku sering menyisipkan bahasa Jawa dalam tulisanku. Dan mereka yang tidak ngerti bahasa Jawa masih bisa paham tulisanku karena memahaminya tidak kata-perkata. Kata-kata bahasa Jawa dalam tulisanku cuman pemanis, bukan kalimat utama. Jadi jangan memahami tulisanku lewat kata-perkata, bisa stres kau nak.

Ingat kata Mahfud MD, bahwa Tuhan sengaja membuat manusia berbeda agar maju bersama, bukan malah bermusuhan. Kalau tidak setuju dengan perbedaan, maka sama saja melawan Tuhan. Nah lhoo.

Jadi kalau Tuhan menciptakan dan memerintahkanmu jadi orang Jawa, kenapa malu atau nggak pede berbahasa Jawa. Kalau kamu orang Jawa tapi lebih mencintai budaya bangsa lain atau memaksa diri jadi orang lain, itu sama saja mengingkari dirimu, bahkan bisa jadi melawan Tuhan. Kalau kamu Jawa, jangan jadi Arab atau Barat. Ingat, kenali dirimu maka kau akan mengenal Tuhanmu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline