Lihat ke Halaman Asli

Robbi Gandamana

TERVERIFIKASI

Ilustrator

Begini (Seharusnya) Menulis di Medsos

Diperbarui: 23 November 2015   18:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua yang saya tulis ini adalah cara saya. Sebuah kesimpulan atau evaluasi dari hasil nulis (baca : nggedabrus) di Medsos beberapa tahun. Juga hasil pengamatan dari tulisan Netizen lain yang tulisannya berhasil jadi viral di dunia maya. Teori ini 100% pemikiran saya sendiri tanpa referensi dari mana pun.

Soal ini sebenarnya sudah pernah saya singgung di tulisan lama saya. Tapi di sana cuman sebagai selingan saja dan tulisan itu sudah saya hapus. Yang sekarang ini lebih saya fokuskan ke persoalan.

Well, sebelum menulis, pahami dulu ente menulis dimana, untuk apa dan siapa. Menulis di Medsos jelas berbeda dengan menulis di buku LKS, buku pelajaran atau yang sifatnya resmi. Ini Medsos Mblo, Lupakan teori menulis yang disampaikan dosenmu. Kalau untuk kepentingan kampus, taati teori dosen karena ente masih butuh nilai agar cepat lulus dan dapat ijazah.

Situs yang masuk kategori Medsos adalah Facebook, Twitter, Kaskus, Google+, Myspace, Friendster, dan lain-lain. Mungkin Kompasiana masuk kategori Medsos kali ya cuman statusnya berupa artikel...ah, terserah opini ente.

Menulis di Medsos itu gampang, semua orang bisa nulis di sana, dari penggembala kambing sampai profesor. Tapi jangan terlalu menggampangkan, banyak tulisan cerdas di Medsos yang sepi pengunjung. Dan ini yang perlu dicari tahu, kenapa bisa begitu.

Orang ber-Medsos itu cari senang, jika dapat informasi dan ilmu itu bonus. Makanya tulisan puanjang dengan data yang detail bianget malah nggak laku di sana. Karena Medsos itu tempat pelarian dari rutinitas yang membosankan. Jangan disuguhi lagi dengan sesuatu yang sama atau mirip dengan yang dikerjakan di kampus atau kantor.

Banyak orang yang menulis panjang lebar dengan bahasa 'elit' di Medsos. Pembacanya sampai ingin bunuh diri. Bisa jadi mereka adalah petugas penyuluhan, menteri, profesor, camat, dan para intelek lainnya. Jujur saja saya kasihan sama Netizen semacam itu. Diduga masa kuliahnya dulu kurang bahagia, sampai-sampai menulis skripsi di Medsos.

Selama ini saya nulis selalu saya kondisikan untuk pembaca, bukan untuk penulis. Pembaca sekarang tidak seperti pembaca jadul. Pembaca era digital itu kemaruk, kalau bisa semua artikel dibaca. Akhirnya bacanya sambil lalu, ekspres. Karena nggak fokus, di kanan kiri banyak iklan situs berita. Yang judulnya bombastis, padahal cuman berita artis lagi ngeksis.

Di Medsos, judul nggak terlalu penting. Tapi judul yang kreatif dan unik itu lebih baik. Dan kalau bisa lengkapi dengan gambar meme atau apa pun yang mendukung. Di Facebook banyak sekali tulisan yang tak pakai judul tapi bisa menarik banyak pembaca karena isinya memang oke, ditulis dengan hati, disamping memang yang nulis ahli dibidangnya.

Tulisan di Medsos sebaiknya padat, singkat dan salah..eh, selonggar mungkin alinea-nya, agar pembaca tidak ngos-ngosan bacanya. Karena pembaca nggak punya waktu seharian. Masih buanyak artikel yang perlu dibaca. Apalagi bacanya pas di halte nunggu bis, di dalam mobil yang terjebak kemacetan, bisa jadi saat khusyu' buang hajat di toilet terminal.

Makanya saya nggak mau repot mikir nulis yang benar secara teori akademis. Yang penting pahami etika atau aturan main ber-Medsos (search saja di Google) biar nggak disantet orang. Maka tulisan jenis ini tidak cocok untuk dibukukan tapi kalau ada yang nekat mau membukukan, monggo. Dan saya nggak terobsesi ke arah sana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline