Gini ceritanya. Kemarin saya dapat undangan dari Mbak Wuri, staf informasi Kedubes Amerika Serikat di Indonesia untuk menghadiri acara diskusi seputar perkembangan (dan pengembangan) jurnalisme warga di Indonesia. Undangan ini juga terbuka untuk teman-teman Kompasianer yang ingin datang. Yang akan jadi pembicara di sana adalah Harry Surjadi, mantan wartawan Harian Kompas yang sekarang menjadi koordinator Greenpeace Indonesia. Mas Harry akan lebih jauh membagikan pengalamannya mengembangkan jurnalisme warga berbasis komunitas di wilayah Kalimantan Barat. [caption id="attachment_263995" align="aligncenter" width="614" caption="Undangan diskusi (Wuri Parmaitri)"][/caption] Sedikit cerita, awalnya saya bertemu Mas Harry saat ia menjadi pembicara di seminar Journalism 101. Di depan para peserta yang semuanya jurnalis media mainstream, Mas Harry mempresentasikan kegiatannya membangun "sikap dalam berjurnalisme" di kalangan warga awam. Kontradiktif? Jelas. Teman2 pasti pernah dengar anggapan banyak (ga semua) jurnalis mainstream terhadap warga yang berjunalisme. Tidak berimbang dan tidak dapat diverifikasi kebenarannya adalah 2 hal yang menurut mereka masih menjadi titik kelemahan utama pemberitaan yang dihasilkan dari jurnalisme warga. Yang saya tangkap, pesan utama dalam seminar Journalism 101 lalu adalah di era jurnalisme warga ini, para jurnalis harus menempatkan diri sebagai mitra warga, yang dengan segala akses informasi yang dimilikinya, yang "memproses" informasi dari warga menjadi berita yang berimbang dan dapat diverifikasi kebenarannya. Sebaliknya, pelaku jurnalisme warga, yang dalam hal ini adalah semua pengguna potensial media massa, juga harus terus memperbaiki diri agar hasil pemberitaan dan aktivitas lain di media massa semakin mendekati, bahkan memenuhi kaidah-kaidah kebenaran dalam jurnalisme. Nah ini bagian yang paling sulit. Apa saja sih kaidah kebenaran dalam jurnalisme?... Untuk pemanasan, silakan baca tulisan saya yang ini. Sekali lagi jurnalISME ya, BUKAN (sekedar) jurnalISTIK. Kalau ingin tahu bedanya, coba buka, baca, lalu bandingkan isi dan pesan antara laman Wikipedia journalism dengan jurnalisme. Dapat perbedaannya? atau menemukan distorsi pemaknaan antara keduanya? Ini baru tataran makna, istilah, dan teori. Ribet kaan? Kan pepatah sudah mengatakan, "jurnalisme warga tak seribet nganunya Mario Teguh." Jadi daripada ribet, mendingan kita dengar langsung dari praktisi yang berpengalaman saja. Yang ingin hadir, acaranya Selasa, 10 September, jam 7-9 malam, di @America, Pacific Place Mall Lt. 3, Jl. Jendral Sudirman, Jakarta. Kita ketemu di sana ya :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H