Lihat ke Halaman Asli

MOSES, Pemburu Malaria Era Digital

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_101006" align="alignleft" width="298" caption="Ilustrasi (Kompas)"][/caption] Ditengah karut-marutnya pelayanan kesehatan di Indonesia, tahun lalu muncul sebuah harapan baru, paling tidak dalam bidang penanganan kasus Malaria. Kompas Selasa (23/3) kembali menampilkan MOSES di rubrik Iptek. MOSES (Malaria Observation System and Endemic Surviliance) merupakan hasil inovasi dari beberapa mahasiswa ITB yang tergabung dalam Bigbang. Meskipun membawa nama kelompok yang untuk sebagian orang terdengar Kurang Nasionalis, Bigbang telah menjadi wakil Indonesia di kancah internasional dan membawa MOSES memenangi sejumlah kompetisi iptek di berbagai negara. Sedikit penjelasan secara umum MOSES, adalah sebuah sistem digital untuk mendeteksi gejala Malaria dengan memanfaatkan akses informasi nirkabel. Seperti sistem lain, MOSES terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak. Secara gampang, perangkat keras terdiri dari dua bagian. Pertama, telepon seluler yang dilengkapi kamera dan mikroskop hasil modifikasi untuk kebutuhan di lapangan (mengambil dan memeriksa sampel darah). Sementara, sebuah server diletakkan di pos kesehatan terdekat sebagai penampung dan pemroses informasi. Perangkat lunak yang berupa sebuah program khusus diinstal untuk menghubungkan kinerja kedua perangkat keras. Program di telepon genggang berguna untuk merekam data berupa sampel darah, suhu pasien, dan anamnesa, lalu mengirimkannya ke server. Dokter selanjutnya menganalisis data, menentukan langkah perawatan dan resep, dan mengirimkannya kembali ke lapangan dengan alat yang sama. Dengan penemuan ini, dan tentu didukung dengan jaringan telekomunikasi yang memadai, penderita Malaria di Indonesia memperoleh harapan besar akan penanganan yang lebih cepat, sehingga harapan sembuh pun meningkat. Seperti kita ketahui bersama, saat ini penyakit malaria di Indonesia identik dengan kawasan-kawasan terpencil yang jauh dari pelayanan medis. Dalam perjalanannya sejak awal 2009, MOSES telah melalui berbagai tahap penyempurnaan pula telah dianugerahi berbagi penghargaan. Memenangkan Imagine Cup 2009 untuk kategori Mobile Device Award adalah pengakuan pertama yang didapatnya. Selanjutnya, Runner up di Asia Pasific Information and Communication Technology Alliance (APICTA) Awards pada 15-17 Desember 2009 dan Tanoto Student Research Award (TSRA) 9 Januari 2009. Ada satu isu menarik yang saya dengar tentang kiprahnya di Imagine Cup 2009. Menurut sumber (kebetulan saya kenal dengan salah satu anggota "Bigbang"), MOSES menjadi buah bibir karena dianggap terobosan besar dalam teknologi informasi dan merupakan kandidat terkuat juara umum ajang tersebut. Namun karena topik pembahasan yang "endemik" dan kurang "up date" secara global, atau dalam bahasa dagangnya "kurang marketable", pihak panitia, yang disponsori satu perusahaan IT terbesar di dunia, menjatuhkan pilihan ke kandidat lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline