hanya sebuah sisipan. Yang utama telah terjadwal.
Huruf demi huruf beradu untuk menjadi kata. Kata demi kata bersaling untuk menjadi kalimat. Dan kalimat sambung menyambung menjadi paragraf. Tidak ada gagasan terbayang, sekalipun rambut menjadi ikal mayang.
Tulisanku tak bernyawa.
Nyawa puisiku melambai. Ruh nya hilang dimakan realitas. Idealku terkubur dalam tanah perjuangan. Sekedar mencukupi apa yang dibutuhkan. Tak ada penyesalan. Benar, salah, keduanya atau tidak keduanya.
Tulisanku hilang bentuknya.
Tak bisa dibilang raga. Karna ia hanya kumpulan huruf yang dikumpulkan melalui bibir dan matamu yang indah. Badannya mati dipalu akan kecemasan ketiadaan engkau.
Puisiku sudah kemana mana rimbanya.
Tak bisa diatur oleh pikiran. Jari jemariku terus mengetik. Bahkan sampai lelah. Gulita wawasanku tak menjadi penghalang. Bagi rasa yang selalu dikekang norma. Tak ada keliaran dan kewarasan yang bisa ditolerir.
Kecuali puisi.
(Nb. Tiba-tiba teringat Palestina. Saat nya waktu tidur. Selesai menulis)