Pernahkah kamu memiliki niat untuk belajar bahasa asing? Namun kamu kesulitan untuk menguasai dan mengerti setiap makna dari apa yang kamu ucapkan, tuliskan, dengarkan, lihat? Mungkin cara belajarmu salah.
Bahasa merupakan suatu aspek yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia. Bahasa merupakan cara manusia memgekspresikan ide dan gagasan mereka terhadap orang lain. Semakin berkembangnya zaman, bahasa manusia terus berevolusi dan berkembang baik bentuknya, maupun aturannya.
Bahasa diperkirakan sudah ada di bumi ini dalam bentuk lukisan-lukisan purbakala. Manusia purba masih belum paham akan kegunaan lain mulut mereka selain untuk bersantap ria. Mereka juga masih belum cukup cerdas untuk dapat menyusun suara-suara tertentu menjadi sebuah bahasa untuk berkomunikasi. Namun jika sekedar teriakan pertanda bahaya atau lainnya, mereka masih dapat melakukannya.
Sulit dibayangkan betapa hebatnya manusia terus berevolusi dan berkembang menciptakan sebuah alat komunikasi untuk bertukar pikiran bernama bahasa. Bahkan di zaman sekarang, manusia telah berhasil menciptakan berbagai bentuk bahasa yang dapat dimengerti oleh banyak pasang mata. Bahasa berbentuk gambar seperti simbol, bahasa berbentuk rekaman suara, bahasa berbentuk video, bahasa berbentuk kilapan cahaya, bahasa berbentuk mesin dll. Dengan pesatnya perkembangan bahasa saat ini, tidak mengherankan juga tingkat intelegensi manusia ikut meningkat.
Namun masalahnya, tidak semua manusia di dunia ini... Mengerti bahasa yang sama. Dunia ini bukanlah sebuah melting pot yang melebur berbagai perbedaan menjadi satu. Karenanya, masih terdapat tembok pemisah antar setiap manusia. Lalu apa yang akan dilakukan manusia? Belajar dan mencari tahu. Keingintahuan yang besar mendorong hasrat untuk dapat mengerti akan sesuatu. Hasrat itu akan semakin bergejolak hingga ke tahap ingin menguasak hal tersebut. Ini juga merupakan konsep dasar dari pembelajaran bahasa. Kamu tertarik akan suatu bahasa, kemudian ingin tahu lebih dalam seperti apa bahasa tersebut digunakan. Terakhir, kamu akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menguasai bahasa tersebut selayaknya penutur asli.
1. Motivasi, penguat diri sendiri.
Belajar bahasa memang tak bisa sembarang orang dapat menekuninya. Banyak mereka berhenti di tengah jalan, dan membiarkan kemampuan berbahasa mereka terkikis secara perlahan. Lalu apa yang menyebabkan ini semua? Motivasi. Manusia hidup karena ada motivasi. Motivasi dijadikan tujuan akhir dalam setiap kehidupan manusia. Tercapainya sebuah motivasi akan cenderung memicu motivasi baru muncul dan membuat kita terus hidup untuk menggapainya. Belajar bahasa harus didasari motif yang kuat dan tidak setengah-setengah. Motif yang kuat akan membawa kita untuk tetap konsisten dan teguh belajar bahasa.
Banyak orang mulai tertarik belajar bahasa karena berkaitan dengan apa yang mereka sukai. Sebagai contoh di Indonesia, meningkatnya penutur Bahasa Asia Timur, seperti Bahasa Mandarin, Jepang dan Korea bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Banyak dari mereka yang belajar Bahasa Mandarin karena prospek kerja yang luas disertai permintaan pasar yang tinggi di Indonesia dengan banyaknya perusahaan Negeri Tirai Bambu masuk di Indonesia. Tidak kalah menarik, baik Jepang dan Korea sama-sama berlomba-lomba menebar pesona mereka di Indonesia. Trend J-POP dan K-POP sudah mulai menjamur sejak tahun 2000-an. Banyak muda mudi Indonesia terpikat dengan keunikan budaya luar yang tak pernah mereka lihat sebelumnya. Ditambah dengan mudahnya akses internet, semakin mendukung percepatan persebaran pengaruh budaya luar di Indonesia. Jadi, tidak heran pada akhirnya banyak kaula muda Indonesia mempelajari ketiga bahasa tersebut.
2. Budaya, bukan sekedar Bahasa.
Tidak sedikit orang yang belajar bahasa asing kesulitan dalam menguasai bahasa tersebut. Hal ini dikarenakan bukan hanya konsistennya pola belajar, atau kekompleksan struktur suatu bahasa saja. Namun juga didominasi dengan kurangnya pendekatan pada budaya bahasa tersebut. Budaya merupakan unsur penting yang tak bisa dilepaskan dari sebuah bahasa. Pada awalnya, manusia hidup berkelompok. Dalam kelompok tersebut, terdapat semacam pola tindakan atau tradisi yang diteruskan secara turun temurun. Tanpa memerlukan bahasa, setiap individu dalam kelompok tersebut akan dapat mengerti maksud dari tindakan sesamanya.
Kemudian setelah terciptanya bahasa, baru mereka mencari kata yang tepat untuk dapat mendeskripsikan setiap tindakan mereka. Singkatnya, budaya adalah pembentuk suatu bahasa. Jika belajar bahasa lalu mengenyampingkan unsur budaya di dalamnya, bagaimana kita akan mengerti dan paham lebih dalam tentang makna dibalik setiap kata yang kita pelajari? Inilah yang menjadi kesalahan banyak orang yang hendak belajar bahasa asing. Mereka cenderung lebih menekankan pada apa yang mereka baca, bukan apa makna dibaliknya. Kendati demikian, disarankan bagi setiap orang yang hendak belajar bahasa asing, lebih baik mendalami budaya bahasa tersebut terlebih dahulu sebelum dipusingkan dengan segala aturan tata bahasa yang dituju. Tujuannya agar dapat menimbulkan rasa familiarisasi atau kedekatan terhadap bahasa tersebut.
3. Tata Bahasa diutamakan, Pembiasaan dilupakan.
Satu lagi menjadi aspek sulitnya seseorang mempelajari bahasa asing adalah selalu menekankan struktur bahasa yang sesuai kaidah sedari pertama belajar. Padahal menurut Krashen terkait teori Language Acquisition, manusia cenderung lebih cepat belajar suatu bahasa melalui lisan. Tidak peduli seberapa buruk pelafalan kita, tujuannya adalah membiasakan indra kita mengucapkan bahasa tersebut.