Pemanfaatan Pajak Rokok dan Bea Cukai untuk Penambahan Pembiayaan Kesehatan (SDG 3)
Dalam kesepakatan global pemimpin dunia di Perserikatan Bangsa-Bangsa, Sustainable Development Goals (SDGs), terdapat 17 tujuan yang dijadikan rencana aksi pembangunan hingga tahun 2030. Salah satunya, di poin ketiga, adalah memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk semua usia.
Agar tujuan ini tercapai, perlu suatu sistem kesehatan menyeluruh yang disediakan pemerintah untuk warga negaranya atau disebut Universal Health Coverage (UHC). Sistem ini membutuhkan pembiayaan kesehatan yang memiliki tiga fungsi utama:
Pengumpulan iuran/dana (revenue collection), yaitu upaya mendapatkan iuran/dana
Penggabungan (pooling), yaitu upaya pengelolaan dana
Pembelanjaan (purchasing), yaitu upaya membeli atau memanfaatkan pelayanan
Dengan fungsi tersebut, adanya pembiayaan kesehatan akan mengurangi tekanan finansial di tingkat rumah tangga. Selain itu, ini juga meningkatkan jumlah jenis pelayanan kesehatan yang dapat digunakan sehingga secara tidak langsung menyebabkan kenaikan derajat kesehatan masyarakat.
Pengertian pembiayaan (financing) adalah pendanaan yang melibatkan berbagai pihak yaitu pembeli (konsumen, pasien), penyedia jasa (perusahaan, pelayanan kesehatan), dan pihak ketiga seperti bank dan perusahaan asuransi.
Asuransi kesehatan merupakan salah satu sumber dana untuk membiayai pelayanan kesehatan. Asuransi kesehatan dibagi menjadi dua jenis: asuransi publik/sosial yang bersifat wajib dan asuransi swasta yang bersifat sukarela. Di negara yang menerapkan sistem kesehatan multiple health financing, asuransi umum digunakan.
Asuransi kesehatan merupakan sumber pembiayaan kesehatan yang utama di suatu negara. Di Indonesia sendiri, sistem Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Kepesertaan BPJS berdasarkan sistem iuran kepesertaan. Bagi fakir miskin dan tidak mampu, iuran BPJS akan ditanggung oleh negara dengan menggunakan dana Kementerian Kesehatan melalui skema PBI (Penerima Bantuan Iuran). Salah satu tugas dari BPJS Kesehatan adalah mengelola Dana Jaminan Sosial Kesehatan (DJS Kesehatan).
BPJS Kesehatan memiliki tiga sumber pendapatan yaitu iuran peserta, hasil investasi dan alokasi dana pemerintah melalui APBN. Begitupun pada Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang disusun setiap tahunnya, sumber pendapatan ada tiga yaitu pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan hibah.
Pajak dan bea cukai adalah instrumen fiskal yang dapat menghasilkan pendapatan yang signifikan. Dengan meningkatnya pajak dan bea cukai, pendapatan yang dihasilkan dan dicatat di APBN dapat dianggarkan untuk BPJS Kesehatan dan digunakan untuk mendukung pendanaan kesehatan yang lebih besar.
Hal ini sesuai dengan kondisi rokok di Indonesia yang konsumsinya sangat masif. Menurut The Tobacco Control Atlas ASEAN Region 4th Edition menunjukan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dengan persentase perokok usia antara 25-64 tahun (36,3%) dimana sebanyak 66% perokok laki-laki dan 6,7% perokok perempuan.
Strategi memanfaatkan pajak dan cukai rokok untuk pembiayaan kesehatan memiliki beberapa keuntungan. Pertama, kiranya tarif pajak rokok akan naik dan harga jual rokok akan menekan konsumsi rokok sehingga mengurangi dampaknya pada kesehatan. Di saat yang bersamaan, pendapatan dari pajak dan cukai rokok dapat membantu menjaga keberlangsungan dan memperkuat sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Tidak hanya itu, dengan bertambahnya dana untuk pembiayaan kesehatan, ini akan mengurangi kesenjangan derajat kesehatan karena akses untuk mendapat pelayanan akan lebih terjangkau.
Jika kebijakan ini akan diterapkan, tentu harus dilakukan dengan bijak. Pajak yang tinggi dapat mendorong terjadinya perdagangan ilegal sehingga perlu pengawasan ketat dari pemerintah. Selain itu, antisipasi perlawanan dari masyarakat dengan mengomunikasikan dan mengenalkan kebijakan dengan baik juga harus dilakukan.
Pemanfaatan pajak dan cukai rokok untuk penambahan pembiayaan kesehatan bukanlah hal yang baru didengungkan. Pemanfaatan seperti ini memiliki potensi besar untuk menciptakan dampak positif. Bahkan, di tahun-tahun belakangan mulai terdengar konsep serupa diberlakukan untuk minuman bergula dan bahan yang dianggap berbahaya bagi kesehatan lainnya.
Pajak dan cukai rokok yang dimanfaatkan sebagai sumber dana untuk pembiayaan kesehatan merupakan langkah berani yang dapat memberikan kontribusi besar pada derajat kesehatan masyarakat. Selain mendukung berlangsungnya pelayanan kesehatan dan menurunkan disparitas kesehatan, langkah ini juga sekaligus menekan konsumsi rokok yang tentunya akan berdampak baik bagi kesehatan.
Referensi
Heryana, Ade. "PEMBIAYAAN KESEHATAN Dan ASURANSI KESEHATAN." Esaunggul.Ac.Id, Universitas Esa Unggul, July 2020, lms-paralel.esaunggul.ac.id/pluginfile.php?forcedownload=1&file=%2F442130%2Fmod_resource%2Fcontent%2F29%2F1_7298_KMA471_072020.pdf.
Pengelolaan Bagi Hasil Pajak Rokok Dan Mekanisme Rekonsiliasi - Kemenkeu, djpk.kemenkeu.go.id/wp-content/uploads/2022/03/Pengelolaan-DBH-Pajak-Rokok.pdf. Accessed 20 Aug. 2023.
Gambaran Kebiasaan Merokok Di Indonesia Berdasarkan Indonesia Family ..., www.researchgate.net/publication/362391409_GAMBARAN_KEBIASAAN_MEROKOK_DI_INDONESIA_BERDASARKAN_INDONESIA_FAMILY_LIFE_SURVEY_5_IFLS_5. Accessed 20 Aug. 2023.
Ditulis oleh Raisya Isnindira Novery
Garuda 5 Ksatria 7
Sebagai penugasan Guratan Tinta Menggerakkan Bangsa Amerta 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H