Oleh : Rafi Naufal
Wisata halal atau yang sekarang lebih dikenal sebagai wisata ramah muslim, menurut Kemenpar (2015) didefinisikan melayani hiburan dengan menyesuaikan gaya liburan sesuai dengan kebutuhan dan permintaan traveler muslim, saat ini tren wisata halal yang menjadi bagian dari industri ekonomi Islam global.
Jumlah penduduk muslim di Indonesia mencapai 231 juta jiwa atau sekitar 88,2% dari total populasi, menjadikan Indonesia berada di posisi keempat dalam daftar 20 destinasi wisata halal terbaik dunia 2021 berdasarkan Global Travel Muslim Index (GMTI) 2021 dengan skor 73 setelah di tahun 2019, Indonesia meraih posisi pertama bersama Malaysia dengan skor imbang.
Pariwisata ini telah banyak diminati oleh wisatawan baik dari domestik maupun internasional. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata berupaya untuk meningkatkan kembali tujuan-tujuan atau destinasi wisata halal sebagai daya tarik dalam mengembangkan pariwisata di Indonesia. Disamping itu adanya dorongan serta dukungan dari bank syariah selaku lembaga keuangan menjadi potensi wisata ramah muslim untuk berkembang semakin besar.
Dukungan bank syariah tersebut didukung dengan adanya dukunagan dari masyarakat yang kuat terhadap perbankan syariah sehingga pertumbuhannya sangat pesat dengan potensi pasar yang sangat besar.
Perbankan syariah dapat menghasilkan kartu debit syariah dan kartu syariah untuk memfasilitasi para turis agar dapat mengakses pariwisata halal juga adanya keikutsertaan bank syariah dalam event-event yang diadakan oleh dinas pariwisata dalam bentuk sponsorship.
Selain itu, di dalam hal pembiayaan bank syariah bertindak sebagai pemilik dana atau shahibul maal juga sebagai agen yang mempertemukan pemilik dana dan pengusaha.
Pembiayaan yang paling umum dilakukan oleh pelaku bisnis yang diajukan kepada pihak bank syariah adalah pembiayaan akad mudharabah, dimana akad mudharabah bida diartikan sebagai pembiayaan kerja sama untuk suatu usaha dimana bank syariah menyediakan dana secara penuh (shahibul maal) sedangkan nasabah selaku pengelola dana (mudharib) dan keuntungan dari usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan saat akad, sedangkan kerugian ditanggung oleh bank kecuali nasabah melakukan kesalahan yang disengaja, lalai ataupun menyalahi kesepakatan.